Lennon waspada, bagaimana pun juga, sang old man memiliki taring yang setiap hari ia asah agar selalu runcing dan menjadi senjata bagi siapapun yang membuat harinya tak karuan.
Pintu kamarnya dibuka dengan kasar.
"Batalkan ini atau Papa sendiri yang datang kepada mereka untuk membatalkannya." Sang Papa mengacungkan ponsel yang masih berpendar di tangannya yang kekar.
Lennon menatap mata kelabu Papanya yang terlihat dipenuhi amarah.
"Aku sudah menandatangani kontraknya Pa. Papa tahu kan apa konsekuensinya bila aku membatalkan semua itu."
Papanya mendesah.
"Karirku pasti akan terjun bebas, tak akan ada lagi yang memakaiku. Aku akan berakhir, padahal aku baru saja mulai." Lennon melemparkan pandangannya ke arah jendela kamarnya yang berembun.
"Kamu sadar tidak, bila kamu telah diperalat oleh majalah itu demi keuntungan mereka semata?"
Lennon menggeleng.
"Aku menyukai mereka Pa."
Papanya tersenyum pahit.