Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nothing Else Matters

25 Februari 2016   16:36 Diperbarui: 26 Februari 2016   13:29 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bumi bernafas lega, ternyata itu semua hanyalah mimpi buruk di siang hari bolong. Siang? Bumi terperanjat, spontan ia menengok jam di tangannya. Dengan gerakan secepat kilat, ia bangkit, menyambar tas nya dan bergegas keluar kamar. Terbayang di matanya, raut wajah pak Binsar, yang lebih mengerikan dari mimpi buruknya tadi.

Diantara gaya blingsatannya, Bumi bertabrakan dengan seseorang. Bagaikan asteroid dan planet mati yang bertubrukan, menghasilkan sebuah dentuman hebat di jantung Bumi. Gadis itu menatapnya tajam dari balik helaian rambut yang menutupi sebagian wajahnya. Tidak ada senyuman yang tersungging dari bibirnya. Dengan acuh, gadis itu pun berlalu. Bumi menoleh, menatap punggung yang semakin menjauh. Bumi mendengus sambil merapikan kemeja yang melapisi T Shirt nya dengan segera.

Orang yang aneh.

****

Suara musik itu begitu menghentak, menggetarkan gendang telinganya. Konsentrasi Bumi langsung buyar seketika. Emosinya sudah naik ke ubun ubun, ia tutup diktatnya dan mulai beranjak keluar kamar. Tapi baru saja kakinya berada di ambang pintu, musik itu telah berhenti.

Bumi mendengus kesal, ia tak habis pikir ada perempuan yang menyukai musik musik keras yang menurutnya tak berirama itu. Perempuan itu kan identik dengan kelembutan, keteraturan, dan semua hal yang mengikutinya, bukan kehingar bingaran yang tak karuan.

"Kenapa kamu uring uringan terus setiap hari? Udah kayak pak Raden yang ketakutan pohon jambunya di rontokin si unyil aja." Tony lagi lagi telah pasang posisi di ranjang Bumi.
"Kesel sama tetangga sebelah. Dia tu cewek apa alien sih? Bener bener nyebelin dan gak berperasaan. Gak tau apa tetangganya lagi ngerjain tugas."
Tony terbahak.
"Makanya bikin pengumuman sama dia, kalo kamu lagi ngerjain tugas. Atau labrak aja dia sekalian kayak kamu ngelabrak aku dulu, berani gak?" Tony terkikik."Pake gak berani segala."
"Tapi kamu belum lakuin kan? Takut di gigit kelelawar piaran dia ya?" Kini Tony tertawa sampai berguling guling.
"Masalahnya tiap aku mau labrak, musik dia langsung berhenti."
"Itu namanya jodoh, Bum."
"Jodoh? Ngomong sana sama tembok." Bumi sewot.

****

Malam itu begitu dingin, tetes hujan masih jatuh satu persatu. Bumi merapatkan jaket jeansnya dengan segera. Jarum jam di tangannya menunjukkan pukul 11 malam. Kereta yang membawanya kembali ke kota ini mengalami keterlambatan. Gerbang kos an nya telah terlihat di pelupuk matanya. Rasa kantuk menyergapnya tiba tiba, membuatnya berjalan dengan sempoyongan.

Sampai di gerbang, ia melihat seseorang yang sedang terbungkuk bungkuk di depan kamarnya. Bumi bertanya tanya, siapa gerangan yang berada di depan kamarnya itu? Sosoknya tidak ia kenal sama sekali. Orang itu seperti mengangkat sesuatu yang agak berat. Bumi menyipitkan matanya untuk memfokuskan penglihatannya. Sekilas ia melihat huruf huruf yang membentuk kata The Beatles di sana.

Itu kan CPU ku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun