Bisa dibilang, bagaimana cara saya lahir ke dunia lah yang juga membuat saya menjadi seperti sekarang.
Pernah ibu bercerita, saat akan melahirkan saya, ia berangkat sendiri ke rumah sakit dalam kondisi lendir serviks yang telah keluar. Sampai di rumah sakit, rupanya ibu sudah bukaan tiga.
Saat itu ayah masih bekerja. Tetangga yang ada menyuruh ibu untuk bergegas ke rumah sakit sementara ia ke kantor ayah memberi tahu jika ibu akan melahirkan.
Ketika saya kecil di Bekasi, bagaimana ibu harus sendirian bersama saya dengan membawa adik ke rumah sakit dalam kondisi kejang, naik koasi, itu pun dilakoni ibu. Saat itu saya masih TK. Sedangkan adik usia tiga tahun.
Ibu berkali-kali menunjukkan pada saya, menjadi wanita itu harus mandiri. Tidak mudah bergantung pada orang lain dan berusaha mengatasi segalanya sendiri.
Ibu Mengajari Bagaimana Berani Mendobrak Keterbatasan
Kata ibu, ia tak pernah lulus SD. Alasannya klise, tidak ada biaya. Dan memang itu kenyataannya.
Tapi ibu adalah guru pertamaku mengenal aksara. Hingga di usia empat setengah tahun, saya jadi sudah lancar membaca.
Ibu juga yang jadi membuatku suka matematika khususnya aritmetika. Segala PR yang saya dapat dari sekolah, biasanya ibu pelajari dulu. Lalu malamnya, ibu mengajari saya cara mengerjakannya.
Khusus aritmetika, ibu mengenalnya dari pelajaran sekolah saya. Untuk yang satu ini, ibu benar-benar memelajari sendiri bagaimana contoh pengerjaan yang sudah saya tulis di sekolah, lalu mencernanya menjadi cara yang mudah untuk saya pahami.