"Di pelantar dekat kelong, Mak. Dengan kakak laki-laki teman kakak perempuan ini," tunjuk Anis ke arah wanita yang jadi objek pandangan kami berdua.
Wanita yang kami asyik bicarakan tersadar, ia sedang diperhatikan.
"Eh, Anis, sini... Mau coba?" wanita itu mengayunkan tangannya ke arah Anis, tidak ke padaku.
"Boleh, Mak?" Anis mendongak meminta persetujuanku.
Aku mengangguk tak ikhlas. Ia tamuku. Aku yang mempersilakannya menginap di rumahku malam ini. Kenapa ia tak mengajakku juga?
Dan langkahku tetap membisu ditinggal tapak kaki mungil Anis yang mendekati wanita itu.
"Kamu mau coba? Harum lho!" wanita itu mendekatkan botol merah mudanya ke bawah lubang hidung Anis.
Anis tersenyum malu bercampur senang.
"Nih, Kakak oleskan di muka Anis ya!"
Setetes krim diletakkan di ujung telunjuk meruncing milik wanita itu. Lalu, diletakkannya setitik demi setitik di sebaran wajah Anis. Dahi, pipi, dagu, dan hidung gadis kecilku. Jari jemarinya kemudian mengusap dengan gemulai. Kadang menepuk, kadang mengusap.
Aku makin tak tahan hanya bisa mengamati dari balik tirai. Kudekati mereka berdua, berharap jari jemari itu juga melakukan hal yang sama di wajahku yang telah berharap ingin sedari tadi.