Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... Insinyur - Swasta

Orang biasa yang suka kemajuan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gempa Politik Pasca Pencoblosan Pilpres 2024

24 Februari 2024   13:44 Diperbarui: 24 Februari 2024   13:44 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bahwa hasil quick count (hitung cepat) yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survey bukan merupakan hasil resmi penyelenggara pemilu.
Penetapan rekapitulasi suara Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif 2024 dilakukan paling lambat 20 Maret 2024 baik secara digital (Sirekap KPU) maupun perhitungan manual form C.

Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017, hitung cepat hasil pemilu baru boleh dilakukan 2 jam setelah pemungutan suara tanggal 14 Pebruari 2024 di wilayah Indonesia bagian barat.

Yang mengejutkan adalah begitu hitung cepat mulai tayang di sejumlah televisi menunjukkan perolehan suara diluar perkiraan lembaga survey.
Pasangan 02 memperoleh 58%, pasangan 01 memperoleh 24% dan pasangan 03 memperoleh suara 16%.

Mengapa perolehan suara pasangan 02 begitu fantastis dan hampir menyapu bersih menang di 38 provinsi seluruh Indonesia?

Berikut data pembanding hasil survey elektabilitas sebelum pencoblosan:

Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 10-11 Januari 2024
Prabowo-Gibran 47,0 persen
Anies-Muhaimin 23,2 persen
Ganjar-Mahfud 21,7 persen
 
Charta Politika pada 4-11 Januari 2024
Prabowo-Gibran 42,2 persen
Ganjar-Mahfud 28 persen
Anies-Muhaimin 26,7 persen

Populi Center pada 27 Januari-3 Februari 2024
Prabowo-Gibran 52,5 persen
Anies-Muhaimin 22,1 persen
Ganjar-Mahfud 16,9 persen

Mari kita coba menganalisa dari hasil pilpres 2019.
Berdasarkan penetapan hasil perolehan suara KPU untuk kemenangan pasangan Jokowi-Maruf sebesar 55,50 persen atau 85.607.362 pemilih.

Sementara perolehan suara Prabowo-Sandi sebanyak 68.650.239 atau 44,50 persen. Selisih suara kedua pasangan mencapai 16.957.123 atau 11 persen.

Kemenangan Jokowi naik dari 53,15 persen di pilpres 2014 menjadi 55,50 persen di pilpres 2019. Kurang lebih naik 2,35% dari rival yang sama, Prabowo.

Jika asumsi pada kontestasi pilpres 2024 konstituen Prabowo ada irisan dengan konstituen Anies sama rata, maka baik Prabowo maupun Anies sama-sama memiliki modal suara  22,25% (dari jumlah pemilih 2019).

Jika asumsi 30% pemilih Jokowi 2019 (berdasarkan komposisi relawan Jokowi 2024) mendukung Prabowo maka ada tambahan 30% x 55,50% = 16,55%.
Jika dijumlah dengan modal dasar suara Prabowo 2019 setelah berbagi dengan Anies maka menjadi 22,25% + 16,55% = 38,9%.

Bagaimana dengan Ganjar?
Jika asumsi 70% pemilih Jokowi 2019 mendukung Ganjar maka modal suara Ganjar adalah 70% x 55,50% = 38,85%.

Jika angka modal suara tersebut disandingkan maka pertarungan sangat berpeluang terjadi putaran kedua antara Prabowo vs Ganjar sesuai dengan survey elektabilitas sejak akhir 2021 hingga Januari 2024.

Sejak Desember 2023 sejumlah lembaga survey "menciptakan" elektabilitas Ganjar di nomor 3 semacam pengkondisian membangun persepsi publik. Padahal 5 forum debat capres cawapres selalu mengunggulkan Ganjar Mahfud teratas.

Dalam forum debat capres cawapres tersebut, 4 kali terlihat pasangan 01 menyerang pasangan 02. Hingga Jokowi bereaksi mengomentari agar debat tidak menyerang personal.
Belakangan pada debat ke-5 (terakhir) pasangan 01 malah memuji pasangan 02 tak lagi melakukan strategi offensif. Dilain pihak pernyataan penutup (closing statement) pasangan 03 yang "mengulang" pernyataan Jokowi saat debat pilpres 2019 dianggap menyerang pasangan 02.

