Bagi warga Gaza, gencatan senjata ini memberikan secercah harapan setelah bertahun-tahun hidup di tengah konflik. Wilayah ini telah hancur lebur akibat perang, dengan lebih dari 46.000 orang tewas, menurut data pejabat kesehatan Palestina. Sebagian besar korban adalah warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak, yang menjadi korban langsung dari serangan udara dan bentrokan di darat.
Namun, meskipun ada harapan untuk perdamaian, banyak warga Gaza yang skeptis. Mereka telah menyaksikan berbagai kesepakatan gencatan senjata sebelumnya yang berakhir dengan kembalinya kekerasan.
"Kami hanya ingin hidup dengan damai, tetapi setiap kali ada kesepakatan, selalu ada sesuatu yang membuatnya gagal," kata seorang warga Gaza yang kehilangan keluarganya dalam perang.
Reaksi Keluarga Sandera
Di sisi lain, keluarga para sandera Israel juga menyambut baik kesepakatan ini, meskipun dengan perasaan campur aduk. Bagi mereka, kesepakatan ini adalah satu-satunya harapan untuk melihat orang-orang tercinta mereka kembali dengan selamat. Namun, banyak dari mereka yang khawatir bahwa kegagalan kesepakatan ini akan menjadi "hukuman mati" bagi para sandera yang tersisa.
Einav Zangauker, salah satu pemimpin protes keluarga sandera, mengatakan bahwa kegagalan kesepakatan ini akan membawa konsekuensi yang mengerikan. Putranya, Matan, adalah salah satu dari sandera yang baru akan dibebaskan pada fase kedua kesepakatan. "Kami tidak punya pilihan lain selain berharap," katanya dalam sebuah konferensi pers.
Masa Depan Perdamaian
Kesepakatan gencatan senjata ini, meskipun penting, hanyalah langkah awal menuju perdamaian yang lebih permanen. Banyak tantangan yang harus dihadapi, mulai dari implementasi teknis hingga dinamika politik yang kompleks. Selain itu, keberhasilan kesepakatan ini juga bergantung pada dukungan dari komunitas internasional, termasuk Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar, yang telah memainkan peran penting sebagai mediator.
Daniel Levy, mantan pejabat pemerintah Israel, mengatakan bahwa Netanyahu mungkin akan menggunakan fase pertama kesepakatan ini sebagai cara untuk menghindari krisis politik, tetapi ada kemungkinan besar bahwa ia akan menghentikan proses tersebut jika tekanan domestik meningkat.
"Netanyahu sekarang mungkin setuju dengan kesepakatan ini secara enggan, tetapi ia juga sedang mempersiapkan cara untuk keluar darinya," kata Levy.