Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... Insinyur - Swasta

Orang biasa yang suka kemajuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

1 Suro: Penghormatan Akulturasi Budaya dan Agama

30 Juli 2022   16:48 Diperbarui: 1 Agustus 2022   01:41 1143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mataram Islam pun akhirnya harus pecah menjadi dua wilayah kekuasaan. Peristiwa ini terjadi saat Kesultanan dipimpin oleh Amangkurat I yang bergelar Sri Susuhunan Amangkurat Agung. Pada jamannya, Keraton Mataram dipindah dari Karta yang berada di barat daya Kota Gede, ke Plered (kini Pleret, Bantul) di tahun 1647.

Perebutan kekuasaan antar keluarga yang merasa paling berhak atas tahta akhirnya menimbulkan perang saudara dan harus diselesaikan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755 yang membagi kerajaan Mataram Islam menjadi dua bagian yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta.

Setelah Perjanjian Giyanti ditandatangani, maka Pangeran Mangkubumi pun mendapat setengah wilayah Mataram Islam yang kemudian memunculkan kerajaan baru bernama Kasultanan Ngayogyakarta  Hadiningrat. Pangeran Mangkubumi lalu mendeklarasikan sebagai raja dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwana I. Dan bagian setengahnya menjadi Kesunanan Surakarta Hadiningrat dengan Pakubuwono III sebagai raja.

Ketika para pendiri bangsa bertekad membangun Indonesia Raya dalam pondasi Pancasila maka semboyan 'Bhinneka Tunggal Ika' diusulkan pertama kali oleh Mohammad Yamin pada sidang BPUPKI.

Kemudian, Sukarno juga mengusulkan semboyan ini saat lambang negara Indonesia, yakni Burung Garuda Pancasila rancangan Sultan Hamid II yang terinspirasi dari relief Garudeya Candi Kidal.

Dalam konteks Indonesia, makna Bhinneka Tunggal Ika saat ini ditekankan pada berbagai aspek, tidak hanya keberagaman agama, tetapi juga mencakup keanekaragaman suku, budaya dan bahasa yang harus kita syukuri sebagai anugerah Tuhan.

Oleh karena itu walaupun kita berbeda dalam pilihan politik, keberagaman suku, budaya, agama, ras dan bahasa daerah seharusnya menjadikan kita tetap kokoh dalam persatuan dan tidak menjadikan hambatan untuk bersama membangun Indonesia maju.

Sekilas tentang Kalender

Berdasarkan catatan dalam Mahabharata, dengan memperhitungkan posisi benda langit, menggunakan sistem kalender, bahkan sampai melakukan analisis radiokarbon maka analisa yang paling mendekati dengan penanda memasuki jaman Kaliyuga adalah analisa Shri P.V. Holey bahwa perang Bharatayuda di Kurukshetra, India diperkirakan terjadi tanggal 13 Nopember tahun 3143 SM.

Menurut Surya Siddhanta (kitab ilmu astronomis yang menjadi dasar perhitungan Kalender Hindu dan Buddha), jaman Kaliyuga dimulai pada tanggal 18 Februari 3102 SM menurut perhitungan kalender Julian, atau tanggal 23 Januari 3102 SM menurut perhitungan kalender Gregorian, yang mana pada saat tersebut diyakini oleh umat Hindu sebagai waktu meninggalnya Sri Kresna pasca perang Bharatayuda dan dimulainya Dinasti Kuru (Pandawa) dilanjutkan oleh Parikesit.

Pasca kemunduran Kerajaaan Kuru yang dipimpin keturunan Parikesit (cucu Arjuna) kerajaan yang masih kuat di India kuno saat itu adalah Magadha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun