Fenomena seperti ini semua orang sudah tahu, sialnya dilegitimasi oleh semua. Menyedihkan? Ya tentu saja sangat menyedihkan.
Lalu mengapa ini bisa terjadi? Apakah karena prilaku politisi, Makelar, ataukah masyarakat? Atau jangan-jangan penyelenggara PEMILU juga bagian dari budaya ini? Atau ini terjadi karena Pendidikan politik yang seharusnya kewajiban Partai politik tidak jalan?
Atau kita harus menyalahkan pemerintah? (opsi ini hanya sebatas pertanyaan, bukan pernyataan, takut saya...!)
Tidak ada resume untuk menunjuk siapa yang salah.
Dugaan sementara mengapa fenomena ini terjadi adalah "karena Tuhan tidak benar-benar dilibatkan dalam perpolitikan"
Pernyataan percaya dan bertaqwa kepadaTuhan yang Maha Esa, hanya selembar kertas yang dibubuhi tanda tangan di atas materai Rp. 10.000,-  (Kalau di warung harganya Rp. 12.000,- jadi mending beli di Kantor POS saja, harganya tetep Sepuluh Ribu .... Halllah  apa ini???)
Tapi tidak melibatkan Tuhan ini juga masih sebatas dugaan dan belum bisa disebut sebagai kesimpulan, sebab memilih dan mendefinisikan Tuhan saja kita masih pada selera masing-masing.
Wallahul Muwafiq ila Aqwamit Thoriq
Wassalamu'alaikum Warohmatullai Wabarokaatuh!
(Biar diaku NU)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H