Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menulis, traveling, fotografi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Buser" di Sungai Palupi, Cerita Suadi Mengais Berkah untuk Keluarga

22 Desember 2024   10:08 Diperbarui: 22 Desember 2024   10:08 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungai yang Tak Pernah Habis Memberi

Bagi Suadi, Sungai Palupi adalah sumber berkah. Timbunan pasir yang terbawa arus dari hulu sungai seolah tak pernah habis. Pasir-pasir itu menjadi bahan dasar banyak bangunan di Palu dan Donggala. 

Namun, untuk menjaga keberlanjutan pekerjaan mereka, Suadi dan rekan-rekannya sepakat menolak keberadaan alat berat di aliran sungai.

"Kami tidak ingin alat berat masuk. Kalau itu terjadi, habislah kami," tuturnya tegas.

Di sepanjang aliran sungai, dari Palupi hingga bendungan misterius Balane Kabupaten Sigi, Suadi tidak sendiri. Ada puluhan buser lain yang menjalani kehidupan serupa. Mereka datang dari berbagai wilayah, mulai dari Palupi, Pengavu, hingga Sigi dan Donggala.

Harapan di Tengah Perjuangan

Pandemi Covid-19 sempat menjadi pukulan berat bagi Suadi dan rekan-rekannya. Saat itu, permintaan pasir menurun drastis, dan mereka harus memutar otak untuk bertahan hidup. Namun kini, keadaan berangsur normal, dan Suadi kembali dapat mengandalkan pekerjaannya sebagai buser.

Ketika ditanya sampai kapan ia akan terus menyekop pasir, Suadi hanya mengangkat bahu dan tersenyum.

"Selama masih ada yang pesan pasir, saya akan terus kerja. Ini semua demi anak-anak, demi keluarga," ucapnya dengan suara mantap.

Cerita Suadi adalah potret perjuangan tak kenal lelah seorang ayah yang rela berpanas-panasan di bawah matahari atau bergelut dengan dinginnya air sungai demi memenuhi kebutuhan keluarga.

Sebuah perjuangan yang sederhana, namun penuh dengan nilai kehidupan: kerja keras, kesyukuran, dan cinta tanpa syarat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun