Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Yang Disesatkan Tumbuh Makin Pesat

29 November 2019   18:17 Diperbarui: 29 November 2019   19:01 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada masanya kelompok ini muncul begitu masif, ketika proses purifikasi agama tengah menjadi kiblat dalam dunia Islam. Tetapi ada waktunya pula mereka tidak terlihat menonjol, ketika tarekat dan sufisme sedang menjadi corak dunia Islam. 

Pasang surut kemunculan kelompok sempalan ini seiring dengan naik turunnya dominasi puritanisme dan tarekat di sisi seberangnya dalam dunia Islam. Gellner (1988) melihat ini ibarat pendulum, yakni sebuah proses bolak-balik dalam sejarah perkembangan agama.  Sebagaimana ayunan pendulum, yang sebentar bergerak ke kiri dan di waktu lain bergeser ke kanan, maka agama pun senantiasa berada pada titik yang berubah-ubah. Pada masa tertentu, kata Mufid (2006), agama berada pada kutub monoteisme, skriptualisme, fikihisme dan puritanisme  yang kuat, dan pada masa yang lain berada pada sisi yang menekankan mistisisme, tarekat dan sufisme.

Geller ataupun Syafii Mufid memang tidak menjelaskan mengapa pada saat era puritanisme, bisa bermunculan kelompok sempalan. Tetapi saya sendiri melihatnya ada beberapa alasan mengapa puritanisme agama sering menyuburkan munculnya kelompok sempalan tersebut, meski tidak selalu.

Pertama, model beragama dengan pendekatan puritanisme mengubur dalam-dalam cara beragama yang bersifat mistisisme, sementara beberapa kalangan Islam mendapatkan rasa spiritualisme justru dari mistisisme agama. Beragama dengan cara puritan pada akhirnya melahirkan kegersangan spiritual bagi sementara kalangan umat Islam. Inilah yang menyebabkan beberapa kelompok Islam tersebut akhirnya mencari pemuasan spiritual di luar yang dianggap absah oleh mayoritas penganut umat beragama.

Kedua, karakter puritanisme agama sendiri yang memang tidak ingin dicemari dengan hal-hal yang dianggapnya  melejit keluar dari teks-teks agama. Mereka sangat kuat memegang teks-teks fikih. Dengan prinsip demikian, maka kelompok puritan-skriptualis ini dengan mudah memosisikan kelompok yang mencoba menafsir lebih longgar dan kontekstual satu teks fikih sebagai kelompok yang menyempal.  

Dalam konteks keberagamaan yang didominasi oleh kelompok puritan-skriptualis ini, maka kelompok sempalan ini bisa bermakna perlawanan terhadap religiositas kelompok puritan. Pada titik ini yang bermain sejatinya adalah soal religiositas authority dan perlawanan atasnya. Dalam konteks ini, contoh yang menarik kita angkat adalah seorang penyair yang bernama Abu Thayyib pada masa dinasti Umayyah.

Abu Thayyib adalah penyair dengan syair yang jujur menyuarakan nurani.  Diksi  dan rima syairnya indah memukau. Di antara syairnya itu, Ia menyuarakan penyempalan dari praktik keberagaman puritan saat itu. Ia menyuarakan spiritualitas yang berbeda demi melawan praktik keberagamaan yang kaku dan skriptualis.  Tetapi syairnya malah dituduh menyinggung otoritas kenabian. Ia tidak hanya dituduh sempalan, tapi dianggap mencoba menjadi Nabi. Abu Thayyib-pun diberi gelar al-Mutanabby.

Jelas bahwa Abu Thayyib tengah melakukan perlawanan atas otoritas agama saat itu, tetapi yang belum pasti adalah: "apakah betul perlawanan dia melalui syair itu bisa betul-betul disebut kesesatan?" Kitab-kitab semacam al-Aghani, Tarikh al-Tabari dan al-Wuzara wa al- Khutab, secara terang menunjukkan bahwa tuduhan sesat itu murni karena persoalan otoritas keagamaan dan perlawanan atasnya. Bahkan lebih jauh kitab-kitab itu menyebut bahwa sesat-menyesatkan itu berada dalam ruang kontestasi politik tertentu.

Dari rangkaian penjelasan tadi, maka gamblang terlihat, selama masih ada rezim keagamaan dan religiositas authority dalam kehidupan beragama, maka selama itu pula akan selalu muncul kelompok yang menyempal atau disempalkan.    

Tentu tumbuh suburnya kelompok sempalan ini juga diakibatkan oleh faktor lain. Salah satunya adanya pengikut yang militan dan terus bertambah. Ini juga menjadi salah satu tanda tanya besar sebagian besar umat Islam; "Mengapa selalu ada yang menjadi pengikut kelompok sempalan ini, padahal nyata-nyata mereka telah dianggap sesat, bahkan beberapa pimpinannya telah dipenjara?"

Jawaban yang umum mengenai kasus ini adalah; para pengikut tersebut adalah kalangan masyarakat bawah, buta huruf, dan tidak pernah belajar agama secara dalam (tafaqqahu fi al-din). Situasi tersebutlah yang memudahkan orang-orang yang membawa ajaran baru tersebut bisa mengelabui mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun