Â
BURIK CILAMPAKNA KINDANGÂ SATRIA DARI LERENG GUNUNG BAWAKARAENG EPISODE V
KISAH SEORANG PENDEKAR/SATRIA BERWAJAH CACAT DARI LERENG GUNUNG Â BAWAKARAENG. WAJAHNYA DIHIASI TOTOL-TOTOL PUTIH DAN BOPENG. WAJAHNYA Â TERLIHAT ANEH. SEHINGGA IA DIGELARI BURIK DARI KINDANG. WAJAH SANG Â SATRIA AKAN PULIH DAN BERSIH KEMBALI JIKA IA SUDAH MEMPELAJARI ILMU Â LANGKA APPA PAGGENTUNNA LANGI NA PATTUNGKULUNA LINOA DARI KITAB MANCA Â RAHASIA SULAPA APPA & KITAB PASANG BATARAYA RI LATTU. Â KISAH INI Â BERLATAR BELAKANG PROSES MASUKNYA ISLAM DAN Â PERJUMPAAN ISLAM Â DENGAN KEPERCAYAAN DAN TRADISI LOKAL DI BUGIS-MAKASSAR.
Di tengah keremangan kabut, pada sebuah ladang di pinggir hutan Bawakaraeng. Â Dua orang lelaki muda tampak sibuk menyiangi rumput dengan parang. Â Salah seorang dari mereka, dari tadi terlihat gelisah. Sesekali Ia berhenti menyabetkan parang pada semak-semak di hadapannya, lalu memandang ke arah perkampungan. Tempat itu memang letaknya berada di ketinggian. Dari sini, Kindang bisa dilihat lebih leluasa. Â Namun dalam situasi berkabut seperti pagi itu, Â saat sinar matahari pagi yang telah beranjak semakin tinggi belum sepenuhnya mampu membuat cerah suasana, Â rumah-rumah, pohon-pohon dan semua yang ada di Kindang hanya terlihat seperti bayang-bayang. Â Walau demikian anak muda ini tetap saja mengarahkan pandangannya ke arah kampung itu. Matanya mengawasi dengan risau keremangan kampungnya yang masih berkelumun kabut.
Anak muda yang terlihat gelisah ini mengenakan baju kapa-kapa warna coklat tanah. Baju khas Makassar dengan bagian dada terbelah. Dada anak muda yang bidang  ini terlihat dari balik bajunya. Celananya, saluara barocci hitam, celana ringkas yang panjangnya sampai di pertengahan betis. Bagian bawahnya disulam melingkar dengan benang berwarna kuning. Rambutnya yang panjang sampai ke pundaknya diikat dengan passapu pattinra, terbuat dari serat daun lontar yang dianyam, berwarna merah cerah. Sebagian rambut pemuda ini tertutup dengan passapu patinranya, sementara rambut di bagian belakang  terurai sampai ke pundaknya. Passapu patinra ini adalah  pengikat kepala yang dipasang berdiri tegak, dengan simpul pada bagian kepala sebelah kanan.Â
Ada kesan gembira dan berwibawa menggunakan passapu dengan model pattinra ini. Passapu patinra ini memang biasanya dikenakan dalam kehidupan sehari-hari atau saat ada acara-acara pesta.  Walau  demikian, kesan gembira dari passapu ini tidak bisa menghilangkan raut gelisah dari wajah pemuda ini. Padahal jika wajah pemuda ini tidak terlihat muram dan gelisah, Ia akan tampak cukup gagah. Mata tajam, alis  tebal hitam melengkung tegas, kumis melintang bagas di atas bibirnya. Di tingkahi dengan passapu patinra itu, maka Ia seharusnya makin terlihat cerah dan berwibawa.
"Aduh...."
Tiba-tiba pemuda berteriak. Â Tangannya Ia kibas-kibaskan.
"Ada apa Daeng Ranrang?"Â
Temannya yang berada tak jauh darinya berteriak sambil melompat mendatangi anak muda gagah tapi terlihat muram.  Tubuhnya yang agak pendek dan gemuk seakan kesulitan melompat ke arah anak muda yang dipanggilnya Ranrang tadi.  Usianya sepantaran dengan anak muda yang gagah  itu. Menggenakan passapu yang sama, meski warna yang dikenakan pemuda ini berwarna hitam.  Berbeda dengan Ranrang, meski wajah anak muda ini tidak cakap, tapi parasnya yang bulat berkeringat terlihat ceria. Matanya yang bundar bersinar jenaka.