Selain itu, dalam Majelis Maiyah juga diadakan kajian Al-Quran dengan metode kontekstual, yakni mengkaji ayat Al-Quran yang kemudian dihubungkan dengan realitas kehidupan atau topik permasalahan yang sedang dibahas dalam forum. Jemaah Maiyah sangatlah heterogen, sebagaian besar awam terhadap ilmu-ilmu keagamaan, oleh karenanya kajian Al-Qur'an diarahkan kepada tadabbur karena dinilai sesuai dengan kebutuhan. Jamaah tidaklah membutuhkan kajian ilmiah akan tetapi kajian imaniah amaliah. Jamaah tidaklah memerlukan pemahaman Al-Qur'an secara melebar ataupun mendalam akan tetapi cukup memahami makna ayat secara umum kemudian melakukan perenungan, penghayatan lalu mengamalkannya dalam kehidupan nyata. Oleh karena pilihan ayat-ayatnya pun disesuaikan dengan kebutuhan untuk pembangunan jiwa dan kehidupan. (Ahmad Fuad Effendi Muhammad Ainun Nadjib, 2021). Â
Biasanya majelis maiyah digelar setiap satu bulan sekali dengan kisaran waktu selama lima sampai tujuh jam pada malam hari. Majelis Maiyahan bisanya digelar di Yogyakarta (Mocopat Syafaat), Jombang (Phadangmbulan), Semarang (Gambang Syafaat), Jakarta (Kenduri Cinta), Surabaya (Bangbang Wetan) dan berbagai tempat lainnya.
Majelis maiyah ini tidak bisa disebut sebagai aliran atau sebuah kelompok keagamaan, karena berdasarkan pengamatan, Jama'ah Maiyahan tidak semuanya beragama Islam, artinya meskipun umat muslim menjadi kaum mayoritas yang menghadiri majelis ini, namun tidak melulu para jama'ahnya adalah orang muslim. Jamaah Maiyahan juga tidak melulu orang NU, Muhammadiyah atau lainnya. Hal tersebut dikarenakan seperti disebutkan diatas, bahwa majelis ini dibentuk atas kesamaan dan kebersamaan (Maiyah = Bersama), sehingga dalam pelaksanaannya. tidak ada pengkotakan suatu kelompok, semua dianggap dan diposisilkan dalam kelas yang sama.
2. Emha Ainun Nadjib, atau Mbah Nun dalam suatu kesempatan menyampaikan perihal Majelis Maiyah merupakan sebuah forum dengan tanpa struktur guru dan murid, sebab hal demikian merupakan wacana yang tidak dapat mencapai harmoni keilmuan. Tidak seperti majelis-majelis ilmu kebanyakan yang memiliki sistem murid-guru didalamnya, melainkan dalam majelis maiyah semua orang memiliki kedudukan dan posisi yang sama, yakni sebagai murid. Meskipun demikian bukan berarti dalam Majelis Ma'iyah ini tidak ada yang menjadi pembicara atau pengisi acara, tentu saja ada, bisa saja diisi oleh Cak Nun sendiri, Kyai Kanjeng, atau bisa saja jamaah lain, namun mereka tidak memposisikan diri mereka sebagai guru, orang panutan atau bahkan kyai, mereka hanya memposisikan diri mereka sama dengan jamaah lainnya.
3. Sabrang Mowo Damar Panuluh atau Mas Noe, menjelaskan Maiyah dengan kalimat berikut, "Maiyah? Apa itu Maiyah? Ketika Engkau lupa bahwa tanganmu mampu menggoreskan luka, karena engkau hanya menggunakannya untuk menyuapkan cinta dan menghapus air mata. Itulah Maiyah. Ketika Engkau dengan tulus mencoba untuk menguatkan tepat di saat Engkau sendiri sangat butuh untuk dikuatkan. Itulah Maiyah. Ketika Engkau tak mampu meratapi penderitaanmu karena tak sampai hati menatap penderitaan orang lain. Itulah Maiyah."
4. Beberapa infomasi dari para jamaah antara lain sebagai berikut:
a) Jamaah Maiyah
- Para jamaah datang ke Majelis Maiyah dengan niat dari diri sendiri dalam rangka untuk menambah ilmu pengetahuan.
- Para jamaah dapat meluapkan kegelisahan atau pandangan, sehingga dengan Sinau bareng yang di gunakan dalam acara maiyah dapat menjadikan para jamaah untuk saling berbagi pengetahuan.
- Forum diskusi dalam Majelis Maiyah bisa menjawab keresahan-keresahan tengah dirasakan para jamaah.
- Para jemaah merasakan peningkatan spiritual dalam proses menyatukan diri dengan Yang Ilahi atau apa yang disebut dengan Maiyatullah.