Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Balado[a] Jengkol

23 Mei 2016   16:17 Diperbarui: 23 Mei 2016   18:17 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dela membaca selebaran yang baru saja di berikan pak sekte kepadanya. Bila melihat pak sekte, Dela kerap merasa geli sendiri karena kata sekte selalu mengingatkannya akan sekte bernama kuil matahari atau scientology. Padahal sekte di sini adalah jabatan yang di emban oleh bapak berkumis tebal yang sekarang ada dihadapan nya, yaitu sekretaris RT.

"Mbak Dela ikut ya, cuma mbak Del harapan satu satu nya untuk RT kita." Pak sekte tersenyum di balik hiasan ulat bulu diatas bibir nya.

"Bapak, kok Dela sih. Masih banyak penduduk RT ini yang lebih kompeten dari Dela kan?"

"Lha mbok tolong baca dulu sampe tamat mbak Del. Nganu, itu syaratnya."

Dela menurut. Kini matanya mulai bermain diantara huruf huruf yang lagaknya di ketik dengan menggunakan mesin tik merk brother kebanggan pak RW.

"Ini yang bikin acara kurang kerjaan banget deh kayaknya."

"Hush, itu ide nya pak RW mbak Del."

Dela menyeringai.

Selama karir nya tinggal di sebuah kampung. Baru Kali ini Dela mempunyai ketua RW yang memiliki banyak ide ide menakjubkan walau kadang menggelikan. Seperti hal nya ide lomba memasak dalam rangka memperingati HUT kemerdekaan ini. Bukan masak sembarang masak seperti yang lazim ada dalam lomba lomba tujuh belasan seperti memasak tumpeng atau memasak nasi goreng, melainkan lomba masak Jengkol. Ya, jengkol yang berbau semerbak itu. Dimana makan saja Dela belum pernah apalagi memasak nya. Dela bergidik.

"Gimana mbak Del, sudah tamat kan mbaca nya."

Dela mengangguk lemas, disana tertera syarat peserta lomba adalah wanita yang belum menikah.

"Bapak, yang belum menikah di RT ini kan gak cuma Dela." Dela merengut.

"Ada Lilis, Erna sama Wati, iya kan? Mereka aja deh pak." lanjut Dela protes.

"Waah mbak Del ketinggalan info ya. Lilis kemaren baru aja di Lamar. Erna pergi nengok bapak nya ke Sumatera. Nah, kalau Wati sedang sakit cacar. Mosok lagi sakit cacar di suruh mangsak, yo bubrah to."

"Lilis kan baru di lamar, belum nikah pak?"

"Lhaa kata pak RW gak boleh Je. Harus yang single gitu lo."

Dela cemberut.

"Maksud bapak single, Jomblo gitu?" Dela merengut.

"Lha iya, tapi mbak Del bukan Jones kan?"

"Aeh pak sekte kacau nih. Dela mah Jojoba pak."

"Kacau kayak cingcau. Lha ya cocok tho. Lomba ini bisa jadi ajang pembuktian sebagai jojoba yang ngeksis. Ngunu kui mbak Del?"

Dela kembali merengut.

"Tapi kan Dela gak bisa masak pak?"

"Ah mosok sih, kan Mama mbak Del Pinter mangsak tho?"

"Itu kan Mama pak, bukan Dela. Dela beneran gak bisa masak pak."

"Ya tinggal belajar sik sama Mama tho. Kan lomba nya baru mbesok."

"Waah bapak ketinggalan info. Mama sedang mudik pak, masa Dela harus kirim telegram buat nanya gimana caranya masak jengkol?"

"Weleh mbak Del balas dendam ya pake bilang ketinggalan info segala."

Dela tersenyum lebar.

"Lagian ini lomba aneh banget. Apa korelasinya jengkol dengan Jomblo eh wanita single. Apa coba pak?"

"Ada pokoknya mbak Del. Nanti mbak Del tahu sendiri lah."

"Jadi deal ya, mbak Del ngikut. Wah Pak RT pasti seneng nih."

"Tapi kan Dela gak bisa... "

"Pasti bisaaa. Nanti bapak tanya deh ke ibu ibu se RT gimana caranya mangsak jengkol. Nanti catatannya bapak kasih ke mbak Del, gimana? Setuju tho?"

Dela terdiam.

"Okey ya mbak Del, sekali kali lah ikutan memeriahkan tujuh belasan."

"Ya sudah deh, iya Dela ikut. Tapi bapak janji ya kasih catatan itu. Nanti maleman aja ya pak. Soalnya Sekarang Dela mau kuliah dulu."