Kenaikan perolehan suara Anis dari modal dasar suara 22,25% menjadi 25,30% dari jumlah pemilih 2024 berdasarkan hasil hitung cepat lembaga survey LSI yang sudah 100% per 16 Pebruari 2024 tentu masih wajar.

Yang tidak wajar adalah modal dasar suara Prabowo dari 38,9% terdongkrak suara fantastis 18,56% menjadi 57,46% berdasarkan hasil hitung cepat lembaga survey LSI yang sudah 100% per 16 Pebruari 2024.

Sementara modal dasar suara Ganjar dari 38,85% menguap 21,62% menjadi tersisa 17,23%.
Artinya suara Ganjar bermigrasi 3,06% (kurang lebih 6,2 juta) ke Anies dan 18,56% (kurang lebih 38 juta) ke Prabowo.

Untuk diketahui Daftar Pemilih Tetap Pemilu 2024 sebesar 204.807.222 orang.

Jika asumsi kita adalah rakyat sebagai pemilih cerdas dan rasional bagaimana mungkin hanya dalam hitungan 3 hari (masa tenang) pasca debat terakhir 38 juta pemilih bisa mengubah pilihan?

Pertanyaannya bukan "Apakah kita percaya hasil quick count? Tapi mengapa perolehan suara quick count Ganjar Mahfud hanya nomor 3? Apakah kita percaya suara Ganjar Mahfud hanya 16-17%?

https://www.kompasiana.com/iketutgunaartha2116/65ce0203de948f71cf4988d2/ganjar-digergaji-luar-dalam?page=2&page_images=1

Aksi protes kemudian bermunculan bak "gempa tremor politik". Guncangan politik pasca pencoblosan ini mulai terjadi secara berulang pertanda bahwa ada aktifitas "pergolakan" menunggu ledakan dasyat terjadinya people power.

Aksi protes ini dilakukan baik oleh yang terafiliasi dengan pasangan 01 maupun pasangan 03 serta gerakan civil society lainnya dimulai dari protes untuk menghentikan tayangan hitung cepat di televisi.

Sebagai orang yang pernah memimpin panitia kerja (panja) dan komisi DPR RI, capres Ganjar Pranowo kemudian menggulirkan usulan agar DPR menggunakan hak angket kepada partai pengusung capres cawapres Ganjar Mahfud dalam rapat kordinasi Tim Pemenangan Nasional (TPN) pada 15 Pebruari 2024.

Kemudian pada tanggal 16 Pebruari 2024, terjadi aksi unjuk rasa mengatasnamakan diri Kelompok Masyarakat Sipil Peduli Demokrasi dan Pemilu di KPU yang menilai Pemilu 2024 sarat akan kecurangan.

Forum Relawan Ganjar pada tanggal 18 Pebruari 2024 membacakan Petisi Brawijaya yang isinya menolak hasil pemilihan presiden dan wakil presiden yang diwarnai dengan kecurangan, meminta kepada KPU melaksanakan pemilihan ulang secara jurdil, khususnya pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2024-2029 dengan mengganti komisioner KPU dan Bawaslu yang ada saat ini.

Pada tanggal 19 Pebruari 2024, sejumlah massa kembali berdemonstrasi di depan Gedung KPU. Massa berasal dari Aliansi Masyarakat Selamatkan Demokrasi Indonesia yang menolak kecurangan pemilu.

Pada tanggal 21 Pebruari 2024, Organisasi Poros Buruh Nasional melakukan aksi unjuk rasa memprotes Pemilu 2024 yang disebut terjadi banyak dugaan kecurangan.

Pada tanggal 23 Pebruari 2024 kembali KPU digeruduk aksi unjuk rasa. Mereka menyatakan Pemilu 2024 diwarnai kecurangan, KPU dianggap tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Pendemo juga menolak praktik dinasti politik Joko Widodo.

Episentrum kekacauan penyelenggaraan pemilu 2024 dinilai berpusat di istana yang mengarah kepada sosok Jokowi. "Cawe-cawe" Jokowi dinilai terlalu jauh dalam etik menjaga dan merawat nilai-nilai demokrasi yang diperjuangkan Reformasi 1998.

Mengintervensi kekuasaan hukum (Mahkamah Konstitusi), memanfaatkan Aparatur Sipil Negara (termasuk TNI Polri), menggunakan fasilitas negara untuk kampanye (disamarkan dengan kunjungan kerja presiden),  politisasi bansos yang bersumber dari APBN.

Dalih bantuan beras program El Nino malah menciptakan kelangkaan beras di pasar dan mahalnya harga saat ini. Mengapa? Karena saat masa kampanye sejak Desember 2023 - Pebruari 2024, Jokowi gencar membagikan beras (gratis) kepada masyarakat.

Akibat tingginya distribusi beras yang tidak normal sejak Desember hingga sebelum pencoblosan 14 Pebruari 2024 sehingga menimbulkan kelangkaan stok beras dan harga melambung di pasar saat ini.

Maka setelah operasi memenangkan anaknya (pasangan 02), pemerintah Jokowi melakukan operasi pasar beras "murah" dengan membiarkan rakyat miskin antre seperti terlihat dan diberitakan di televisi dan media sosial.

Sebelum pemilu beras gratis yang menjemput masyarakat. Setelah pemilu masyarakat yang mengantre untuk mendapatkan beras murah. Bisa dibedakan, bukan?

Pertanyaannya adalah hingga kapan ini bisa dikendalikan? Karena program pemerintah itu butuh dukungan politik (DPR RI).
Jika sejumlah partai merasa dirugikan akibat penyelenggaraan pemilu 2024 yang kotor, apakah partai di DPR RI akan tetap mendukung program pemerintah Jokowi hingga Oktober 2024?

Hak angket baru bisa diusulkan secara resmi pada awal Maret mendatang usai masa reses DPR RI.
Jika digabungkan antara partai pengusung pasangan 03 dan pasangan 01, hak angket telah memenuhi syarat untuk direalisasikan. Total jumlah kursi dari lima partai tersebut telah melewati 50 persen kursi DPR.

Berikut komposisi DPR RI 2019-2024:

Pengusung pasangan 01
Nasdem suara 9,05% kursi DPR 10,28%
PKS suara 8,21% kursi DPR 8,54%
PKB suara 9,69% kursi DPR 10,10%
Total = 28,92% kursi

Pengusung pasangan 02
Gerindra suara 12,57% kursi DPR 13,59%
Golkar suara 12,31% kursi DPR 14,81%
PAN suara 6,84% kursi DPR 7,67%
Demokrat suara 7,77% kursi DPR 9,41%
Total = 45,48% kursi

Pengusung pasangan 03
PDI Perjuangan memiliki suara 19,33% dan kursi 22,3%
PPP suara 4,52% kursi DPR 3,31%
Total = 25,61% kursi

Jika pengusung pasangan 03 pimpinan PDI Perjuangan dan pasangan 01 pimpinan Nasdem bersatu melihat penyelenggaraan pemilu 2024 bermasalah maka syarat DPR RI menggunakan Hak Angket terpenuhi 28,92 + 25,61 = 54,53%.

Tentu ini baru terpenuhinya syarat administratif, dinamikanya akan teruji dari masing-masing pimpinan parpol melihat seberapa urgennya menggunakan hak angket untuk kepentingan menyelamatkan demokrasi.

Faktor lainnya yang tak kalah penting adalah gerakan ekstra parlementer, gerakan civil society secara organik yang menolak hasil pemilu curang. Apakah seperti bola salju yang meleleh ditengah jalan ataukah bagai peluru tak terkendali?
Maka masih sulit memperkirakan apakah akan terjadi gempa yang hebat hingga akhir masa jabatan presiden Jokowi Oktober 2024.

Sebagaimana kita ketahui Presiden Jokowi sangat lihai dalam melakukan aksi politiknya yang sulit ditebak. Sebelum huru-hara putusan MK soal syarat cawapres, Jokowi sempat bertemu Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/10/2023).

Pertemuan ini bersamaan dengan penahanan salah satu kader Partai Nasdem Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas sangkaan terkait kasus rasuah di Kementerian Pertanian (Kementan) setelah ditangkap pada Kamis (12/10/2023). KPK menduga ada uang ilegal dari Limpo yang mengalir ke Nasdem.

Lalu Surya Paloh bertekuk lutut menteri dari partainya harus diganti. Presiden Jokowi  resmi melantik Amran Sulaiman sebagai Menteri Pertanian menggantikan Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Istana Negara, Jakarta (25/10/2023).

Kita lihat nanti bagaimana akhir perkembangan kasus SYL yang baru akan menjalani sidang perdana pada 28 Pebruari 2024 di Pengadilan Tipikor Jakarta.

SYL didakwa menerima gratifikasi Rp 44,5 miliar dan juga dijerat pasal dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). KPK menduga SYL menerima USD 4.000-10.000 per bulan dari para bawahannya.

Amran Sulaiman dinilai tidak berhasil sebagai Menteri Pertanian di periode pertama 2014-2019. Lalu mengapa diangkat kembali oleh Presiden Jokowi?

Apakah suatu kebetulan karena sama-sama tokoh Sulawesi Selatan? Tentu bukan hanya soal primordial, tapi dengan pertimbangan cermat Jokowi untuk "menggergaji" pengaruh Jusuf Kalla di Sulawesi Selatan, Barat, Tenggara yang terafiliasi mendukung pasangan 01.
Pertimbangan lainnya diduga untuk melancarkan operasi bagi gratis bansos beras jelang pemilu.

Sikap Nasdem (Surya Paloh) pun masih kita uji melihat gelombang aksi unjuk rasa pasca pencoblosan 14 Pebruari 2024. Keberpihakannya ada dimana? Karena Presiden Jokowi kembali mengundang Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh pada Minggu (18/2/2024). Pertemuan tersebut telah diakui oleh kedua pihak.

"Memang ada pertemuan dan itu akan sangat bermanfaat bagi perpolitikan kita, bagi negara kita," Jokowi, Senin (19/2/2024).

"Kita akan mengikuti terus progres daripada perjalanan pemilu kita pada apa yang kita lalui sampai pada tahap hari ini dan kami menegaskan, kami ikuti secara resmi sampai pengumuman resmi KPU," Paloh (23/2/2024).

Pernyataan keduanya seakan menetralisir keadaan untuk menyerahkan sepenuhnya kepada KPU. Padahal ruang untuk menggunakan Hak Angket di DPR RI tersedia sebagai upaya politik secara konstitusional.

Ketegasan menyikapi penyelenggaraan pemilu 2024 berbeda dilakukan oleh Ganjar Pranowo dan partai pengusungnya.

Ganjar menegaskan bahwa ketelanjangan dugaan kecurangan Pilpres 2024 tidak boleh didiamkan begitu saja oleh DPR, terlepas apa pun kepentingan politik dan dukungan pada paslon tertentu.

"Kalau ketelanjangan dugaan kecurangan didiamkan, maka fungsi kontrol enggak ada. Yang begini ini mesti diselidiki, dibikin pansus (panitia khusus), minimum DPR sidang, panggil, uji petik lapangan," Ganjar Pranowo.

Kemudian PDI Perjuangan melayangkan surat kepada KPU tertanggal 20 Pebruari 2024 yang menyatakan secara tegas menolak penggunaan Sirekap dalam proses rekapitulasi penghitungan perolehan suara hasil Pemilu 2024 di seluruh jenjang tingkatan pleno.

Meminta audit forensik digital atas penggunaan alat bantu Sirekap dalam penyelenggaraan Pemilu 2024, kemudian membuka hasil audit forensik tersebut kepada masyarakat/ publik sebagai bentuk pertanggungjawaban KPU dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

Jika Hak Angket DPR RI yang konstitusional gagal terwujud lalu masihkan berharap keadilan atas gugatan sengketa pemilu di MK yang Ketua MK nya telah terbukti pernah divonis melakukan pelanggaran etik berat?

MK akan mulai menerima gugatan sengketa pemilu, perkara hasil pemilihan umum (PHPU) setelah KPU mengumumkan hasil rekapitulasi nasional Pemilu dan Pilpres 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun