Oh iya, saya membeli tiket kereta lokal tersebut secara online dengan menggunakan aplikasi KAI Acces. Â Harga tiket Bandung-Garut sendiri adalah Rp. 14,000,-. Â
Saat sedang khusuk memandangi kucing stasiun dengan hiasan gelembung di hidungnya, tersiarlah kabar bahwa kereta lokal yang rangkaian gerbongnya diproduksi tahun 1965 itu mengalami keterlambatan. Â Ya, beberapa minggu ini kereta lokal memang selalu tidak tepat jadwal, demikian kata keponakan saya yang rajin naik-turun kereta.
Saya memilih gerbong terkakhir dengan beberapa kursi yang belum terisi. Â Duduk berhadapan dengan penumpang lain, alhamdulillah sesuatu, dengkul kami gak pake beradu.
Rangkaian kereta Cibatuan ini terdiri dari 7 gerbong dengan kapasitas 106 orang per-gerbongnya. Â Kereta yang didukung oleh pendingin ruangan berupa AC Split ini akhirnya berangkat pada pukul 7.11 WIB.
Saat masih di wilayah Bandung, kereta ini melewati Masjid Raya Al-Jabbar yang fenomenal, stadion GBLA yang kini menjadi homebase-nya Persib, dan tentu saja depo kereta cepat di Tegalluar, Swansea eh Bojong Soang.
Sawah, ladang, pegunungan, para petani, itik, kambing, sungai, dan pegunungan mulai bermunculan satu-persatu di depan mata saya sementara suasana dalam gerbong ramai dengan penumpang yang mendengarkan musik atau melihat video tanpa menggunakan pelantang suara.
Sambil melihat sekeliling, saya pun bertanya-tanya pada gerbong yang bergoyang, apakah ada orang gabut lainnya yang melakukan perjalanan pulang-pergi dengan tujuan hanya mencicip rute baru ini. Â
Eeeh, ternyata ada dong. Â Penumpang yang terdiri dari bapak dan anak yang duduk di seberang saya melakukan hal yang sama. Â Mereka malah full persiapan dengan membawa bekal makanan plus kopi di termosnya yang ciamik.