"Wes nek ngunu siiip mbak Del. Bapak pergi ya mau daftarin nama mbak Del dulu. Matur suwun. Merdeka."

***

Jam di pergelangan tangan kanan Dela menunjuk di angka 9. Dela terperanjat, gara gara asik nongkrong dengan teman teman kuliah nya, ia jadi pulang kemalaman dan lupa akan janji nya dengan pak sekte. Dela kelabakan. Hari sudah malam, apa yang harus di perbuatnya? Dela tak tahu dimana rumah pak sekte. Selama ini Dela memang kurang peduli dengan lingkungan sekitarnya. Kehidupan Dela hanya seputar rumah dan kampus. Tidak ada kata nenangga dalam kamus gaulnya. Bagi nya nenangga itu cuma di peruntukan bagi ibu ibu seperti mamanya. Dela merasa tidak cocok bergaul dengan tetangga tetangga nya itu.

Malam itu Dela merasa merana. Pikirannya suntuk karena memikirkan lomba. Bisa bisa ia mati gaya di depan peserta lain karena tidak bisa mengeksekusi jengkol dengan baik dan benar. Wah gawat, batin nya.

***

Ayam jantan berkokok dengan hebohnya, itu tandanya matahari tak sungkan lagi untuk memperlihatkan diri. Dela menguap, matanya susah di buka. Bila saja hari ini bukan jengkol day, Dela pasti masih bergelung di dalam selimutnya yang hangat.

Jengkol itu telah membuat pikirannya kacau. Beberapa jam lagi lomba akan di gelar, sedangkan ia belum mendapatkan informasi apa pun tentang tata cara memasak jengkol. Dela panik. Tapi kepanikan nya sedikit terobati ketika wajah pak sekte muncul di pintu rumahnya.

"Mbak Del, maafkan bapak ya. Kemarin bapak sibuk jadi gak bisa tunya tanya je."

"Istri bapak ndak pernah mangsak jengkol. Bapak belum ketemu Bu RT sama ibu ibu yang lain pagi ini."

Dela panik. "Jadi gimana dong pak, Dela resign aja ya?"

"Memangnya kerja make resign segala, halah mbak Del ini."

Pak sekte lalu terlihat memeras otak, lalu tiba tiba ia berteriak.

"Bu Amir... "

Seorang wanita berdaster jumputan tergopoh gopoh masuk ke dalam pekarangan rumah Dela.

"Ada apa pak?"

"Kebetulan Bu Amir lewat. Ini lo Bu, tolong bantu mbak Del nih. Dia kan mau ikut perlombaan mangsak jengkol antar RT."

"Del? Dela? Dia kan masih SD, apa bisa?"

"Walah bu Amir, baru datang dari bulan ya? Lha Wong mbak Del udah segede ini, dikatain masih SD."

Bu Amir menatap Dela Dan langsung mecubit kedua pipi Dela dengan gemas.

"Oalah kamu sudah gede tho nak, ibu kok gak tahu ya? Kamu jarang keluar sih. Mbok main ke rumah ibu, nanti ibu kenalin sama si Genta, anak Ibu yang guanteng se jagat raya." Bu Amir tertawa renyah.

Dela tersenyum malu.

"Promosi nya di tunda dulu bu, sekarang saatnya membantu mbak Del."

"Waktu kita ndak banyak, tinggal satu jam lagi lo ya." lanjut pak sekte.

"Wokey pak sekte. Nanti dulu, aku mau panggil pasukan dulu ya. Tunggu sebentar."

Bu Amir bergegas keluar, tak lama ia kembali dengan membawa rombongan. Wajah wajah di rombongan itu ada yang Dela kenal ada juga yang tidak. Mendadak sontak Rumah Dela menjadi hiruk pikuk bagai suasana pasar.

Satu jam yang penuh ilmu bagi Dela. Ia perhatikan sungguh sungguh apa yang dikatakan ibu ibu para tetangga nya itu. Belum pernah Dela merasa sesenang ini berkumpul dengan kaum ibu. Banyak pengetahuan yang dapat dalam hal masak memasak, terutama masak jengkol.

***

Suasana di halaman rumah pak RW yang luas sungguh meriah. Jantung Dela berdegub keras, ia merasa begitu grogi. Tapi kegrogian nya sedikit demi sedikit menghilang karena teriakan yang berisi dukungan dari lima ibu yang membantunya tadi.

