Tahun 2024 sudah setengah jalan dilewati, dan Komisi Informasi (KI) Provinsi Banten belum juga terisi komisioner terpilih padahal komisioner periode sebelumnya telah selesai bertugas pada Desember Tahun 2023 lalu.
Apakah ketiadaan komisioner Komisi Informasi selama setengah tahun ini cukup mengganggu iklim keterbukaan informasi di Banten?. Apakah lalu tersebab ketiadaan komisioner, Â Badan Publik di Banten tidak patuh pada kewajiban seperti yang terkandung di dalam Undang-undang 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik?.
Pembentukkan Komisi Informasi Pusat merupakan salah satu amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disebut UU KIP), yang diatur dalam Pasal 59. Bahwa "Komisi Informasi Pusat harus sudah dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini". Berdasarkan Pasal 24 ayat (2), Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota Negara.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 24 ayat (1), Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi Provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi Kabupaten/Kota.
Dalam Pasal 1 angka 4 Bab Ketentuan Umum, disebutkan bahwa Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan undang-undang ini dan peraturan pelaksananya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.
Maka jika dipahami, keberadaan komisi informasi, minimal hingga tingkat provinsi, adalah wajib hukumnya mengingat ada 1 (satu) fungsinya yang vital dari 2 (dua) fungsi lainnya yakni menjalankan UU KIP dan peraturan pelaksananya. Peraturan pelaksana dimaksud, saat ini outputnya dalam bentuk Peraturan Komisi Informasi (Perki) sebagai petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana dari UU KIP tersebut.
Komisi informasi kiranya bertanggung jawab dalam memastikan seluruh badan publik di Indonesia mematuhi kewajibannya dalam menyampaikan informasi publik, disertai tanggung jawab lain yakni meningkatkan kesadaran masyarakat atas haknya mendapatkan informasi publik melalui edukasi dan literasi seperti yang menjadi salah satu misi dari 7 (tujuh) misi lainnya.
Ketiadaan komisioner pada Komisi Informasi di Banten, memang tidak dengan serta merta menjadikan badan publik terutama, atau kita sebut saja contoh badan publik tersebut antara lain adalah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemerintah Provinsi Banten, menjadi abai pada kewajibannya mengupdate informasi berkala yang memang wajib dipublikasikan sekurangnya setiap 6 (enam) bulan sekali.
Apa itu Informasi Berkala?. Berdasarkan UU KIP, Informasi Berkala adalah informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala semisal antara lain: Informasi tentang profil badan publik, Â Ringkasan informasi tentang program dan/atau kegiatan yang sedang dijalankan dalam lingkungan badan publik, Informasi tentang kinerja dalam lingkup badan publik berupa narasi realisasi program dan kegiatan yang telah maupun sedang dijalankan, Informasi tentang laporan keuangan, Ringkasan tentang peraturan, keputusan, dan/atau kebijakan yang mengikat dan/atau berdampak bagi publik yang dikeluarkan oleh Badan Publik, Informasi tentang tata cara pengaduan penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran yang dilakukan baik oleh pejabat Badan Publik maupun pihak yang mendapatkan izin atau perjanjian kerja dari Badan Publik yang bersangkutan, Informasi tentang pengumuman pengadaan barang dan jasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait dan Informasi tentang prosedur peringatan dini dan prosedur evakuasi keadaan darurat di setiap kantor Badan Publik.
Bahkan, jika diamati, OPD khususnya di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten makin giat dan patuh melengkapi setiap informasi berkala pada websitenya, karena dimonitor juga oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Utamanya, yang bertanggung jawab langsung pada Atasan PPIDnya dalam hal ini dijabat oleh Sekretaris Daerah. Â Â
Begitupun permohonan informasi yang deras berdatangan terutama untuk informasi-informasi yang masuk kategori Informasi Setiap Saat, dilayani dengan optimal oleh PPID Pelaksana di OPD, walaupun tak sedikit juga pemohon informasi yang belum lengkap menyertakan syarat-syarat yang dibutuhkan dalam memohon informasi seperti yang diatur oleh Perki. PPID Pelaksana tetap harus merespon permohonan informasi tersebut dalam jangka waktu tertentu, termasuk membantu komisi informasi dalam melaksanakan tugasnya mengedukasi masyarakat terkait pelaksanaan UU KIP ini.
Informasi Setiap Saat adalah informasi yang harus tersedia setiap saat dan dapat diberikan saat ada permohonan informasi yang terlebih dahulu harus memenuhi syarat-syarat.Â
Informasi Setiap Saat ini memuat seluruh informasi di luar Informasi Berkala yang telah dijelaskan di atas. Biasanya Informasi Setiap Saat berupa dokumen semisal Informasi tentang peraturan, keputusan dan/atau atau kebijakan Badan Publik, Informasi tentang organisasi, administrasi, kepegawaian, dan keuangan, Surat-surat perjanjian dengan pihak ketiga berikut dokumen pendukungnya, Surat-surat perjanjian dengan pihak ketiga berikut dokumen pendukungnya, Surat-menyurat pimpinan atau pejabat Badan Publik dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, Syarat-syarat perizinan, izin yang diterbitkan dan/atau dikeluarkan berikut dokumen pendukungnya, dan laporan penaatan izin yang diberikan, Data perbendaharaan atau inventaris serta Rencana strategis dan rencana kerja Badan Publik.
Berdasarkan informasi, hingga akhir Juni tahun 2024 Â tercatat 94 (sembilan puluh empat) permohonan penyelesaian sengketa telah diregistrasi oleh sekretariat Komisi Informasi Banten, dengan rincian 12 (dua belas) permohonan dicabut dan 86 (delapan puluh enam) belum disidangkan.Â
Dari 86 (delapan puluh enam) permohonan tersebut, hanya 17 (tujuh belas) permohonan atau sekira 18% (delapan belas prosen)nya yang ditujukan ke badan publik Pemerintah Provinsi Banten, yang didominasi oleh satuan pendidikan negeri setingkat SMA/SMK.
Sebagaimana disebutkan dalam Perki Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik, proses penyelesaian sengketa informasi dapat dilakukan melalui jalur mediasi dan atau sidang adjudikasi nonlitigasi paling lambat 100 hari kerja, dan tentu saja hal tersebut adalah tugas dari Komisioner Komisi Informasi.
Pada Pasal 26 ayat (2) UU KIP, tugas Komisi Informasi yaitu: 1. Menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi; 2. Menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah selama Komisi Informasi Provinsi dan/atau Komisi Informasi Kabupaten/Kota belum terbentuk; dan 3. Memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya berdasarkan undang-undang ini kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia setahun sekali atau sewaktu-waktu jika diminta.
Lalu bagaimana dengan permohonan penyelesaian sengketa informasi yang telah diregister pada Januari hingga setidaknya awal Maret 2024?. Bukankan telah melampau 100 (seratus) hari kerja penyelesaian seperti yang dipersyaratkan?. Anehnya, hingga saat ini belum ada informasi bahwa pemohon penyelesaian sengketa mengadu karena permohonannya tidak pernah diproses, padahal jika pemohon bersungguh-sungguh atas permohonan informasinya dan benar-benar membutuhkan informasi tersebut logikanya, dia akan melakukan berbagai cara agar haknya dipenuhi.
Sebagai informasi, pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, terdapat 3 (tiga) target  Indeks Kinerja Utama (IKU) yang harus dicapai oleh Komisi Informasi (KI) Pusat. Berdasarkan data Tahun 2022, kinerja utama dimaksud beserta targetnya yakni: Pertama, penyelesaian sengketa informasi publik (target 90 register terselesaikan), kedua penguatan Badan Publik dalam melaksanakan Ketentuan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (target 98 Badan Publik Informatif), dan ketiga penyusunan Indeks Keterbukaan Informasi Publik (Nilai IKIP Nasional 72).
Lalu saya mulai bertanya-tanya, apakah target IKU KI Pusat tersebut, linier dengan target IKU KI di daerah?. Â Jika ya, berapa target KI Provinsi Banten?. Dengan gaji bulanan yang sangat layak, setidaknya KI Provinsi Banten seharusnya dapat menyumbang minimal 80% (delapan puluh prosen) pada target IKU KI Pusat. Yang saya amati selama ini, KI Provinsi Banten tampak tidak punya target, atau bahkan tak terinformasi juga bahwa di pusat, KI-nya ditarget.
Namun, mengingat kondisi ketiadaan komisioner KI di Banten saat ini, mempertanyakan IKU mereka sepertinya kurang relevan, karena bahkan menyelesaikan pekerjaan rumah dan utang perkara saja tidak ada yang bisa melakukannya.
Maka, bukan 'quo vadis keterbukaan informasi publik' yang pantas jadi headline, namun lebih tepat: 'quo vadis komisi informasi di Banten?'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H