Di ujung tingkapan desa permai
Alam membentang indah
Kau menyusuri jalanan sawah dan ladang hari-hari
Tak peduli perihnya kehidupan
Bagimu, pesona terik mentari menjadi makanan setiap harinya
Walau pagi berselimut mendung
Langkah mu tak gontai
Kau tetap terus berjalan
Setapak demi setapak kau jalani
Kerasnya tapak kaki menjadi saksi bisu perjalananmu
Kau bajak dengan semangat membaja
Biar peluh bercucur deras melumuri tubuh
Basah bermandi keringat
Sampai berdenting dari bawah dagu
Kau anggap salju di badan hitammu
Bocah-bocah sudah menunggu
Bulir-bulir padi menjadi nasi yang kau dapatkan
Kadang sesuap nasi
Nyaris hanya sebulir
Oh! peluhmu tak bisa terbalas lagi
Oh! Di kau sang petani penanam padi
Sungguh besar perjuanganmu hari-hari
Demi menghasilkan padi yang berisi
Untuk sesuap nasi kebutuhan sehari-sehari
Bagimu dan bagi semua orang yang mengingini
Di lelah sepanjang hari
Di sisa butiran daki
Duduk di atas lumpur padi
Berharap juga punya asisten pribadi
Atau jadi petani berdasi!
Risau masyarakat kau tak peduli
Kau tetap bernyanyi bagai burung pipit
Mengayun ke sana ke mari
Hingga senja menjelang
***
Meulaboh Aceh, Â 27 Juli 2016
Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Bulan Kemanusiaan RTC
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H