Mohon tunggu...
Ika Maya Susanti
Ika Maya Susanti Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas dan pemilik blog https://www.blogimsusanti.com

Lulusan Pendidikan Ekonomi. Pernah menjadi reporter, dosen, dan guru untuk tingkat PAUD, SD, dan SMA. Saat ini menekuni dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tentang Murid yang Divonis Ber-IQ Paling Rendah, Lalu Membaik Berkat Literasi

5 Februari 2023   08:33 Diperbarui: 8 Februari 2023   15:39 2502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu sewaktu mengajar di sebuah sekolah, ada seorang murid saya yang 'divonis' memiliki IQ paling rendah. Skor hasil tes IQ-nya, di bawah 100.

Di akademik, banyak hal yang membuat anak ini seperti menunjukkan bahwa ia memang pantas dengan IQ tersebut. Nilai-nilainya selalu jauh di bawah teman-temannya. 

Sedangkan jika dilihat dari proses belajar, ia kerap membuat banyak guru geleng-geleng kepala. Misalnya saat diminta untuk mengerjakan soal: gambarkan apa yang terjadi dalam proses jual beli yang ada di pasar. 

Yang terjadi, ia akan benar-benar menggambar. Ya, dia menjawab soal tersebut dengan sungguh-sungguh membuat sebuah gambar. Sementara yang dimaksud dari guru dalam soal tersebut adalah jawaban dalam bentuk penjelasan.

Banyak guru sampai sudah angkat tangan menghadapi murid istimewa ini. Bahkan untuk menerangkan pelajaran ke anak ini, berbagai cara pun sudah dicoba. Hasilnya, murid ini masih saja menunjukkan kemampuan yang rendah dalam menangkap pelajaran.

Hingga suatu ketika, seorang guru BK datang ke sekolah tempat saya mengajar. Keajaiban lalu terjadi setelahnya.

Kebiasaan Membaca untuk Memperbaiki Kemampuan dan Kecerdasan Siswa

Jujur, saya akan ingat selalu kisah ini. Cerita tentang seorang guru BK yang berhasil membongkar habis-habisan kemampuan anak yang awalnya 'divonis' ber-IQ paling rendah. Namanya, Miss Mala.

Mulai dari sisi psikis seperti kepercayaan diri yang rendah dari anak itu, entah dengan cara apa, Miss Mala bisa mengangkatnya. Anak itu memang sangat-sangat rendah diri karena nilainya selalu di bawah, begitu juga kemampuannya dalam proses belajar mengajar.

Nah, yang bisa kita tiru dan ingin saya ceritakan dalam tulisan ini adalah bagaimana kemampuan si anak bisa berubah lebih baik dalam proses belajar mengajar. Caranya lewat literasi.

Langkah pertama yang dilakukan oleh Miss Mala adalah meminta si anak untuk membaca buku cerita anak setiap harinya. Miss Mala sengaja memilihkan buku-buku cerita anak yang bahkan ditujukan untuk tingkat anak yang baru bisa atau belajar membaca. 

Jadi, buku-buku cerita anak tersebut kebanyakan buku dengan banyak ilustrasi. Pilihan katanya cukup sederhana. Kalimatnya juga tidak panjang-panjang.

Dari tugas yang sederhana yaitu membaca buku cerita anak ini, si anak jadi punya pola untuk belajar berpikir apa yang terkandung dalam isi cerita buku tersebut. Ini menjadi bekal kemampuan dasar seseorang untuk bisa menggunakan logika sederhananya dalam menangkap maksud dari sebuah komunikasi.

Makin hari, tulisan yang harus dibaca oleh anak tersebut berubah makin berat. Ia bahkan diminta harus membaca koran setiap harinya. 

Dari membaca koran, kemampuan alur berpikir logika anak tersebut juga makin membaik. Juga seiring waktu makin kayanya kosa kata yang ia kuasai.

Dan suatu ketika sekolah gempar. Pada pelajaran Fiqih, anak ini bisa lolos dari rermedial. Sementara faktanya, pelajaran ini bisa dibilang sering membuat anak-anak di sekolah tempat saya dulu mengajar ini banyak yang terkena remedial.

Bukan itu saja. Anak tersebut bahkan mampu mengalahkan nilai seorang anak yang bisa dibilang punya IQ serta kemampuan akademik yang cukup bagus.

Kemajuan ini tentunya membuat kami para guru jadi senang. Kepercayaan diri anak itu pun makin membaik.

Dari cerita saya ini, ada hal menarik yang bisa kita ambil kesimpulannya. Pertama, tak selamanya nasib seorang anak ditentukan oleh IQ-nya. Yang ke dua, cerita ini adalah bukti bahwa kemampuan literasi yang diasah lewat kebiasaan membaca, rupanya mampu memperbaiki kemampuan otak alias kecerdasan seseorang.

Sumber foto: Pixabay
Sumber foto: Pixabay

Alasan Indonesia Harus Bebas dari Buta Huruf dan Perlunya Kualitas Kemampuan Literasi Masyarakat

Cerita tadi hanyalah satu dari sebuah cerita tentang betapa pentingnya kebiasaan berliterasi dalam masyarakat. Masyarakat yang terbiasa memiliki kebiasaaan literasi apalagi sejak dini, akan meningkatkan kualitas kecerdasannya.

Tentunya, kebiasaan berliterasi ini harus dimulai dari bebasnya buta huruf di masyarakat Indonesia. Jika kondisi tersebut masih ada di Indonesia, tentunya perlu banyak pihak yang harus saling membantu untuk membebaskan masyarakat dari buta huruf.

Masalah seperti lokasi tempat tinggal yang jauh dari peradaban hingga sulit dijangkau untuk akses pendidikan, kurangnya stimulus untuk mulai membaca, bahkan minimnya minat membaca, semua masalah itu memerlukan kepedulian pemerintah dan masyarakat.

Seperti cerita mantan murid saya tadi, jikalah saja tidak ada guru BK yang peduli, yang tahu bagaimana cara atau solusi dari masalah tersebut, tentunya anak tersebut akan selalu lekat dengan label IQ rendahnya.

Demikian halnya dengan yang terjadi di masyarakat kita. Tanpa kepedulian mereka yang tahu solusinya, maka masalah buta huruf di Indonesia tidak akan pernah bisa selesai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun