Pemotretan kali ini sungguh melelahkan. Sang fotografer yang sangat perfeksionis itu menghajarnya habis-habisan dalam berbagai gaya demi satu pose yang menurutnya pas untuk menghiasi cover majalah yang akan terbit beberapa hari di muka.
Lennon terengah menaiki tangga menuju kamarnya setelah sebelumnya melepaskan diri dari kejaran rinai hujan yang semakin lebat dibelakangnya. Ia ingin segera merebahkan tubuh pegalnya di atas ranjangnya yang empuk lagi hangat. Meluruskan persendiannya sambil menikmati suara hujan dan petir yang menyambar di luar sana.
Baru saja ia akan memejamkan matanya, pintu kamarnya dibuka dari luar dan tersembulah sebuah kepala.
"Seseorang akan kena damprat hari ini." Si kepala tersembul mengacungkan ponselnya yang berhias foto Lennon di akun instagramnya.
Lennon diam tak menghiraukan perkataan adiknya.
Gene menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang besar itu, lalu memantul-mantulkan dirinya seakan berada di atas trampolin.
"Apa yang kakak pikirkan? Mengapa kakak menerima tawaran itu?" Tanya Gene penasaran.
"Memangnya kenapa? Itu bukan perkara besar."
"Woooo, kakak lupa? Â Mereka rival."
"Ya, dua puluh tahun yang lalu. Sudah lama." Lennon mengganjal kepalanya dengan bantal bulu angsa dan urung terlelap.
"Bukan lamanya, tapi ini semua menyangkut rasa."