Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Catatan Perjalanan Penikmat Lawakan dari Masa ke Masa

3 Oktober 2021   16:34 Diperbarui: 4 Oktober 2021   06:30 1152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gepeng|Sumber gambar: Celebrities.id

Kesukaan saya kepada seorang atau grup komedian itu pasang surut, bagai muka air laut yang bergantung pada gaya tarik benda-benda langit seperti matahari dan bulan.  

Ada suatu masa saya bisa tertawa karena melihat komedi slapstick, namun di masa yang lain saya begitu menikmati para stand up comedian nyerocos di depan microphone-nya yang mungkin telah dipenuhi aroma tujuh rupa.

Dulu, ketika acara di televisi masih dipenuhi dengan hiburan imporan yang menggemaskan, saya pun menjadi penonton setia film Charlie Chaplin.  

Wajah, tampilan, dan gaya pria bernama lengkap Sir Charles Spencer Chaplin KBE  ini selalu membuat saya terbahak.  Namun, kegandrungan saya akan komedian asal Inggris ini tak begitu lama, karena mulai muncul film-filmnya Jerry Lewis.

Jerry Lewis ini bisa membuat tertawa bahkan hanya karena mata juling yang kerap ia buat.  Wajah tampannya mendadak hilang ditelan mimik kocaknya.  Lewis cocok sekali ditandemkan dengan Dean Martin, apalagi ketika mereka ada dalam scene bernyanyi.  

Sumber gambar: Vienalle
Sumber gambar: Vienalle
Scene-scene seperti saat Lewis melihat gunung Fuji menjadi logo Paramount Pictures atau berlagak bermain piano dengan menggunakan mesin tik-nya sangatlah kocak dan membuat saya tertawa sampai bercucuran air mata.

Bila wajah Jerry Lewis selalu terlihat ceria maka lain lagi dengan Carol Burnett.  Komedian asal Amerika ini saya sukai karena ekspresi wajahnya yang kerap datar dan tentu saja muatan leluconnya.

Sumber gambar: huffpost
Sumber gambar: huffpost
"The Caroll Burnett Show" yang dulu ditayangkan oleh salah satu televisi swasta tanah air menjadi acara komedi favorit saya kala itu.  Selain ekspresi datar atau sombongnya Carol, gaya jalannya pun bisa membuat saya tertawa.

Nah, ada satu lagi sosok komedian perempuan yang saya sukai yaitu Fran Drescher.  Wajah cantiknya tak dapat mengalahkan aksi kocaknya.  Saya mengenal kegilaan Drescher dalam sitkom "The Nanny" yang kisahnya terinspirasi dari kehidupan sang aktris saat tumbuh besar di Queens.


Fran Drescher dalam The Nanny|Sumber gambar: Vulture
Fran Drescher dalam The Nanny|Sumber gambar: Vulture
Di film itu, Drescher berperan sebagai seorang nanny yang gokil abis.  Ia selalu memiliki cara untuk menyelesaikan segala masalah dalam kehidupan rumah tangga sang empunya rumah.  Dengan suara sengau dan gaya yang eksentrik, Drescher mampu mengocok perut saya.


Bagaimana dengan para komedian dalam negeri?

Sejak kecil saya sudah akrab dengan banyolan-banyolan para komedian dalam negeri salah satunya grup Srimulat.  Ya, dulu saya dan simbah kerap menonton atau mendengarkan Srimulat dari sebuah kaset. 

Kala itu Srimulat masih dilengkapi Gepeng dan di antara semua tokoh Srimulat, Gepeng inilah yang selalu membuat saya tertawa.  

Gepeng|Sumber gambar: Celebrities.id
Gepeng|Sumber gambar: Celebrities.id
Ucapan-ucapan lucu kerap muncul dari bibir Gepeng yang berperan sebagai babu alias pembantu rumah tangganya Bu Jujuk.  Ia selalu tampil dengan hiasan serbet di pundaknya.  Kalimat "untung ada saya" yang kerap meluncur dari mulut pria bernama asli Freddy Aris itu menjadi daya tarik tersendiri dalam setiap penampilan Srimulat.  

Acara televisi jadul lumayan sering menayangkan acara-acara humor.  Grup-grup lawak pun bermunculan seperti Jayakarta grup, Kwartet Jaya, dan Warkop DKI lalu diikuti dengan grup yang lebih anyar seperti Bagito, Patrio, dan Cagur.

Dari grup-grup lawak tersebut, Jayakarta grup yang terdiri dari Jojon, Cahyono, Uu, dan Ester ini menjadi grup terfavorit karena adanya pria yang selalu tampil dengan kumis Chaplin dan celana ber-bretel.  Ya, Jojon selalu dapat membuat saya tertawa bahkan saat ia hanya  berkata "No ....Cahyono ..."

Jayakarta grup|Sumber gambar: Kabarsidia.com
Jayakarta grup|Sumber gambar: Kabarsidia.com
Dari 4 personil Jayakarta, mungkin hanya Cahyono yang gak terlalu komedi, hal ini mungkin menjadi penyeimbang dalam sebuah grup lawak. Biar  ada naik turunnya gitu, ya kan?

Nah, kalau di Kwartet Jaya, personil yang gak lucu adalah Edi Sud, heuheu, sedangkan yang terfavorit siapa lagi kalau bukan Iskak dengan tawa khasnya.

Di ranah perfilman, saya kerap menonton film-filmnya Benyamin S. Dah lah, tokoh lawak satu ini mah keren abis. Gak ada yang bisa menyaingi kegilaan Bang Ben apalagi kalau sudah main bareng Ida Royani, heuheu.

Sumber gambar: Liputan6
Sumber gambar: Liputan6

Kembali ke grup lawak, ada yang namanya Ketoprak Humor.  Saya cukup lama mengikuti acara ini.  Timbul, Marwoto, Topan, dan Leysus merupakan empat orang yang menjadi magnet dari acara televisi ini. 

Timbul dan Marwoto | Sumber gambar: Warta Magelang
Timbul dan Marwoto | Sumber gambar: Warta Magelang

Dibanding ketika ia ada di Srimulat, Timbul terasa lebih kocak di salah satu produk keluaran Yayasan Paguyuban Kesenian Samiaji yang ia dirikan bersama beberapa mantan anggota Srimulat ini.  

Zaman berubah, saatnya grup-grup lawak yang lebih muda menampilkan humor-humor cerdas dengan selipan kritikan yang tajam. Bagito adalah salah satunya.  

Dulu saya kerap melihat acara mereka di salah satu televisi swasta yang bertajuk "Basho."  Setelah Bagito ada Patrio, dan Cagur namun dua grup lawak ini gak terlalu saya ikuti.  Ya, nontonnya sekali-sekali aja gitu.

Bagito | Sumber gambar : okezone.com
Bagito | Sumber gambar : okezone.com
Tukul Arwana menjadi komedian selanjutnya yang pernah membuat saya tertawa, ya pernah, karena lama-kelamaan lawakannya jadi kurang garam alias hambar.  Entah karena episode acaranya yang sudah mumpluk bagai busa sabun atau karena sudah tak masuk dalam bagian otak saya yang memproses kelucuan aja, cie.

Sumber gambar: Publika.co.id
Sumber gambar: Publika.co.id
Setelah Tukul ada Sule dong.  Komedian asal Bandung ini memiliki materi humor yang fresh untuk ukuran saat itu.  Namun seperti halnya Rey ... Rey ... Reynaldi, lama kelamaan humor-humornya gak sampai ke otak saya.  Tapi dimaklum sih, karena membuat materi komedi itu syulit.

Nah, tibalah saya kepada tipe lawakan berbentuk stand up comedy.  Kagum aja dengan para stand up comedian ini bisa membuat narasi yang kocak habis. Soleh Solihun, Abdur, Tretan, Fico, dan Dodit menjadi stand-up comedian favorit saya. 

Tapi lagi-lagi masa ketawa-ketiwi bareng stand up comedy telah berakhir.  Saya sudah jarang tertawa melihat para stand up comedian terutama yang baru muncul, mungkin saya sudah terlalu tuwir untuk mengerti apa yang mereka bicarakan, eh.

Soleh Solihun | Sumber gambar: Tribun Manado
Soleh Solihun | Sumber gambar: Tribun Manado

Setelah mengarungi dan menyelami banyak tipe lawakan dari satu komedian ke komedian lainnya yang telah menghibur hati nan hampa,  kini yang tersisa adalah menikmati lawakan para tetangga dan komedi ala drama korea, eish.

Akhir kata, lucu itu gak gampang, begitu kata Fico SUCI, jadi sudah sepantasnya kita beri apresiasi yang setinggi-tingginya bagi siapa saja yang telah membuat kita tertawa.

Sekian.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun