Mohon tunggu...
Ika Maya Susanti
Ika Maya Susanti Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas dan pemilik blog https://www.blogimsusanti.com

Lulusan Pendidikan Ekonomi. Pernah menjadi reporter, dosen, dan guru untuk tingkat PAUD, SD, dan SMA. Saat ini menekuni dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Membuat Karya Fiksi jadi Lebih Berbobot

20 Februari 2022   15:28 Diperbarui: 20 Februari 2022   15:31 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay

Beberapa tahun lalu, saya sangat suka sekali mengikuti kultwit para penulis senior. Apalagi yang suka berbagi ilmu.

Salah satu penulis yang kultwitnya paling sering saya tunggu adalah Windy Ariestanty.

Suatu ketika, ia pernah membuat kultwit bertema Apa Saja yang Menjadi Bobot Menilai Sebuah Fiksi. Sumber utama materinya berasal dari 10 Langkah Menulis Cerita yang dibuat oleh A S Laksana. 

Berikut ini beberapa poin yang disampaikan Windy untuk para penulis yang ingin membuat karya fiksinya menjadi lebih berbobot.

  1. Membaca

Membaca sangat penting untuk setiap orang yang ingin menulis. Demi meningkatkan kemampuan menulis cerita, mulanya harus banyak membaca. Ini bukan hanya memberi motivasi dan inspirasi, tetapi juga membantu kita memahami bagaimana penulis lain memikat pembaca. Juga bagaimana mereka menerapkan gaya mereka. Dari sana kita bisa membangun gaya bertutur sendiri.

Yap, menurut saya memang jika kita ingin menjadi penulis, salah satu cara yang harus dilakukan ya banyak membaca.

Aktivitas membaca bisa membuat seseorang memiliki pola logika yang akan terasah saat ia membuat tulisan fiksi. 

Manfaat dari rajin membaca juga akan berimbas pada bagaimana proses penulis saat membuat kalimat, sampai memperkaya kosa kata.

  1. Ilham

Bagi para penulis yang sudah jago, ilham tampaknya datang begitu saja setiap saat. Bagi para penulis baru? Jangan khawatir, ilham bisa didapat di mana-mana. Banyak hal sederhana bisa menginspirasi. Ini hanya persoalan 'cara melihat'.

Untuk mengasah kepekaan dalam mendapat ilham alias inspirasi kepenulisan, selama ini saya kerap memakai logika bertanya. Misalkan saat membuat cerpen Mengapa Balon Hijau Meletus Lebih Dulu, saya berpikir, mengapa dalam lagu itu harus balon hijau yang meletus. Mengapa kok tidak warna lain. 

Ilham atau inspirasi menulis juga bisa begitu mudah saya dapatkan dari lirik lagu, berita, fenomena, atau orang yang berkonflik dengan saya.

Saya tinggal mengolah dengan mengawali pola berpikir dengan bertanya, bagaimana jika, mengapa, apa yang terjadi jika ... , dan yang lainnya.

  1. Konsep cerita

Rumuskan konsep cerita kita. Ini tentang 'apa' yang ingin kita sampaikan. Misal, dalam MMJ (Marmut Merah Muda karya Raditya Dika), Radit ingin bicara tentang cinta yang diam-diam.

Mau apapun cerita yang kita buat, karya tersebut akan makin kuat jika kita bisa membuat pondasi tentang inti atau tema dasarnya.

Langkah ini bisa menjadi pengunci kerangka cerita sehingga nantinya tidak melenceng ke mana-mana.

  1. Peristiwa kunci

Tulislah daftar peristiwa kunci yang akan terjadi dalam cerita kita. Tulis karakter-karakter yang akan menghidupkan cerita. Tidak harus detail. Ini hanya sketsa kasar jalannya cerita.

Saat membuat kerangka tulisan, biasanya itu sekaligua menjadi penentu alur cerita nantinya.

Nah, agar alur cerita bisa konsisten naik turunnya, mulailah tentukan peristiwa-peristiwa penting yang akan menjadi penentu dari naik turunnya konflk dalam alur cerita.

  1. Karakter cerita

Pahami karakter-karakter dalam cerita yang akan kita buat. Menulis cerita kira-kira sama dengan menyampaikan sebuah peristiwa yang dialami oleh 'seseorang' atau 'beberapa orang' Jika Anda kenal betul dengan orang itu, cerita kita akan meyakinkan. 'Seseorang' dalam cerita kita adalah tokoh yang kita ciptakan. Kenali tokoh itu sedalam-dalamnya dan kita akan bisa menuturkan cerita yang menarik tentangnya. Bikinlah tokoh kita masuk akal tapi menyimpan misteri.

Dulu saat saya pernah mengikuti kelas menulis yang diadakan Benny Rhamdani, beliau meminta saya dan teman-teman untuk menentukan dulu tokoh ceritanya.

Waktu itu saya sampai membuat apa zodiaknya, golongan darahnya, makanan kesukaan, fisiknya seperti siapa dan itu diwujudkan dalam bentuk foto. 

Penentuan ciri khas tokoh ini akan sangat menentukan bagaimana para tokoh berkomunikasi dalam cerita. Tidak akan sampai ada kejadian tokoh yang berbeda tapi terbaca sama oleh pembaca.

  1. Kekuatan awal tulisan

Bikinlah pembukaan yang baik. Pembukaan harus menarik karena kita harus memikat pembaca dari awal hingga akhir cerita. This is the power of first paragraph. Pelajari paragraf pertama dari banyak cerita yang kita baca. Apa yang membuat kita tertarik untuk terus membaca?

Dalam proses menulis, hal ini selalu jadi penekanan. Masih cerita sewaktu mengikuti kelas menulis dengan Benny Rhamdany, waktu itu kami sampai diminta menganalisa cerita pembuka dari beberapa karya fiksi yang kami suka. Ini sebagai cara belajar untuk melihat bagaimana membuat  lead yang bagus.

  1. Plot

Bangunlah plot yang memikat. Sejak permulaan, sodorkan peristiwa yang akan segera melahirkan persoalan atau konflik bagi karakter utama. Perbesar konflik selama cerita berjalan. Ini akan membuat pembaca kita dengan senang hati melahap cerita sampai habis.

Plot yang bagus menurut saya akan lebih baik jika ditentukan saat membuat kerangka karangan. Membosankan atau memikatnya sebuah cerita akan tergantung dari sana.

  1. Dialog

Dialog penting untuk menghidupkan cerita. Gunakan dialog untuk memperkuat cerita dan menghidupkan karakter. Jangan menggunakannya sebagai cara untuk memanjang-manjangkan cerita.

Ini hal yang perlu diperhatikan, menjadikan dialog sebagai unsur dan penentu alur cerita.

Beberapa karya bahkan akhirnya menjadi terkenal karena penulisnya mampu menciptakan dialog tokoh ceritanya yang mengena ke pembaca. Bahkan, hingga banyak orang mengoleksi kutipan-kutipam dialognya.

  1. Menjaga nafas dalam berkarya

Tulislah cepat-cepat. Kita harus cepat menyelesaikan cerita sebelum kehilangan mood. Kalau terlalu lama manyun di satu cerita, kita sendiri akan bosan dan kelelahan. 

Kalau menurut saya, ada tipe penulis yang memang prosesnya seperti ini. Tapi seandainya tidak demikian, sah-sah saja. Karena ada juga penulis yang benar-benar detail serta perfeksionis sehingga proses kreatifnya untuk sebuah karya fiksi bisa sampai bertahun-tahun lamanya.

  1. Evaluasi

Cerita kita sudah selesai. Simpan barang seminggu. Tulis lagi cerita baru. Setelah kurang lebih seminggu, tiba saatnya untuk mengedit cerita yang lama. Perbaiki sebagus-bagusnya cerita tersebut. Baik juga meminta teman untuk membaca cerita kita. Mereka biasanya jeli melihat kesalahan. Tak usah cemberut jika mereka mengkritik. Dan ada beberapa hal kecil tapi tidak sepele yang harus juga kita perhatikan dalam menulis cerita selain 10 tadi.

Saat proses ini, tempatkan diri kita sebagai orang lain yang membaca sebuah karya fiksi. Dengan cara ini, kita bisa mengevaluasi seobjektif mungkin tulisan kita sendiri.

Itu tadi sepuluh hal menurut A S Laksana yang bisa membuat sebuah karya fiksi jadi lebih berbobot. Selain itu, Windy Ariestanty juga menambahkan tiga poin tambahan.

  1. Point of view atau sudut pandang yang digunakan. 

Ingat, semua orang punya point of view yang beda. Jadi kalau semua karaktermu sama, itu tidak seru. 

  1. Perhatikan cara berbicara tokoh

Pilihan kalimatnya, intonasinya. Tidak mungkin semua karakter bicara dengan nada yang sama. Pernah nggak kamu baca novel yang semua karakternya mirip, mulai dari cara berpikir, begitu juga dengan cara berbicaranya? Seorang tokoh yang pemalu, tentunya memiliki cara berbicara yang berbeda dengan anak yang pemberani. Setiap orang punya gaya bicara.

  1. Logika bercerita

Bahkan dalam fiksi sekalipun logika bercerita harus dijaga. Dalam fiksi bukan berarti semua semua hal dimaklumi dan menjadi boleh dengan alasan 'namanya juga fiksi' Imajinasi yang 'bohong' sekalipun membutuhkan fakta dan realitas untuk kondisinya agar bisa disebut bohong. Begitulah sebuah fiksi bermain. Fakta akurat yang didapat dari riset membuat realitas imajinatif yang disuguhkan pengarang dalam karya fiksinya tidak kehilangan logika. Cerita pun menjadi meyakinkan. Jika tidak, maka cerita akan cacat. Pembaca yang kritis akan sangat terganggu dengan cacat ini.

Tiga poin tambahan dari Windy Ariestanty barusan sebetulnya menurut saya jabaran yang lebih detail dari beberapa poin di sepuluh versi A S Laksana. 

Misalnya untuk point of view dan cara berbicara tokoh, ini akan menjadi bagus dalam sebuah karya fiksi jika dasar saat membuat karakter cerita sudah benar-benar matang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun