Pemimpin dalam Perspektif Masyarakat Melayu
Kepemimpinan adalah salah satu konsep yang fundamental dalam memahami dinamika organisasi dan masyarakat. Sejak zaman kuno hingga era modern, peran pemimpin telah menjadi titik fokus dalam upaya mengarahkan, mengorganisir, dan menggerakkan kelompok menuju tujuan bersama. Definisi kepemimpinan telah berkembang seiring dengan perubahan zaman dan budaya, mencakup beragam karakteristik yang meliputi kecakapan, keberanian, visi, dan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain.
Dalam konteks global yang semakin kompleks ini, kepemimpinan bukan hanya menjadi isu yang relevan dalam manajemen organisasi, tetapi juga memainkan peran penting dalam keberhasilan pembangunan masyarakat dan negara. Kepemimpinan yang efektif tidak hanya mampu mengelola perubahan dan menghadapi tantangan, tetapi juga mampu menginspirasi dan memobilisasi individu-individu untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Pemahaman tentang kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dari konteks budaya dan nilai-nilai lokal. Di berbagai belahan dunia, konsep kepemimpinan sering kali diwarnai oleh warisan budaya, tradisi, dan nilai-nilai yang telah terbentuk dalam masyarakat selama berabad-abad. Salah satu contoh yang menarik untuk dieksplorasi adalah kepemimpinan dalam konteks suku Melayu, di mana kearifan lokal menjadi landasan utama dalam mengembangkan pemimpin yang dihormati dan diikuti oleh komunitas.
I. Konsep Kepemimpinan Dalam Masyarakat Melayu
Konsep kepemimpinan dalam masyarakat Melayu sebenarnya memiliki dasar yang kuat dan kokoh. Ia dibangun tidak saja oleh nilai-nilai transcendental, namun telah dipraktekkan sejak beradbad-abad yang lalu oleh nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, para sahabat dan Al Khulafa' Ar-Rasyidin. Pijakan kuat yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-sunnah serta dengan bukti empiriknya telah menempatkan konsep kepemimpinan Islam sebagai salah satu model kepemimpinan masyarakat Melayu.
Namun dalam perkembangannya, aplikasi kepemimpinan Melayu saat ini terlihat semakin jauh dari harapan Masyarakat. Para tokohnya terlihat hari ini sangat berbeda dengan kepemimpinan yang digambarkan oleh toko Melayu yaitu Sang Sapurba yang hidup pada zaman abad ke-13 yang merupakan pewaris akhir kerajaan.
Sriwijaya mudah kehilangan kendali atas terjadinya siklus konfik yang terus terjadi. Harapan masyarakat akan munculnya seorang tokoh muslim yang mampu dan bisa diterima oleh semua lapisan dalam mewujudkan negara yang terhormat, kat dan sejahtera nampaknya masih harus melalui jalan yang panjang.
Secara etimologi kepemimpinan berarti umara, imamah, imarah, yang mempunyai makna daya memimpin atau kualitas seorang pemimpin atau tindakan dalam memimpin. Sedangkan secara terminologinya adalah suatu kemampuan untuk mengajak orang lain agar mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah upaya untuk mentransformasikan semua potensi yang terpendam menjadi kenyataan. Tugas dan tanggungjawab seorang pemimpin adalah menggerakkan dan mengarahkan, menuntun, memberi motivasi serta mendorong orang yang dipimpin untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan. Sedangkan tugas dan tanggungjawab yang dipimpin adalah mengambil peran aktif dalam mensukseskan pekerjaan yang dibelakangnya. Tanpa adanya kesatuan komando yang didasarkan atas satu perencanaan dan kebijakan yang jelas, maka rasanya sulit diharapkan akan tercapai dengan baik. Bahkan sebaliknya, yang terjadi adalah kekacauan dalam pekerjaan. Inilah arti penting komitmen dan kesadaran Bersama untuk mentaati pemimpin dan peraturan yang telah ditetapkan.
Pemimpin adalah orang yang diberi kuasa untuk memimpin dalam rangka mewujudkan kemajuan negeri dan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai tujuan dimaksud, pemimpin wajib hukumnya mendahulukan kepentingan masyarakat banyak daripada kepentingan pribadi dan kelompok. Selain itu, pemimpin mesti mempunyai kemampuan dalam menjalankan tugas dan perannya, cerdas dan berpengetahuan luas, dan berakhlak mulia.5
Orang Melayu telah memberikan tempat yang khusus kepada pemimpin sebab pemimpin telah diberikan kuasa dan amanah untuk mengatur masyarakat. Dalam tunjuk ajar Melayu dikatakkan: "Yang dinamakan pemimpin, Didahulukan selangkah dan Ditinggikan seranting". Ungkapan "didahulukan selangkah" bermakna bahawa pemimpin diberikan tempat yang istimewa sehingga ia lebih didahulukan daripada rakyat. Ungkapan "ditinggikan seranting" juga memberikan penegasan terhadap perlunya memberikan tempat yang khusus kepada pemimpin.
Pemberian tempat yang khusus kepada pemimpin menandakan bahawa orang Melayu sangat menghormati pemimpinnya sebab tugas yang diberikan kepada pemimpin sangat berat dan sangat mulia dalam memimpin rakyat.
Dalam ungkapan lain dinyatakan pula bahwa pemimpin itu "dituakan oleh orang banyak, dikemukakan oleh orang ramai". Ungkapan ini bermakna bahwa pemimpin itu disegani sebagai orang yang mempunyai kemampuan khusus dalam menyelesaikan permasalahan. Pemimpin itu tidak mesti harus orang tua tetapi "dituakan". Kata "dituakan" menandakan bahawa pemimpin mesti menjadi contoh bagi masyarakat.
Dengan kata lain, prilaku dan perkataan pemimpin mesti selalu terjaga kerana ia akan dijadikan model oleh masyarakat. Diberikannya kedudukan yang khusus kepada pemimpin oleh rakyat menunjukkan bahwa rakyat sangat menghargai para pemimpin. Namun demikian, dibalik penghargaan itu, rakyat sebenarnya menginginkan pemimpin itu dapat berbuat baik dan amanah sehingga rakyat boleh meniru pemimpin itu.
II. Karakater Kepemimpinan Dalam Perspektif Masyarakat Melayu
Untuk mendapatkan pemimpin sebagaimana dimaksud, orang-orang tua Melayu dahulu merumuskan sejumlah kreteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin"6
[1]. Pemimpin Harus Banyak Tahunya
Tahu duduk pada tempatnya
Tahu tegak pada layaknya
Tahu kata yang berpangkal
Tahu kata yang berpokok
Ungkapan adat itu menggambarkan bahwa seorang pemimpin yang baik haruslah mempunyai banyak pengetahuan. Tahu bagaimana ia harus bersikap, bagaimana ia harus berfikir, bagaimana kondisi rakyatnya, dan pengetahuan-pengetahuan lainnya.
Hal ini dimaksudkan untuk mempermudahnya dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang ada sekaligus mencegah munculnya permasalahan yang baru. Tanpa pengetahuan yang memadai, seorang pemimpin akan mengalami kesulitan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada. Selain itu, pengetahuan yang banyak akan menunjang pelaksanaan tugas-tugas pemimpin. Kepemimpinan hampir dapat dipastikan berjalan lancar apabila seorang pemimpin mengetahui apa yang baik untuk rakyatnya dan apa yang harus dihindari karena tidak baik untuk rakyatnya.
Pemimpin akan mudah dalam memimpin apabila ia tahu apa yang harus dikerjakan dan apa yang tak boleh dilakukan. Tanpa pengetahuan, seorang pemimpin tak akan memiliki visi yang besar. Kalaupun ia memiliki visi besar, pastilah ia akan kesulitan merealisasikannya.
[2]. Pemimpin Harus Banyak Arifnya
Di dalam tinggi ia rendah
Di dalam rendah ia tinggi
Pada jauh ianya dekat
Pada yang dekat ianya jauh
Dalam tradisi Melayu terdapat pengertian yang berbeda antara arif dan bijaksana. Arif lebih merujuk kepada kemampuan pembawaan diri dalam proses sosialisasi, sedangkan bijaksana lebih mengarah kepada pengolahan pengetahuan dengan sebaik-baiknya.
Karena itu, dalam tradisi Melayu seorang pemimpin akan lebih dihormati apabila ia memiki kearifan dalam bertindak. Kearifan yang dimiliki pemimpin akan menambah rasa kepercayaan rakyat bahwa ia memang benar-benar sosok yang cocok untuk memimpin.
[3]. Pemimpin Harus Banyak Bijaknya
Bijak menyukat sama papat
Bijak mengukur sama panjang
Bijak menimbang sama berat
Bijak memberi kata putus
Kebijaksanaan adalah sifat yang mutlak harus dimiliki oleh setiap pemimpin. Oleh karena itu, tradisi Melayu selalu memposisikan sifat bijak sebagai salah satu sifat utama yang harus dimiliki oleh seorang penguasa. Kebijaksanaan sangat erat kaitannya dengan ketepatan dalam mengambil keputusan.
Dengan demikian, akhirnya kebijaksanaan tersebut akan bermuara pada baik atau buruknya pemerintahan yang sedang berlangsung. Tanpa kebijaksanaan, pemimpin akan mudah sekali terjerumus dalam tindakan dan keputusan yang sewenang-wenang.
[4]. Pemimpin Harus Banyak Cerdiknya
Cerdiknya mengurung dengan lidah
Cerdik mengikat dengan adat
Cerdik menyimak dengan syarak
Cerdik berunding sama sebanding
Cerdik mufakat sama setingkat
Cerdik mengalah tidak kalah
Cerdik berlapang dalam sempit
Cerdik berlayar dalam perahu bocor
Cerdik duduk tidak suntuk
Cerdik tegak tidak bersundak
Selain memiliki pengetahuan yang cukup, seorang pemimpin harus mencerminkan diri sebagai orang yang cerdik. Kecerdikan di sini dapat diartikan sebagai proses pengolahan pengetahuan yang dimiliki untuk mencapai keputusan yang paling tepat dalam menangani masalah.
Sebagai seorang pemimpin, ia pasti berkutat dengan permasalahan-permasalahan yang kompleks. Maka dari itu, dibutuhkan sebuah kecerdikan untuk menghasilkan solusi yang tepat. Tanpa kecerdikan, seorang pemimpin akan rentan menghasilkan kebijakan yang tidak efekif.
Kebijakan yang salah atau tidak efektif tentu akan berpengaruh pada berhasil atau tidaknya suatu pemerintahan. Inilah yang menjadi alasan mengapa kecerdikan diperlukan dalam proses memimpin.
III. Jenis-jenis Kepemimpinan Dalam Masyarakat Melayu
A. Pemimpin Abdi
Yang dimaksud pemimpin abdi dalam masyarakat Melayu dalam pemimpin masyarakat Melayu ialah pemimpin yang bekerja penuh tulus, Ikhlas atau yang lebih dikenal mengabdikan diri semata-mata untuk kepentingan umatnya. Dalam sebuah ungkapan dikatakan "Pemimpin menjadi abdi rakyat, hidupnya menyatu dengan masyarakat, menjalankan tugas dengan taat.". Pemimpin abdi dapat memberikan kesejukan baik dalam berpikir, melihat, berkata dan sebagainya. Ini juga disebut pemimpin sejati yang bekriteria sepenuh hati sepanjang hidupnya.
