Tapi tiba-tiba mereka yang jumlahnya sekompi gak meneruskan serangannya. Semua orang bernafas lega. Gue heran kok langsung antiklimaks gini. Gue nengok ke belakang. Disana ada seseorang yang lagi anteng kasih makan pasukan sambil curi-curi pandang. Gue begidik langsung aja tancap gas 200 km/jam.
***
Pangandaran adalah pantai yang asik banget buat jalan-jalan, dari pantai timur ke barat dan sebaliknya yang jaraknya lumayan bikin gempor kaki orang. Â Lha iya kaki orang, kalo bagi kaki kuda cemen lah jarak segitu mah. Untung aja disana ada penyewaan sepeda, dari yang single, double sampe king size eh salah itu mah kasur, hehe.
Kali ini gue duet sama si pemuda baik hati, tidak sombong dan rajin mencetin jerawat, Aa Fani. Sementara dia sibuk dengan jerawat di idungnya, gue di belakang ngos-ngosan ngayuh sepeda.Â
Ingin rasanya nempelin dinamo mesin jait di sepeda tandem ini biar sekali injek langsung bisa ngacir secepat kayuhan sepeda mantan Suaminya Sheryl Crow, Lance Amstrong. Tapi apa daya, jangankan dinamo, mesin jaitnya aja gak ada.
Hari itu kami udah kayak peserta Tour de France, saling salip kiri kanan. Padahal gak ada piala yang diperebutkan.
Ibarat lagi jalan-jalan di mol, mata gue sibuk tengok kiri dan kanan. Pemandangan indah sayang buat dilewatkan. Tiba-tiba gue ngerasa ada yang aneh dengan kelompok tour ini.Â
Ada anggota baru yang muncul gak daftar dulu. Anehnya kadang-kadang dia ada kadang-kadang dia ngilang. Gue lapor ke Komandan Fani, bahwa ada orang yang ngikutin sejak dari pantai timur tadi. Tapi kayak biasa Fani cuma bilang "fatamorgana".
***
Malam ini adalah malam terakhir kami di Pangandaran. Habis main seharian bikin semua orang tepar. Sebelum tidur dikunci lah rumah supaya aman, kegiatan berhitung pun dimulai.
"Sandy dan Ratna gak ada." Anti teriak keras kayak make toa.