Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Thirty Seconds to Mars, Antara Kesuksesan, Perubahan Warna Musik, dan Kekecewaan Penggemar

27 Desember 2021   11:28 Diperbarui: 27 Desember 2021   19:47 2464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Thirty Seconds to Mars | Sumber: Adhie Sathya via hai.grid

Film "House of Gucci" yang tayang beberapa waktu lalu telah membuat nama Jared Leto menjadi bahan perbincangan yang hangat. 

Betapa tidak, pemeran Joker di film "Suicide Squad" itu bertransformasi menjadi pria paruh baya bertubuh tambun dengan kepala setengah botak.

Sebagai method actor, Jared Leto memang tiada duanya, ia selalu menjiwai seluruh filmya. Namun, tak hanya bermain film, Leto pun terkenal sebagai vokalis band rock "Thirty Seconds to Mars."

Kabarnya band yang berdiri tahun 1998 ini telah memiliki 200 lagu yang siap untuk dijadikan proyek rekaman baru. 

Leto mengungkapkan bahwa album mereka selanjutnya terinspirasi "House of Gucci" dan kemungkinan berkolaborasi dengan Lady Gaga terbuka lebar. Mendengar ini harus senang atau gimana ya, eh.

Didirikan oleh dua saudara kandung, Jared dan Shannon Leto, band ini tumbuh menjadi band besar yang menerima 80 penghargaan dari 146 nominasi pada tahun 2013 silam.

30STM dengan dua anggota tersisa|sumber : multitrackmaster
30STM dengan dua anggota tersisa|sumber : multitrackmaster

Thirty Seconds to Mars pun telah mencatatkan diri di Guinness World of Records sebagai band yang melakukan pertunjukan langsung selama satu siklus album dengan 300 pertunjukan.

Dalam perjalanannya, band ini telah melalui bongkar pasang line-up. Tercatat nama Solon Bixler yang akhirnya meninggalkan teman-temannya karena masalah yang terkait dengan tur, Matt Watcher yang mengalami gegar otak karena sering membenturkan kepalanya di atas stage, dan Tomo Milicevic yang berhenti karena masalah personal.

Album pertama mereka yang berjudul sama dengan nama bandnya memiliki dua single andalan yang lumayan enak didengar yaitu "Capricorn (A Brand New Name)" dan "Edge of the Earth."

30STM-2006 | sumber : wallofsoundau
30STM-2006 | sumber : wallofsoundau
Walau demikian perkenalan telinga saya dengan lagu-lagu grup yang mendapatkan namanya dari sebuah tesis di internet yang membahas pertumbuhan eksponensial teknologi yang berhubungan dengan manusia dan mengatakan bahwa kita secara harfiah tiga puluh detik ke Mars ini ada pada album kedua mereka yang bertajuk "A Beautiful Lie."

Ya, "A Beautiful Lie" yang rilis pada tahun 2005 ini memiliki nomor-nomor yang saya sukai seperti Attack, The Kill, Was It A Dream, From Yesterday, dan A Beautiful Lie.

"Attack" hadir dengan bebunyian keyboard yang energik dan vokal yang menular sedangkan "The Kill"  yang video klipnya terinspirasi dari film milik Stephen King "The Shining" terdengar menawan saat dibawakan secara akustik.


Suara sang vokalis yang masuk dalam jajaran "50 Most Beautiful People in the World" versi majalah People tahun 1996 dan 1997 itu pun terdengar jernih dan merdu di lagu "Was It A Dream" yang dibawakan secara akustik.

"From Yesterday" memiliki beat-beat yang ramah di telinga dibumbui teriak khas pria yang tak mau memanfaatkan ketenarannya sebagai aktor untuk mempromosikan album bandnya tersebut.

Lagu yang lembut di awal dan meninggi di pertengahan ini mencatatkan sejarah sendiri sebagai video musik rock pertama yang seluruhnya dibuat di China.

Nomor "A Beautiful Lie" merupakan nomor balad yang menjadi salah satu lagu jagoan mereka. Saya suka dengan lagu ini dengan hiasan suara latar jauh yang menambah cantik lagu.

Album "A Beautiful Lie" telah disertifikati platinum oleh RIAA karena terjual lebih dari satu juta kopi.

Di antara kesuksesan album kedua, pada tahun 2008, Thirty Seconds To Mars harus menghadapi gugatan dari Virgin Records sebesar $30 juta karena mereka gagal merekam lima album dibawah perusahaan rekaman Immortal yang kemudian diakuisisi oleh Virgin, namun dapat diselesaikan setelah penandatangan kontrak baru.

Pertempuran hukum mereka itu melahirkan sebuah film dokumenter berjudul "Artifact" yang di dalamnya terdapat gambaran ekstrim bagaimana label rekaman mengendalikan band dan musisi dengan kontrak yang tak adil bahkan nyaris ilegal.

"Artifact" berhasil memenangkan penghargaan "People's Choice Award" untuk katagori film dokumenter pada festival film internasional Toronto pada tahun 2012 silam.

Album ketiga band yang berasal dari Los Angeles ini rilis pada tahun 2009 dengan menempatkan nomor-nomor seperti Hurricane, Kings and Queens, Closer to the Edge, dan This is War.

Ditulis oleh Jared Leto, "This is War" memuat permainan gitar sang vokalis dan lead guitarist, Tomo. 

Leto pernah berucap bahwa ia tidak begitu suka dengan suara gitar yang sama sepanjang lagu oleh karena itu mereka memecah suara gitar menjadi 2 bagian. Lagu ini memiliki chorus yang megah dan mematikan.

"Hurricane" menjadi lagu hasil kolaborasi bersama penyanyi rap Kanye West. Video klip dari lagu ini dilarang tayang di MTV dan beberapa stasiun televisi dunia karena konten dewasanya.

Nomor "Closer to the Edge" merupakan lagu dengan penjualan tertinggi di Inggris dan menduduki tangga lagu teratas selama 8 minggu berturut-turut.

Album "This is War" berisi konten eksperimental dengan pengaruh dari musik rock progresif, new wave, industrial, dan heavy metal. 

Album yang juga diwarnai dengan bebunyian synthesizer ini telah terjual sebanyak 4 juta kopi.

Tahun 2013, mereka merilis album keempat yang berjudul "Love, Lust, Faith and Dreams." Konten musiknya masih seputar eksperimental, art dan electronic rock.

"Up in the Air" dan "City of Angels" menjadi dua single andalan album yang terdiri dari 12 lagu ini. 

"Up in the Air" menjadi single pertama yang CD-nya dikirim ke luar angkasa pada 1 Maret 2013 yang menjadikannya salinan musik komersial pertama yang meluncur ke luar angkasa.

Nomor "City of Angels" berkisah tentang tempat di mana seseorang dapat mewujudkan impiannya. Videonya banyak dibintangi oleh artis-artis ternama. Versi akustik lagu ini menjadi soundtrack film yang diperankan oleh Jared Leto "Dallas Buyers Club" di mana ia bertransformasi mrnjadi Rayon, seorang transgender yang mengidap AIDS.

Nah, pada tahun 2014, band yang telah menjual lebih dari 15 juta album di seluruh dunia pada tahun yang sama ini membawakan ulang lagu milik Rihanna yang bertajuk "Stay."

Video klipnya yang direkam di BBC Radio 1 Live Lounge memperlihatkan tampilan Jared sebagai bintang rock namun memperlihatkan sisi lain dari dirinya yang lembut.

Album mereka selanjutnya adalah "America" yang rilis pada tahun 2018 silam dan menjadi album terakhir yang memuat permainan sang gitaris, Tomo Milicevic. Album ini memiliki sound yang lebih condong ke elektronik jadi rasanya saya kehilangan Jared yang dulu.

Sebuah film dokumenter bertajuk "A Day in the Life of America" dibuat Jared Leto sebagai pendamping album kelima ini. Film yang menggambarkan hari kemerdekaan Amerika itu ditayangkan perdana di festival film Tribeca tahun 2019.

Salah satu nomor di album ini, "Walk On Water" yang terinspirasi dari terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika kala itu memenangkan penghargaan MTV Europe Music Award sebagai best alternative.

Nah, pada tahun 2021 ini, Thirty Seconds to Mars berkolaborasi dengan Nicholas D. Miller alias Illenium membawakan lagu berjudul "Wouldn't Change A Thing" yang masuk dalam album sang DJ yang bertajuk "Fallen Embers."

"Wouldn't Change A Thing" merupakan lagu dubstep melodis dengan campuran elemen pop dan rock berbalut vokal bening Jared Leto dan sentuhan bebunyian gitar yang jernih.

Tak dapat dipungkiri, penggemar adalah salah satu kunci kesuksesan sebuah band namun Thirty Seconds to Mars nyatanya pernah membuat para penggemarnya merasa bahwa band ini tak lebih dari sebuah bisnis atau merek.

Ya, semua tentang uang. Situs fashion milik sang vokalis dengan item-item yang ditanda-tanganinya membuat para penggemar secara tak sadar mengeluarkan uang lebih demi merasa dekat dengan band.

Memang tak ada yang salah dari itu karena uang memang sangatlah penting untuk bertahan. Penjualan merchandise dan tiket konser kiranya tak selamanya memenuhi ekspektasi mereka. Tapi ya jangan gitu-gitu amat, masa minta oret-oretan tanda-tangan aja musti bayar, eh.

Selain itu, Jared Leto pun memanfaatkan VyRT, situs online streaming yang didirikannya untuk menayangkan pertunjukan bandnya secara berbayar per-tayang. Hal ini kadang membuat penggemar kecewa karena koneksi yang buruk akibat padatnya lalu-lintas orang yang mengakesnya.

Terlepas dari itu semua, Thirty Seconds to Mars kini kembali hanya menyisakan dua anggotanya, Jared dan Shannon seperti formasi awal mereka.

Namun demikian saya berharap pada album mendatang, mereka kembali ke akarnya karena sebagai penyuka album-album awal mereka saya merasa sedikit tersiksa mendengar album terakhirnya, heuheu.

Sekian.

Referensi bacaan : southafrica, thefactsite, nme, popcrush, cultr, wallofsoundau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun