Mohon tunggu...
Julak Ikhlas
Julak Ikhlas Mohon Tunggu... Guru - Peminat Sejarah dan Fiksi

Julak Anum - Menulis adalah katarsis dari segenap sunyi. IG: https://www.instagram.com/ikhlas017 | FB: https://web.facebook.com/ikhlas.elqasr | Youtube: https://www.youtube.com/c/ikhlaselqasr

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pesta

21 Februari 2019   22:58 Diperbarui: 21 Februari 2019   23:03 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: pixabay.com

Sinar mentari pagi menembus jendela kamarku. Hangat, tapi sinarnya menyilaukan mata, memaksaku untuk membuka mata dan beranjak dari tempat tidur. Membuka pintu kamar, tiba-tiba bau tak sedap masuk ke dalam indra penciumanku.

"Ah ... Sampah itu, aku harus segera membuangnya."

Setelah mandi, aku segera memakai celana hitam dan kemeja putih serta dasi hitam putih bergaris layaknya pegawai kantoran. Sebelum menaiki mobil, kuangkut sampah itu dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil. Mesin mobil telah hidup dan siap melaju menuju ke tempat kerja.

Jalanan sepi ketika mobil memasuki hutan, aku bergegas memarkirkan mobil, membuka bagasi sambil memperhatikan di sekitar, apakah ada orang atau tidak? setelah dirasa aman, kuseret sampah itu masuk ke dalam hutan agar tidak terlihat dari jalan kemudian membuangnya.

"Beres ... Rani, selamat tinggal," ucapku lirih, tak terasa bulir bening menetes dari sudut mataku sambil beranjak pergi.

Di perjalanan, ingatan tentang Rani masih saja membekas di pikiranku, tentang malam yang begitu menggairahkan, tentang kepuasan menikmati batang tubuhnya yang ranum itu. Namun, aku menyesal, seharusnya aku membuat tubuhnya lebih awet dan tidak akan membusuk terlalu cepat.

***

"Gimana mas Andre, jadi ikut kumpul bareng kita nanti malam?" tanya Farah yang kubalas dengan anggukan, tersirat hasrat.

"Eh, gimana kalau kumpulnya di rumah saya saja? Tenang, di rumah gak ada siapa-siapa kok," pintaku, naluriku seolah memintanya

"Iya boleh tuh," jawab Gilang.

"Setuju," sahut Farah, Sutik, Deni dan Riska serentak.

***

Malam mulai menimpa bumi dengan kegelapannya, begitupun hasratku menimpa kepala dengan rencana kejinya. Makanan serta minuman telah aku siapkan, tinggal menunggu Gilang dan kawan-kawan datang.

"Sutik, kamu cantik sekali malam ini, oya mana yang lain?" tanyaku.

"Tau tuh, macet kali," jawab Sutik agak acuh, padahal sudah kupuji.

"Nah Tuh mereka," ucap Sutik.

"Hai semuanya," sapa Farah dan diikuti lambaian tangan dari Deni, gilang dan Riska.

"Kalau begitu ngobrolnya nanti saja, kita makan-makan dulu ya, sudah saya siapkan, nanti keburu dingin."

"Oke deh, ayo!" sahut Riska yang memang senang makan.

"Siap, Gembul!" ejek Farah sambil tertawa.

"Silahkan dinikmati hidangan spesial dari saya."

"Selamat makan."

Malam ini adalah malam yang mengasyikkan bagiku, tak terasa Riska terlebih dahulu tumbang meregang nyawa diikut Gilang, Deni dan Farah.

"Tak bisakah kalian temani aku lebih lama lagi?" rutukku pada Sutik yang sekarat dengan tatapan mata yang menunjukkan kemarahan sampai tidak menutup lagi hingga ajalnya.

"Setidaknya, habiskan dulu makanan yang kubuatkan untuk kalian."

"Tapi, ya ... aku mengerti, mungkin sudah saatnya kalian istirahat," ucapku lirih berbisik.

Aku termenung memikirkan bagaimana bisa mereka tidur begitu cepat, Padahal kami baru saja memulai obrolan. Tak berapa lama, tawaku pecah tak tertahankan, menggema seisi rumah. Entah hal lucu apa yang membuatku tertawa, tapi yang jelas aku merasakan kepuasan. Kemudian ada sesuatu yang menarik perhatianku, aku beranjak dari tempat dudukku dan berjalan mendekatinya.

"Heh ... Racun itu, sungguh racun yang tepat untuk tikus hina seperti kalian." Aku tersenyum puas melihat mulut mereka yang penuh buih berwarna putih

"Malam ini, aku pesta ...."

Selesai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun