Lelaki itu tertawa. "Ah santai aja, serius banget. Luka kecil, gak harus sampai dibawa ke rumah sakit ini."
Sebuah taksi berhenti dihadapan mereka seiring dengan berakhirnya obrolan tentang banyak hal antara Fitri dan lelaki itu. Â Lalu lelaki beraroma maskulin itu mengucap selamat jalan dan melambai sesaat sebelum Fitri menaiki taksi yang akan membawanya pulang. Fitri tersenyum, baru kali ini ia mengobrol panjang lebar dengan seseorang tanpa ada jabat tangan dan saling menyebut nama. Â Hari yang ganjil, begitu batinnya.
***
Fitri menatap ibunya tak percaya ketika mendengar perkataan yang keluar dari wanita yang ia sayangi itu. Baru satu hari ia berada di rumah dan tiba-tiba ia merasa ingin segera kembali ke kota dimana ia bekerja karena perkataan sang ibu yang sangat mengganggunya.
"Jadi hal ini yang membuat Ibu memintaku pulang?"
"Fit, mengertilah, adikmu Wahyu sebentar lagi akan dilamar." Ibu dan Fitri sama-sama cemberut.
"Terus masalahnya apa bu?"
"Apa kamu mau di langkahi adikmu?"
"Untuk ku itu bukan masalah besar Bu. Aku rela dan ikhlas kok."
"Tapi ibu tidak rela, Nak."
"Bu, jodohku belum datang dan aku gak mau menghalangi kebahagiaan Wahyu."