Dela mendengarkan dengan khidmat peraturan yang di bacakan oleh panitia. Dela puas, semua yang ia butuhkan telah ada di mejanya. Saatnya mempraktekan teori yang Bu Amir, Bu Gun, Bu Aris, Bu Ali Dan Bu Gian paparkan tadi. Dela berharap semua nya berjalan dengan lancar.

Waktu perlombaan hanya 90 menit saja. Sungguh singkat untuk memasak bahan makanan yang bernama jengkol. Seperti yang bu Gian katakan, bahwa jengkol itu mengandung sedikit racun bernama asam jengkolat. Untuk menghilangkan asam yang mengandung sulfur itu sekaligus menghilangkan bau jengkol yang aduhai dapat dilakukan dengan banyak cara diantaranya mengubur jengkol di dalam tanah selama tiga hari, merendam dalam air kapur sirih semalaman, atau direndam dalam air bekas cucian beras. Semuanya tidak mungkin di lakukan mengingat waktu lomba hanya satu jam Dan jengkolnya telah di sediakan pada saat perlombaan.

Gagasan Bu Ali lah yang tepat untuk kondisi sekarang ini yaitu mempresto jengkol selama 30 menit. Atau bisa juga 3 x 10 menit dengan pergantian air seperti yang bu Aris bilang. Dan Terimakasih kepada Bu Gun yang telah menemukan panci presto Mama di dalam lemari yang tidak pernah Dela tahu sebelumnya.

Dela mengangguk kan kepalanya dengan mantap, memakai apronnya lalu mulai bekerja sambil mengingat semua wejangan dari lima ibu yang telah membantunya tadi.

Panci presto berukuran 7 liter made in Indonesia itu ternyata cukup berat di tangan Dela. Ia tak menyangka bahwa ada peralatan memasak yang seberat ini. Pantas saja otot bisep mamanya sebesar atlet binaraga.

Dela mulai memasukan jengkolnya yang seluruhnya berbobot 500 gr itu ke dalam panci presto, menuangkan 6 sendok makan abu gosok, 10 lembar daun salam, 2 ruas jari jahe yang telah di memarkan, 1 buah batang serai yang juga di memarkan, serta 6 lembar daun jeruk purut yang telah di iris sebelumnya. Setelah itu Dela memasukan air secukupnya, menutup panci presto dengan benar lalu mulai menyalakan api kompor. Sambil menunggu jengkol di presto, Dela pun mulai mempersiapkan bumbu lainnya. Dela terlonjak kaget ketika mendengar desisan panci presto yang kencang dan tiba tiba. Namun tak lama ia dapat menguasai keterkejutannya. Lalu ia pun mulai menghitung mundur 30 menit dari desisan yang ia dengar tadi.

Ternyata mengolah jengkol itu menyenangkan, terlebih ketika Dela menggeprek keping jengkol di atas cobek batunya. Tujuan jengkol di geprek menurut bu Amir adalah agar bumbunya meresap saat di olah nanti.

Setelah kegiatan menggeprek selesai saatnya meracik bumbu balado. Dela menghaluskan bumbu tidak menggunakan blender karena rasanya akan berbeda dengan di ulek tangan. Walaupun banyak tenaga yang harus di keluarkan serta peluh yang bercucuran hasilnya worth it sekali begitu kata Bu Gun yang berprofesi sebagai guru di sebuah SD favorit.

Dela menyeka dahinya yang di penuhi dengan keringat menggunakan tissue. Ternyata memasak itu membutuhkan banyak energi. Mejanya terlihat acak acakan, noda cabai ada di mana mana. Sementara bumbu di cobeknya belum juga halus. Dela kepayahan, sedangkan waktu bergerak sombong tanpa mengindahkannya.

Lelah melandanya, hampir saja ia menyerah bila ia tidak melihat seseorang yang baru saja datang dan duduk manis di kursi juri.

Dela mangap, hampir saja ada lalat yang tertarik masuk mulutnya. Mendadak semangatnya menggelora kembali. Entah kekuatan dari mana, yang jelas bumbu di atas cobeknya lumat semua, sehalus hasil karya blender mamanya.

Wajan berisi minyak di depan Dela telah panas dengan sempurna. Sepanas salah satu juri yang ada di depannya. Dengan cekatan Dela memasukan bumbu balado ke dalam wajan itu yang menghasilkan bunyi "sreeeng". Bunyi yang terdengar sangat indah di telinga, seindah senyum juri itu yang membuatnya termehek mehek. Aroma dari perpaduan bawang merah, bawang putih, dan cabai keriting menyeruak ke seluruh penjuru halaman pak RW. Seakan belum puas Dela mencium aroma tumisan bumbunya dengan menggerakan tangan tengadahnya di atas wajan menuju ke hidungnya.

Sutil di tangannya bergerak lincah di antara bumbu balado nya. Ia teringat ucapan bu Amir, bahwa ciri bumbu telah matang adalah ditandai oleh berpisah nya bumbu dengan minyak. Nah saat itulah rombongan jengkol yang berbentuk eksotis dapat di masukan ke dalam wajan. Lalu Dela menuangkan air dan membiarkan jengkol berenang disana hingga bumbunya meresap.

Saat tengah mengaduk masakannya, sang juri favorit menghampirinya. Dela mendadak salah tingkah. Ia harus terlihat profesional di depan sang juri kesayangan. Dengan gaya sok nge Chef nya, Dela memasukan bumbu yang tidak ada dalam catatan resep yang ia hafalkan tadi. Minyak wijen, kecap inggris, kecap ikan dan kecap manis yang di sediakan panitia, lolos semua masuk ke dalam wajan. Lima ibu pendukungnya menjerit histeris, namun tidak di gubris oleh Dela. Karena ia lebih menggubris sang juri tampan yang kini ada di hadapannya.

Setelah di tinggalkan sang juri Dela memandangi tangannya yang masih mengepal botol kecap manis. Dela blingsatan. Sementara hitungan mundur telah mencapai angka 1. Dela tak tahu bagaimana nasib rasa jengkol baladonya.

***

Waktunya penjurian. Rasanya Dela ingin segera pulang karena ia tidak mau mendapati kenyataan bahwa olahan jengkol nya paling tidak enak diantara semua peserta.

“Wes ndak apa apa mbak Del, yang penting acara tujuh belasan ini jadi meriah karena hadirnya mbak Del.”

“Iya, mbak Del. Kami senang loh mbak Del ikutan acara ini. Ternyata mbak Del itu punya bakat masak kayak mama. Di ajari sebentar aja langsung bisa.” Bu Gian merangkul Dela hangat.

“Wah ide pak RW ini memang dahsyat ya bu ibu, para gadis jadi gak sembunyi terus di rumah. Jadi kenal sama tetangga tetangganya, iya kan?” Kata Bu Aris semringah.

“Iya, di samping itu tanaman jengkol di kebun kebun kita jadi lebih di kenal oleh banyak orang.” Seru bu Ali gembira.

Pak RW sukses dengan ke antimainstreaman nya. Dela tersenyum.

***

Terdengar lengkingan bunyi Mikropon yang tidak bersahabat di telinga sesaat sebelum salah satu juri mengumumkan pemenang perlombaan memasak jengkol hari itu.

“Dan pemenang pertama adalah peserta dari RT 03 atas nama Delamitri.” Gemuruh tepuk tangan membahana.

“Mbak Del kita menang mbaaaak. Wah saya memang gak pernah salah.” Kata Pak sekte sombong sambal berjingkrakan.

Dela tidak percaya sedikit pun akan pendengaran nya, mana mungkin ia menang setelah ia memasukan macam macam bumbu ke dalam jengkol baladonya.

“Waah salah tu pak, masa menang, kan Dela salah kasih bumbu.”

“Wee ndak percaya, kalo gitu di coba sendiri masakannya.” Pak sekte menggandeng lengan Dela menuju meja Juri.

“Mas Nara, boleh nyoba tho barang sedikit, itu nganu jengkol baladonya. Ini yang mangsak nya gak percaya kalo mangsak an nya enak.”

“Mbak Del, mas Nara ini keponakan pak RW yang baru lulus kuliah di Enhaii.” Lanjut pak sekte tersenyum.

“Ini enak sekali loh pak sekte, ada semacam rasa rasa orientalnya gitu. Selamat ya Dela.” Sang Juri bernama Nara itu tersenyum kepada Dela sambil menyodorkan sebuah sendok.

Dela menggelengkan kepalanya, ia belum pernah makan jengkol sebelumnya. Mulutnya rapat.

”Coba deh,sedikit aja.” Nara menatap Dela tanpa berkedip.

Karena di tatap seperti itu akhirnya Dela pun menyerah, ia masukan secuil jengkol ke dalam mulutnya. Dan apa yang terjadi selanjutnya, satu mangkok jengkol balado habis di gasak oleh mereka berdua featuring Pak Sekte.

Sementara itu di dalam kerumunan penonton, Mama Dela dan pak RW kasak kusuk sambil tertawa.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun