Ge duduk berputar-putar di atas kursinya dengan gelisah. Kopinya telah tandas. Erwin menjinjing laptopnya dan beranjak.
"Ge, jangan terlalu keras berpikir. Jadilah anak yang baik barang satu hari saja." Erwin menepuk bahunya, sementara ia hanya bisa tersenyum tipis.
"Pulang Ge, istirahat, besok ada pertemuan yang harus kamu hadiri kan?" Erwin berteriak dari bawah tangga.
*
Fe bergegas menuruni tangga ketika terdengar suara deru motor yang sangat gaduh di luar sana. Agus tidak ada di tempatnya. Secepat kilat ia berlari ke arah pintu ketika ia mendengar teriakan-teriakan kasar diselingi dengan suara gas motor yang meraung-raung.
"Prang!"
Kini terdengar suara kaca pecah. Ada rasa was-was yang menyembul di hatinya namun tak urung membuatnya membuka pintu.
"Agus!" Fe berteriak demi melihat Agus yang kini terduduk di jalanan yang sepi.
"Mbak Fe, jangan keluar, masuk Mbak," Agus berteriak sambil meringis menahan sakit. Dahinya dipenuhi leleran darah.
Fe melihat beberapa motor parkir tak beraturan di depan minimarket yang kacanya pecah. Ada beberapa orang yang entah tengah melakukan apa di dalam minimarket itu. Teriakan, tawa, perkataan kotor bersahut-sahutan dari dalam sana. Walau ada rasa takut yang menyelubunginya, tak ayal Fe berlari menghampiri Agus.
"Mbak Fe, tolong telpon polisi," Agus berbisik lemah lalu pingsan. Darah mengucur hebat dari kepala dekat dahinya. Dalam kepanikan Fe melepas cardigannya lalu membebat kepala Agus dengan segera. Tergesa ia mengeluarkan ponsel dari tasnya. Ia sama sekali tak mengetahui bila ada yang tengah menghampirinya.