Rein menatap Ratri yang kini menundukkan wajahnya dalam.
"Rein, tolong aku, kamu mau berjanjikan kepadaku?"
"Janji apa?"
"Memberiku ruang untuk bisa dekat dengan Jed?"
"Aku gak tahu Rat, aku gak mau menjanjikan apapun. Aku tahu apa yang kamu rasakan, karena aku pernah mengalami hal yang sama. Tetapi selalu ada akhir yang menyakitkan untuk sesuatu yang di paksakan."
"Aku mohon Rein." Ratri terisak. Â Ratri yang sebelumnya bercerita dengan sombongnya kini terlihat bagai seorang gadis kecil yang kehilangan boneka kesayangannya.
"Aku kan sudah bilang, aku gak ada apa-apa dengan Jed."
Rein tahu bagaimana rasanya menyukai seseorang, terkadang terasa indah tapi terkadang terasa sangat pedih. Â Apalagi ketika orang yang disukai tidak mempunyai rasa yang sama dengannya. Â Ratri berhasil membangun empati dalam dirinya, entah dengan tangisnya atau cerita yang tidak pernah Rein duga sebelumnya. Â Rein merasa iba. Â Ia harus memberi ruang kepada Ratri, memberinya kesempatan, walaupun akan ada rasa sakit dalam hatinya. Â Toh, Â ia dan Jed sampai detik ini hanyalah sekedar teman. Â Walaupun Jed secara terang-terangan memperlihatkan rasa suka kepadanya, tapi tidak pernah sekalipun membicarakan hal itu dengannya. Yang ia tahu, Â Jed baik kepadanya. Dan itu sudahlah cukup.
Rein meninggalkan Ratri yang masih terisak. Ia tahu tidak ada gunanya berada di sana lebih lama lagi. Ia tidak dapat menghibur Ratri maupun dirinya sendiri. Rein mengusap matanya yang basah di sepanjang selasar yang ia lalui.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H