Oh iya, saya membeli tiket kereta lokal tersebut secara online dengan menggunakan aplikasi KAI Acces. Â Harga tiket Bandung-Garut sendiri adalah Rp. 14,000,-. Â
Saat sedang khusuk memandangi kucing stasiun dengan hiasan gelembung di hidungnya, tersiarlah kabar bahwa kereta lokal yang rangkaian gerbongnya diproduksi tahun 1965 itu mengalami keterlambatan. Â Ya, beberapa minggu ini kereta lokal memang selalu tidak tepat jadwal, demikian kata keponakan saya yang rajin naik-turun kereta.
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya sang kereta pun datang. Â Berbeda dengan saat zaman pandemi yang kapasitas penumpangnya maksimal 70% maka saat ini telah berada di angka 100%.
Saya memilih gerbong terkakhir dengan beberapa kursi yang belum terisi. Â Duduk berhadapan dengan penumpang lain, alhamdulillah sesuatu, dengkul kami gak pake beradu.
Rangkaian kereta Cibatuan ini terdiri dari 7 gerbong dengan kapasitas 106 orang per-gerbongnya. Â Kereta yang didukung oleh pendingin ruangan berupa AC Split ini akhirnya berangkat pada pukul 7.11 WIB.
Saat masih di wilayah Bandung, kereta ini melewati Masjid Raya Al-Jabbar yang fenomenal, stadion GBLA yang kini menjadi homebase-nya Persib, dan tentu saja depo kereta cepat di Tegalluar, Swansea eh Bojong Soang.
Nah, salah satu tujuan saya naik kereta ini adalah ingin melihat pemandangan alam jalur Bandung-Garut yang katanya indah, namun hal ini baru didapat di daerah Leles.
Sawah, ladang, pegunungan, para petani, itik, kambing, sungai, dan pegunungan mulai bermunculan satu-persatu di depan mata saya sementara suasana dalam gerbong ramai dengan penumpang yang mendengarkan musik atau melihat video tanpa menggunakan pelantang suara.
Alhasil, kuping saya dipenuhi dengan lagu dangdut koplo, resep bolu kukus mekar, suara Sponge Bob, serta vokal membahana Axl Rose yang mendendangkan lagu "November Rain."
Sambil melihat sekeliling, saya pun bertanya-tanya pada gerbong yang bergoyang, apakah ada orang gabut lainnya yang melakukan perjalanan pulang-pergi dengan tujuan hanya mencicip rute baru ini. Â
Eeeh, ternyata ada dong. Â Penumpang yang terdiri dari bapak dan anak yang duduk di seberang saya melakukan hal yang sama. Â Mereka malah full persiapan dengan membawa bekal makanan plus kopi di termosnya yang ciamik.