Di tempat yang berbeda,  Abd Karim,  Kep Seksi pembinaan  seni Tradisi Departemen Kebudayaan dan Parawisata Sul-sel, dengan tandas bilang; "tradisi yang ditampilkan oleh seniman-seniman lokal sekarang kurang peminatnya. Dalam beberapa pertunjukan, penonton kurang, bahkan yang diundang sekalipun tidak datang.  Berbeda  kalau yang mementaskan seni tradisi kita orang dari barat penonton biasanya banyak yang datang".  Â
Menurut pria yang juga seniman ini, penyebabnya bisa jadi karena ; pertama orang barat mampu memberi kreasi yang baik pada kesenian itu. Â Yang kedua suasana eksotis muncul dari kesenian yang ditampilkan oleh orang barat. Karena itu kreatifitas dan kemampuan memunculkan keeksotisan dari kesenian yang ditampilkan harus terus dikembangkan. Â
Namun tampaknya di departemen Kebudayaan dan Parawisata ini terjadi juga ambivalensi. Hal ini terjadi antara lain disebabkan karena bergabungnya departemen kebudayaan dan Parawisata. Kata Abd Karim; Â "pihaknya sendiri yang awalnya dari departememen Kebudayaan sering menandaskan bahwa mestinya pihak parawisata perlu membedakan mana yang bisa dikembangkan untuk pertunjukan yang berorientasi pasar dan mana yang tidak".Â
Abd Karim yang sekaligus juga tokoh dari Tolotang ini kadang berbeda pendapat dan kebijakan dengan beberapa rekannya di Pariwisata yang terlalu berorientasi pada komodifikasi ritual. Sayangnya suara dia kadang tidak didengar. " Ya....saya memang orang pemerintahan, tapi hanya berada di tingkat bawah, suara saya kadang tidak didengar".
Di tengah keinginan untuk mengkomodifikasi ritual itu, H.Sirajuddin Bantam seorang seniman Pakarena dan budayawan yang berasal dari Gowa sedikit pesimis, menurutnya pengembangan dan perubahan-perubahan yang dilakukan oleh pemerintah saat ini hanya mementingkan sisi pertunjukannya saja, mereka tidak memperhatikan nilai-nilai yang dikandung dalam kesenian seperti pakarena ini.  Pengembangan pakarena lebih dititikberatkan pada posisi jualannya atau  untuk kepentingan mengangkat citra daerah saja.  Sementara Pemerintah sendiri tidak mengambil nilai-nilai yang dikandung pada pakarena dalam menjalankan sistem pemerintahan.  Kebanyakan pemerintah memiuh dari nilai yang dikandung oleh pakarena ini.Â
H.Sirajuddin juga tidak sepenuhnya yakin bahwa  kebijakan pengembangan pakarena yang dilakukan oleh pemerintah adalah memang untuk kepentingan kesenian dan para senimannya.  Pemerintah baru tiba-tiba peduli kalau lagi ada festival, misalnya festival kraton atau menjelang pilkada.  Selanjutnya para seniman pakarena kembali terkucil di sudut-sudut kampung.Â
Tentu mengkreasi pakarena bukanlah sesuatu yang diharamkan, namun jangan sampai lupa bahwa masyareakat di kampong menjadikan pakarena ini sesuatu yang terhormat karena ia adalah bagian dari ritual. Â Maka, demikian Sirajuddin, Â seniman-seniman pakarena di kampung dihormati oleh masyarakat, posisinya pada saat ada acara-acara tertentu berbeda dengan masyarakat lainnya.
H.Sirajuddin sendiri dalam memperkenalkan Pakarena ke publik , berusaha melakukan sendiri. Dia berusaha mendokumentasi karya-karya keseniannya lalu mengirimkannya ke berbagai kalangan termasuk manca negara. Hasilnya tanpa melalui birokrasi negara, dia bisa membawa Pakarena ke beberapa negara.Â
Tentu saja dia dan seniman-seniman kampung yang bersamanya, juga mengkreasi Pakarena ini, namun H.Sirajuddin tahu betul yang mana bisa di kreasi dan yang mana seharusnya tidak bisa dikutak-katik. Menurutnya Pakarena yang bernuansa ritual yang disertai dengan royong, tak perlu di bawah kemana-mana untuk dipertunjukkan. Yang demikian itu  adalah hal-hal yang bersifat privat antara masyarakat kampung dengan Sang pencipta.Â
Yang boleh dibawah keluar dan dipertunjukkan yang memang dulu dianggap hiburan masyarakat yaitu pakarena Bone Balla, yaitu pakarena yang di pertunjukkan kerajaan untuk menyambut tamunya. Â Ada kalanya orang-orang barat mau melihat "aslinya" yang ritual, namun pada saat seperti itu dia bisa berkelit, bahwa yang dia sedang tampilkan juga asli. "Saya biasa tegaskan pada mereka, kalau mau lihat yang ritual silahkan datang ke kampung saya". Kata Sirajuddin Bantam.