"Kenapa nanya aku kenapa?"
"Kamu berisik!." Seru Didi tak sabar.
July merengut ia menghampiri meja belajarnya lalu menggeser radio yang ada di atas meja. Tangannya pun sibuk mencari, kiri kanan tanpa henti. Bunyi kemrosok mengikuti setiap pencarian yang dilakukan July. Tiba-tiba tangannya berhenti putar sana sini karena ia telah mendapatkan channel radio yang acaranya cukup mewakili isi hati. Didi memperhatikan apa yang dilakukan July sambil ongkang-ongkang kaki. Terdengarlah sebuah suara merdu menyapa mereka dengan mendayu.
"Muda mudi yang malam minggunya kelabu, jangan galau tetaplah belagu, karena kami akan menemani kamu yang tengah sendu dengan lagu-lagu yang menghibur kalbu dari ketinggian 102,1."
Penyiar wanita itu melafalkan kata demi kata dengan sangat tertata.
Didi menyandarkan punggungnya di kursi, memejamkan matanya menikmati lagu yang tengah diputar sang operator radio Mudamudi. Tak lama suara itu pun kembali.
"Muda mudi yang sakit hati karena dikhianati, janganlah berkecil hati."
"Busyet!" Didi berseru membuat mata July terbeliak bagai katak terinjak.
"Pahit memang tapi inilah saatnya untuk introspeksi diri." Lanjut sang penyiar dengan nada suara yang sedikit tajam.
"Busyet!" Didi kembali berseru.
"Busyat busyet, kamu kenapa sih, gatel dengernya tauk." July protes.