Meski baru malam itu saya bisa dinyatakan 50 persen lebih bisa naik motor, keesokan harinya saya sudah memberanikan diri untuk liputan sambil mengendarai motor.
Padahal, kondisinya motor itu masih belum memiliki plat nomor! Kondisi cara saya yang masih belum lancar mengendarai pun juga tak kalah parahnya.
Tapi, ada satu rahasia yang membuat saya berani dan baru enam bulan kemudian mengalami jatuh pertama kali dari motor.
Saya memang punya kebiasaan hingga satu tahun lebih naik motor dengan terus membaca shalawat! Hehehe... Pesan bertuah dari ibu tuh!
Tapi buktinya, ketika pengalaman jatuh itu terjadi, motor dan tubuh saya tidak sampai parah mengalami kerusakan. Badan hanya sedikit memar, dan tuas daerah perseneleng agak sedikit bengkok dan bisa diluruskan lagi.
Urusan reporter yang baru bisa naik motor ternyata bukan hanya saya sendiri saja lho!
Ada Pak Camat alias Marwah, Junaidi, dan Ferdi, teman satu redaksi yang juga sama-sama baru belajar naik motor saat jadi reporter. Dan urusan jatuhnya juga berbeda-beda versi.
Marwah teman reporter lain, mengalami pengalaman jatuh ketika ia meminjam motor milik seorang redaktur.
Tubuhnya sukses terjungkal ke dalam parit ketika sedang mengendarai motor untuk urusan liputan. Untungnya saat itu bajunya hanya basah kuyup dan ia sendiri tidak mengalami luka apa-apa.
Sedangkan masih teman reporter juga yang bernama Junaidi dan memiliki rumah jauh dari kantor, harus mengandangkan motornya beberapa hari di kantor karena ia sendiri tidak bisa menaiki motornya pulang ke rumah.
Alasannya, ingin belajar dulu dan baru membawa motornya sendiri pulang ke rumah. Meskipun pada akhirnya, sepertinya motor itu dijemput oleh kakaknya untuk dibawa pulang ke rumah.