Itu tadi sepuluh hal menurut A S Laksana yang bisa membuat sebuah karya fiksi jadi lebih berbobot. Selain itu, Windy Ariestanty juga menambahkan tiga poin tambahan.
Point of view atau sudut pandang yang digunakan.Â
Ingat, semua orang punya point of view yang beda. Jadi kalau semua karaktermu sama, itu tidak seru.Â
Perhatikan cara berbicara tokoh
Pilihan kalimatnya, intonasinya. Tidak mungkin semua karakter bicara dengan nada yang sama. Pernah nggak kamu baca novel yang semua karakternya mirip, mulai dari cara berpikir, begitu juga dengan cara berbicaranya? Seorang tokoh yang pemalu, tentunya memiliki cara berbicara yang berbeda dengan anak yang pemberani. Setiap orang punya gaya bicara.
Logika bercerita
Bahkan dalam fiksi sekalipun logika bercerita harus dijaga. Dalam fiksi bukan berarti semua semua hal dimaklumi dan menjadi boleh dengan alasan 'namanya juga fiksi' Imajinasi yang 'bohong' sekalipun membutuhkan fakta dan realitas untuk kondisinya agar bisa disebut bohong. Begitulah sebuah fiksi bermain. Fakta akurat yang didapat dari riset membuat realitas imajinatif yang disuguhkan pengarang dalam karya fiksinya tidak kehilangan logika. Cerita pun menjadi meyakinkan. Jika tidak, maka cerita akan cacat. Pembaca yang kritis akan sangat terganggu dengan cacat ini.
Tiga poin tambahan dari Windy Ariestanty barusan sebetulnya menurut saya jabaran yang lebih detail dari beberapa poin di sepuluh versi A S Laksana.Â
Misalnya untuk point of view dan cara berbicara tokoh, ini akan menjadi bagus dalam sebuah karya fiksi jika dasar saat membuat karakter cerita sudah benar-benar matang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H