Mohon tunggu...
Ikhda Fitriyanti
Ikhda Fitriyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembelian Suatu Barang dengan Pembayaran Cicilan Syariah

29 Juni 2022   17:30 Diperbarui: 29 Juni 2022   17:38 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkembangan Ekonomi Syariah

Kemajuan ekonomi syariah di Indonesia menunjukkan kemajuan yang patut disyukuri dan diapresiasi. Peningkatan ini tidak hanya ditemukan pada tingkat pembicaraan pengaturan hipotetis, namun telah muncul pada tingkat praktis yang lebih membumi. 

Pada tingkat pembicaraan, kami menemukan banyak pertimbangan moneter Islam yang dibuat oleh para ahli. Saat ini kami merasakan bagaimana aspek keuangan Islam telah berubah menjadi 'menara gading' serta menjadi lebih membumi dan lebih tepat. Prospek fiqh muamalah misalnya, pada dasarnya sudah mulai ditumbuhkan sesuai dengan isu-isu riil kontemporer. 

Bahkan pemikiran fiqh muamalah yang diciptakan oleh para peneliti telah disesuaikan dengan cara menjadi sebuah fatwa. Fatwa yang diberikan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) telah berubah menjadi 'pembantu yang wajar' bagi masyarakat umum dalam bermuamalah sesuai syariah. 

Kemajuan ide moneter Islam juga ditemukan dalam pekerjaan untuk melacak pentingnya ekonomi mutakhir. Saat ini kami menelusuri banyak buku yang mensurvei hubungan antara masalah keuangan saat ini dan aspek keuangan Islam. Pemikiran para sarjana moneter Islam dituangkan dalam setting yang lebih pionir. 

Misalnya Abu Yusuf yang memulai tugas dan tanggung jawab otoritas publik terhadap perekonomian. Selanjutnya, pemikiran Ibnu Taimiyah membahas tentang strategi moneter, khususnya yang berkaitan dengan sumber pendapatan dan peruntukan konsumsi moneter negara. Kondisi ini semakin menegaskan bahwa aspek keuangan syariah tidak hanya bisa dibedakan dengan bank syariah, tetapi juga mencakup ekonomi makro, ekonomi mikro, strategi terkait uang, pengaturan moneter, dukungan publik hingga perputaran uang. 

Sementara itu, pada tingkat fungsional, kemajuan organisasi moneter publik Islam berkembang pesat. Di bidang keuangan, misalnya, hingga Oktober 2018, jumlah Bank Umum Syariah telah mencapai 14 dengan sumber daya lengkap 304.292 miliar rupiah. 

Dengan berkembangnya ekonomi syariah di Indonesia, maka terjadi pula kemajuan dalam siklus atau teknik angsuran, pada bagian-bagian tertentu. Jika Anda menginginkan cadangan dengan cepat dan tidak terjebak dalam siklus yang terlalu merepotkan, tentu menganggap pujian di bank bisa menjadi jawaban. 

Kantor ini tidak hanya tersedia di bank tradisional, tetapi juga di bank syariah yang disebut kredit syariah. Dalam peraturan Islam, diterima bahwa semua jenis bunga adalah riba dan akibatnya ditolak atau haram. 

Oleh karena itu, uang muka dari bank syariah atau kredit syariah adalah jalan untuk mendapatkan uang tunai yang terbebas dari riba. Dengan tujuan agar regulasi kartu kredit syariah dicanangkan halal. Pada kenyataannya yang membedakan porsi reguler dari porsi syariah adalah adanya akad yang menggunakan akad murabahah. Itu adalah kontrak keterusterangan manfaat dan label harga antara pedagang dan pembeli. 

Pengertian Murabahah

Murabahah merupakan salah satu jenis akad yang tercantum dalam syariah Islam, dengan menetapkan kedua buah harga menjadi harga jual yakni harga produksi serta keuntungan dengan diketahui dan disetujui oleh pembeli. Sehingga dalam akad ini terjadi transparansi harga dari penjual terhadap pembeli. 

Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan Fatwa dengan nomer 04/DSN-MUI/2000 terkait murabahah merupakan kesepakatan penjualan sebuah produk dengan menerangkan harga beli kepada pembeli, dan pembeli mampu menawar dengan harga yang lebih tinggi sebagai keuntungan yang akan diperoleh penjual. 

Adapun dasar hukum murabahah adalah Al-Qur'an surah An-Nisa ayat 29, Al-Ma'idah ayat 1, Al-Baqarah ayat 275, dan Al-Baqarah ayat 280. Adapun rukum murabahah yang wajib dipenuhi sebelum terjadinya akad ini yakni penjual, sebuah produk atau jasa sebagai obyek jual beli, pembeli, harga, dan ijab qobul.

Contoh Kasus

Mardi merupakan pengusaha yang berencana membeli sebuah properti dalam bentuk rumah milik Narji, pemilik rumah menerangkan jika harga beli dari properti tersebut yaitu sebesar Rp 250 juta dan beliau berencana menjualnya di angka Rp 400 juta, adapun keuntungan yang beliau dapatkan sebesar Rp 150 juta. 

Namun Mardi mengajukan penawaran untuk mengurangi keuntungan Narji hingga hanya sebesar Rp 120 juta, kemudian Narji menerima tawaran tersebut dan dicapailah kesepakatan bersama dengan harga murabahah properti tersebut sebesar Rp 370 juta dengan angsuran perbulannya sebesar Rp 10,2 juta selama 3 tahun.

 Jenis Jenis Murabahah

Terdapat 2 jenis dari murabahah itu sendiri sebagaimana diterangkan dalam tulisan dibawah ini. 

Murabahah dengan Pesanan Jenis murabahah yang utama adalah murabahah berdasarkan permintaan. Penukaran murabahah dengan order dilakukan setelah barang yang diminta pembeli diakuisisi oleh dealer. Jadi plot akad murabahah adalah pembeli mengatur produknya terlebih dahulu. Kemudian pedagang menyerahkan atau membeli dari penyedia, kemudian menawarkan kepada pembeli dengan biaya yang lugas. 

Murabahah Tanpa Pesanan Jenis murabahah berikut adalah murabahah tanpa perintah. Perjanjian semacam ini adalah pertukaran murabahah yang diselesaikan secara langsung tanpa harus menunggu lama untuk permintaan barang dagangan, dengan alasan barang tersebut sudah dapat diakses saat ini.

Keunggulan Akad Murabahah

Transaksi murabahah memiliki berbagai keunggulan. Adapun keunggulan murabahah adalah di bawah ini. 

Transaksi Murabahah Lebih Transparan Skema transaksi yang digunakan pada akad murabahah yakni pedagang atau penjual memberikan harga produksi dan menawarkan kesepatakan keuntungan yang akan diterimanya kepada pembeli. 

Mengutamakan Kepentingan Dua Pihak Akad mubahah mengutamakan kedua belah pihak, jadi tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan. Dikarenakan terjadi kesepakatan terkait laba penjual sehingga kedua pihak dapat mengukur keuntungan yang pantas diperoleh penjual dan pembeli mendapatkan harga yang tepat. 

Menggunakan Sistem Balas Jasa, Bukan Bunga Akad murabahah menerapkan sistem balas jasa dan bukan menggunakan sistem bunga sehingga ketika dijual dengan harga yang lebih tinggi jika menggunakan skema cicilan sudah sesuai dengan kesepakatan bersama pembeli. 

Keuntungan Bisa Dinegosiasikan Penjual akan mendapatkan keuntungan dari hasil negosiasi pembeli, dalam akad murabahah harga produksi diketahui oleh pembeli, namun apabila pembeli tidak keberatan dengan harga jualnya yakni harga produksi dan harga balas jasa maka kesepakatan dapat tercapai, dan begitu pula kebalikannya, jika penjual merasa tidak puas dengan besaran laba yang diusulkan oleh pembeli, keduanya dapat melanjutkan diskusi sampai mendapat kesepakatan harga bersama. 

Angsuran Dibayar Sesuai Kesepakatan Dalam akad murabahah tidak hanya menyepakati transparansi harga, melainkan pembayaran secara cicilan pun juga disepakati bersama. Kedua belah pihak dapat menyepakati besaran biaya cicilan serta jangka waktunya secara bersama sama. 

Bisa Digunakan untuk Kegiatan Konsumtif dan Produktif Kemudian keunggulan akad murabahah yang terakhir yakni bisa diterapkan untuk kegiatan produktif ataupun kegiatan konsumtif. 

Perbedaan Kredit Syariah dan Konvensional

Perbedaan paling mendasar, yang menjadi pokok syariat adalah ketiadaan suku bunga. Jika bank konvensional menerapkan suku bunga pasar---baik mengambang maupun tetap---lembaga pembiayaan syariah hanya mengenal sistem bagi hasil. Dengan sistem tersebut, keuntungan bagi bank atau lembaga pembiayaan ditetapkan di awal melalui standar yang telah disiapkan bank atau lembaga pembiayaan bersangkutan. 

Maka dari itu, karena tidak bertaut dengan sistem suku bunga, kredit jenis syariah menerapkan cicilan yang besarnya sama sejak awal akad hingga akhir masa kredit. 

Sedangkan bank konvensional, khususnya dengan suku bunga mengambang, akan memperoleh cicilan yang jumlahnya fluktuatif. Kemudian, bank konvensional biasa menerapkan denda pada nasabah yang terlambat menyetor cicilan, hal ini berbeda dari kredit jenis syariah. Jika nasabah telat membayar, bank akan menarik sejumlah uang atas keterlambatan yang akan disumbangkan kepada lembaga sosial. 

Terakhir, dalam urusan risiko, kredit jenis syariah menerapkan hal berbeda pula dari kredit konvensional. Jika nasabah syariah tidak dapat mengembalikan pinjaman karena usahanya tidak berjalan mulus, pemilik modal akan ikut menanggung sebagian kerugian. Sementara di bank konvensional, nasabah menanggung seluruh risiko kegagalan. 

Demikian penjelasan ringkas mengenai kredit syariah. Jika Anda merasa lebih cocok dengan skema bagi hasil dan merasa sistem suku bunga sudah tak lagi memadai, cobalah skema pembiayaan syariah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun