Langkah pertama yang dilakukan oleh Miss Mala adalah meminta si anak untuk membaca buku cerita anak setiap harinya. Miss Mala sengaja memilihkan buku-buku cerita anak yang bahkan ditujukan untuk tingkat anak yang baru bisa atau belajar membaca.Â
Jadi, buku-buku cerita anak tersebut kebanyakan buku dengan banyak ilustrasi. Pilihan katanya cukup sederhana. Kalimatnya juga tidak panjang-panjang.
Dari tugas yang sederhana yaitu membaca buku cerita anak ini, si anak jadi punya pola untuk belajar berpikir apa yang terkandung dalam isi cerita buku tersebut. Ini menjadi bekal kemampuan dasar seseorang untuk bisa menggunakan logika sederhananya dalam menangkap maksud dari sebuah komunikasi.
Makin hari, tulisan yang harus dibaca oleh anak tersebut berubah makin berat. Ia bahkan diminta harus membaca koran setiap harinya.Â
Dari membaca koran, kemampuan alur berpikir logika anak tersebut juga makin membaik. Juga seiring waktu makin kayanya kosa kata yang ia kuasai.
Dan suatu ketika sekolah gempar. Pada pelajaran Fiqih, anak ini bisa lolos dari rermedial. Sementara faktanya, pelajaran ini bisa dibilang sering membuat anak-anak di sekolah tempat saya dulu mengajar ini banyak yang terkena remedial.
Bukan itu saja. Anak tersebut bahkan mampu mengalahkan nilai seorang anak yang bisa dibilang punya IQ serta kemampuan akademik yang cukup bagus.
Kemajuan ini tentunya membuat kami para guru jadi senang. Kepercayaan diri anak itu pun makin membaik.
Dari cerita saya ini, ada hal menarik yang bisa kita ambil kesimpulannya. Pertama, tak selamanya nasib seorang anak ditentukan oleh IQ-nya. Yang ke dua, cerita ini adalah bukti bahwa kemampuan literasi yang diasah lewat kebiasaan membaca, rupanya mampu memperbaiki kemampuan otak alias kecerdasan seseorang.
Alasan Indonesia Harus Bebas dari Buta Huruf dan Perlunya Kualitas Kemampuan Literasi Masyarakat