B. Pemimpin Acah
Pemimpin Acah ialah pemimpin yang tidak punya pendirian, yang selalu resah, gelisah dan tidak memiliki rasa percaya diri. Pemimpin seperti itu digambarkan dalam ungkapan "Pemimpin Acah bagaikan pancang di dalam bencah, tegak tak kokoh, berdiri goyah, digoyang sedikit ia berpindah, bila memimpin rakyatnya jadi susah." Dalam ungkapan mengatakan "Sebarang bekerja ia berkacah-kacah. Duduk resah tegak gelisah. Kerja tak betul laku tak semenggah. Ke sana mengaca ke sini mengacuh. Badan penat kerja tak sudah. Orang benci tertampak Marwah. Hidup dikampung ada faedah."
C. Pemimpin Acu   Â
Yang disebut pemimpin acu ialah pemimpin yang kokoh, teguh, komitmen dalam menjalankan acuan yang berlaku. Dalam ungkapan "Kepada Syara' ia bertumpu, kepada adat ia mengacu".
D. Pemimpin Adata
Pemimpin adat ialah memimpin sesuai dengan norma-norma adat dan hidup beradat. Pemimpin seperti ini dianggap terpuji, karena sudah benar-benar memahami dan menghayati serta mengamalkan nilai-nilai luhur agama dan adat istiadat serta norma-norma sosial masyarakatnya.
E. Pemimpin Adil
Pemimpin adil ialah pemimpin yang sudah sesuai dengan norma-norma agama, adat istiadat serta dapat diterima oleh masyarakat setempat. Dalam tradisi melayu, keadilan sangat dijunjung tinggi, terutama keadilan yang merata.
F. Pemimpin Agok
Pemimpin agok hampir sama dengan pemimpin acah.
G. Pemimpin Agal
Pemimpin agal ialah pemimpin yang suka "mengagul" (meghantuk, melaga) antara satu dengan yang lainnya, memfitnah dan memecah belah masyarakatnya.
Di dalam budaya Melayu amatlah ia memantangkan sikap memecah belah, merusak kerukunan dan merenggangkan kesatuan umat.
H. Pemimpin Ajun
Pemimpin yang hanya suka "mengajun" (mengatur) orang sedangkan dirinya tidak mampu berbuat apa-apa. Dalam masyarakat Melayu dikatakan "apabila pemimpin yang suka mengajun, tidak akan kekal sampai setahun" atau dikatakan "apabila pemimpin banyak ajunnya, alamat memimpin tidak akan lama".
Masyarakat Melayu dalam tradisinya yang sudah turun temurun sehingga hari ini dapat mengambil contoh, bahwa pemimpin yang sangat selektif, karena denga nadanya pemimpin yang ideal itu didambakan oleh masyarakat Melayu. Sebab pemimpin itu ialah "didahulukan selangkah, ditinggikan seranting, diberikan amanah dan petuah, diberikan kepercayaan dan kuasa, supaya bercakap lidahnya masin, supaya melanggang tidak terpepas, supaya melangkah tidak terhalang.
Jadi bila hendak menjadi dan memilih pemimpin hendaknya memilih pemimpin yang "beriman dan kepada agama Islam, terhindar dari akal yang tidak senono atau amoral, taatnya tidak berbagi-bagi, setianya tiidak berparoh hati, tabah bersusah, mau berugi, teguh kokoh memegang janji, duduk memangku telaga budi."
Ditulis oleh : M Ikhsan Saputra, Dr. Sarwadi M.Pd.I
Hamdy. (1999). Islam dan Masyarakat Melayu Riau Pekanbaru. UIR Press, 207.
Hamdy. (2000). Masyarakat Adat Kuantan Singingi. UIR Press Pekanbaru, 147.
Juswandi. (2012). Pemimpin yang Ideal dalam Masyarakat Melayu. Jurnal Ilmu Budaya, 49.
M.Ag, H. A. (2020, Juni 25). Diambil kembali dari MUI Bangka Bengkalis: https://muibengkalis.or.id/web/detailberita/11/pemimpin-dalam-persfektif-orang-melayu-bagian-1