Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis, traveling, fotografi

Mengabadikan momen dengan kalimat, dan merangkai emosi dalam paragraf

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Nostalgia 'Taxi' Palu: "Kiri, Om! Belakang Bayar"

17 Januari 2025   17:12 Diperbarui: 17 Januari 2025   17:12 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa Palu era 80-90an ba gantung di angkutan kota/taxi kota (antara foto)

Ketidaan trayek inilah menjadi salah satu kemunduran dari taksi. Warga Kota Palu pelan-pelan meninggalkan taksi dan beralih ke kendaraan pribadi. Saat kepemilikan sepeda motor dan mobil pribadi lebih mudah. Opsinya bisa bayar tunai atau mencicil.

Pengalaman saya waktu pulang kuliah dari kampus Untad di Tondo ke rumah benar-benar menguji kesabaran. Seharusnya perjalanan hanya memakan waktu 20 menit. Namun, karena sopir mengantar penumpang lain, teman-teman mahasiswa, ke tempat tujuan yang acak dan berbeda-beda, perjalanan saya sering kali memakan waktu hingga 1-2 jam. Bayangkan rasa lapar yang saya alami saat itu, menunggu dengan harap-harap cemas kapan akhirnya tiba di rumah.

Zaman Emas Angkot di Palu

Era 90-an bisa dibilang masa kejayaan angkot di Kota Palu. Jumlah mobil pribadi masih terbatas, dan Toyota Kijang atau Mitsubishi Colt adalah simbol kemewahan.

Angkot, yang disebut "taksi" oleh warga Palu, adalah penyelamat mobilitas masyarakat. Sopir bisa mengangkut hingga 15 orang sekaligus pada jam sibuk, sebagian besar siswa-siswi sekolah. Bahkan, mengejar angkot seperti lomba lari kecil di halte adalah pemandangan sehari-hari.

Tapi keemasan itu mulai pudar. Ketika sepeda motor menjadi lebih terjangkau, masyarakat mulai beralih. "Dulu, kami yang dikejar penumpang. Sekarang, kami yang mengejar penumpang. Kadang parkir berjam-jam di terminal pun penumpang nggak ada," keluh Syamsudin, seorang sopir angkot yang sudah lebih dari 30 tahun beroperasi.

Berdasarkan data yang dimiliki oleh Dinas Perhubungan Kota Palu, jumlah taksi angkot mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2022, tersisa 40 unit angkot, sementara tahun lalu berkurang lagi menjadi 30 unit saja.

Angkot tersebut dewasa ini lebih banyak dicarter para pedagang dari luar Kota Palu, yakni Sigi dan Donggala, untuk membawa hasil bumi dan sayur-sayuran ke Pasar Manonda atau Masomba.

Sebagian besar kendaraan bahkan sudah tidak laik jalan. Tapi apa daya, sopir tak punya dana untuk peremajaan. "Pendapatan sekarang hanya cukup buat beli bensin dan makan," kata Johan, sopir lain yang kini juga kerja serabutan sebagai peternak.

Kompetisi Transportasi: Online vs. Konvensional

Kehadiran ojek dan taksi online adalah paku terakhir di peti mati transportasi konvensional. Dengan harga yang transparan, keamanan terjamin, dan fasilitas yang lebih nyaman, wajar jika masyarakat beralih ke moda baru ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun