Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis, traveling, fotografi

Mengabadikan momen dengan kalimat, dan merangkai emosi dalam paragraf

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menunggangi Kuda Mati

24 Januari 2025   15:54 Diperbarui: 24 Januari 2025   15:54 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuasa hukum saat membacakan keterangan pada sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum, pada Kamis (23/1) di  Mahkamahh Konstitusi (Humas/Bayu)

3. Menghindari Stigma Kalah Tanpa Perlawanan

Bagi sebagian politisi, mengakui kekalahan tanpa berbuat apa-apa dianggap sebagai penghinaan terhadap pendukungnya. Menggugat ke MK menjadi semacam ritual untuk menunjukkan bahwa mereka tidak menyerah begitu saja.

Namun, dalam banyak kasus, gugatan ini justru menjadi bumerang. Ketika tidak ada bukti kuat yang diajukan, MK akan dengan mudah menolak perkara, sehingga mempertegas bahwa kekalahan tersebut memang sah secara hukum. Alih-alih mendapatkan simpati, langkah ini justru sering kali dianggap sebagai upaya "ngotot tanpa dasar" yang membuang waktu dan energi semua pihak.

4. Mahalnya Biaya Demokrasi

Salah satu alasan mengapa teori kuda mati terus terjadi dalam sengketa Pilkada adalah mahalnya biaya yang sudah dikeluarkan selama kampanye. Bagi calon kepala daerah yang telah menginvestasikan banyak waktu, tenaga, dan uang, menerima kekalahan begitu saja terasa terlalu pahit.

Gugatan di MK menjadi semacam "kesempatan terakhir" untuk mengejar harapan yang sudah sangat tipis. Meski secara logis mereka tahu bahwa peluang menang hampir tidak ada, langkah ini dianggap lebih baik daripada menyerah begitu saja.

5. Peluang Politik di Balik Kuda Mati

Ada juga spekulasi bahwa beberapa gugatan di MK tidak benar-benar ditujukan untuk menang, melainkan untuk menegosiasikan posisi politik tertentu. Dengan menunjukkan keberanian dan keteguhan melalui gugatan, beberapa politisi berharap dapat memperkuat posisi tawar mereka di hadapan pemenang atau partai-partai politik yang berkuasa.

Selain itu, proses gugatan dapat digunakan untuk "menguji" dukungan publik dan konsolidasi basis massa. Meskipun kalah di pengadilan, proses ini bisa menjadi batu loncatan untuk karier politik selanjutnya.

Apa yang Bisa Dilakukan untuk Mengakhiri Fenomena Ini?

Fenomena "teori kuda mati" dalam sengketa Pilkada menunjukkan perlunya pembenahan, baik dari sisi regulasi maupun budaya politik. Beberapa langkah yang dapat diambil adalah:

  1. Penegakan Pasal 158 UU Pilkada dengan Lebih Tegas
    MK perlu memperketat penyaringan perkara berdasarkan ambang batas selisih suara. Jika suatu gugatan tidak memenuhi kriteria ini, seharusnya langsung ditolak tanpa perlu melewati proses persidangan panjang.
  2. Edukasi Publik tentang Proses Hukum
    Partai politik dan kandidat perlu dididik untuk memahami bahwa MK bukanlah arena untuk mencari simpati, melainkan tempat untuk menegakkan keadilan berdasarkan bukti.
  3. Meningkatkan Transparansi Pemilu
    Banyaknya gugatan yang muncul menunjukkan bahwa masih ada ruang untuk meningkatkan transparansi dan kepercayaan publik terhadap proses pemilu. Jika proses pemilu berjalan dengan lebih baik, potensi munculnya sengketa akan berkurang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun