Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Lelaki Murung Bersapu Pattinra (Serial Burik Cilampakna Kindang)

20 Desember 2017   10:38 Diperbarui: 17 Februari 2018   12:12 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tanganku kena sabet parang. Aku menyiangi rumput sambil memegangi ujung rumput itu dengan tangan kiriku". Jawab  Ranrang sambil memperhatikan temannya itu dengan senyum simpul. Ia merasa lucu melihat temannya datang melompat dengan perut buncitnya yang bergoyang-goyang dari balik baju kapa-kapanya yang tidak terkancing.

"Ah tidak biasanya kau begitu Daeng, kau orang yang cermat" . Sahut anak muda berperut buncit ini.   "Tapi kuliat memang  hari ini Daeng tidak seperti biasanya.   Dari tadi saya perhatikan kau kadang bermenung-menung. Jasadmu di sini tapi pikiranmu mengembara". Buru-buru dia melanjutkan ucapannya  sambil tangannya meraup rerumputan,  meremasnya sampai keluar air,  lantas meneteskan  di tangan Ranrang yang luka.

"Entahlah Tompo, tapi ingatanku terus tertuju pada Bunga. Bayangannya terus menari-nari dalam bilik ingatanku".

"Eh....eh....eh...ingat Daeng !  Bunga sudah menjadi miliki orang lain. Bukankah ada pesan leluhur yang  harus kita camkan baik-baik teako alangkai batang, teako ngalle kaju......" . Ucapan  pemuda gemuk berperut buncit  yang tadi dipanggil Tompo ini, tidak diselesaikannya. Seperti  sengaja menunggu Ranrang yang melanjutkan ujar-ujar itu.

Mendengar ucapan temannya, Ranrang tersenyum simpul. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya. 

"Gayamu di situ Tompo, seperti Tu Toa Amang saja, guru tua kita di kampung yang senang  memberi nasihat...", demikian timpal Ranrang.  Tapi kemudian Ranrang melanjutkan "Teako alangkai batang, teako ngalle kaju tasanjeng, itu kan lengkapnya Tompo ?"

Tompo tertawa, sambil mengangkat jempol kanannya ke arah Ranrang, kemudian dilanjutkan lagi mengangkat jempol kirinya. 

"Tidak ada yang salah dengan yang kau katakan itu Tompo, aku pun mengingat dengan jelas pesan leluhur kita itu, kusimpan dengan rapi dalam bilik ingatanku. Jangan sekali-kali melangkahi batang kayu  dan jangan pernah mengambil kayu yang disandarkan.  Begitulah kira-kira yang engkau maksudkan ?"  Sahut Ranrang tidak menghiraukan dua jempol Tompo. Sebab jika diacuhkan bisa-bisa Tompo juga akan mengangkat jempol kakinya.

"E...e..e......jangan salah, itu makna harfiahnya, bukankah ada maksud yang lebih dalam dari itu ?". Tompo menggoyang-goyangkan telunjuknya tepat di depan wajah Ranrang. Persis gaya  Tu Toa Amang, menasihati muridnya.  Tu Toa Amang ini adalah guru tua yang biasa mengajarkan membaca lontara dan beberapa ilmu kesusastraan Bugis-Makassar.

"Jangan pernah mengganggu istri orang dan jangan pernah usil terhadap gadis yang telah dipinang".  Ranrang menyambar cepat memperjelas maksud sesungguhnya dari pesan leluhur itu.  Ranrang seakan ingin mempertegas pada Tompo temannya itu, bahwa Ia pun paham dan ingat akan pesan leluhur mereka. Apalagi gaya Tompo membuatnya gemas meski juga sedikit terhibur dengan tingkah polanya.

"Tompo aku paham dengan pesan leluhur itu. Aku memang pernah jatuh hati pada Bunga, tetapi sejak Ia menjadi miliki La Tahang, semua perasaanku telah saya kubur dalam-dalam. Bunga telah menjadi milik sah dari La Tahang. Bohong jika aku katakan rasa sayangku pada Bunga telah lesap tak berbekas. Tapi aku juga tahu diri. Aku memiliki siri.  Hanya karena harga diri yang bernama siri itulah aku bisa disebut manusia".  Ucap Ranrang dengan nafas terengah-engah.  Untuk sesaat emosi mengaduk-aduk perasaannya. Air mukanya yang tadi sudah terlihat cerah dengan tingkah Tompo, kembali terlipat muram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun