Tugas 2.3.a.8 Koneksi Antar Materi Modul 2.3 Â Â Â Â Â Â
Oleh : Iis Sakila
Calon Guru Penggerak Angkatan 6
Kabupaten Majalengka
Bagaimana peran pendidik sebagai seorang coach di sekolah? Apa kaitan coaching, pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi?
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Karena itu, keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun  segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat.
Dalam mengembangkan diri orang lain, sebagai guru kita dapat melakukan peran-peranan. Baik peran sebagai coach, mentor, konselor, fasilitator dan trainer. Guru harus mampu mengetahui peran apa yang bisa dipilihnya saat menghadapi berbagai situasi baik ketika menghadapi murid atau rekan sejawat.
Apa perbedaan coach, mentor, konselor, fasilitator dan trainer?
Coach adalah orang yang menuntun coachee menemukan ide baru untuk mengatasi tantangan yang dihadapinya untuk mencapai tujuan yang diinginkannya.
Mentor adalah orang yang membagikan pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya kepada orang lain (mentee) untuk mengembangkan dirinya.
Konselor adalah orang yang membantu seseorang mengatasi masalah yang berhubungan dengan emosi, psikologis untuk memeberikan terapi memperbaiki masa lalunya.
Fasilitator adalah orang yang membantu memudahkan kelompoknya memecahkan masalahnya, dan mengambil keputusan untuk meningkatkan efektivitas kelomponya.
Sedangkan, trainer adalah orang yang mengembangkan pengetahuan dan keterampilan seseorang atau trainee.
Dari berbagai berbagai metode pengembangan diri di atas, coach pengembangan diri yang efektif, Â dengan paradigma berpikir dan prinsip coaching mampu memberdayakan dan mampu menggali potensi diri seseorang untuk meningkatkan kinerjanya.
Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya.
Sebagai guru, ketika menjadi coach dalam proses coaching menjadi jalan menjalin komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai pamong dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan diri murid.
Pemaparan di atas, ada keterkaitan antara modul 2.3 tentang coaching untuk supervisi akademik, modul 2.1 tentang pembelajaran diferensiasi dan modul 2.2 materi pembelajaran sosial emosional, keterkaitannya tampak pada implementasi pembelajarannya di sekolah.
Pada implementasi pembelajaran diferensiasi di kelas saya, di SD Negeri Palabuan II. Keterampilan coaching sudah saya terapkan pada saat mengidentifikasi kebutuhan belajar murid, yaitu dengan berdiskusi, berdialog dengan murid dan memberikan pertanyaan pemandu dan murid pun diberi kesempatan mengajukan sebanyak mungkin pertanyaan mengenai hal yang ingin dipelajarinya. Kegiatan tersebut digunakan untuk mendapatkan informasi untuk mempersiapkan materi dan mencari cara membantu murid mencapai tujuan pembelajaran.
Dan pada implementasi pembelajaran sosial emosional di kelas saya, di SD Negeri Palabuan II. Keterampilan coaching sudah saya terapkan ketika murid menempelkan nama pada roda emosi sesuai perasaan murid hari itu. Lalu guru dan murid berbagi cerita tentang perasaan murid pada roda emosi, dengan tujuan meningkatkan KSE kesadaran diri agar murid mengenali emosi-emosi yang ada pada dirinya.
Nah, dari implementasi pembelajaran di atas, dapat disimpulkan adanya keterkaitan antara peran saya sebagai coach untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid pada pembelajaran diferensiasi dan ketika mengenali emosi-emosi pada diri murid melalaui diskusi, dialog dan berbagi cerita antara guru sebagai coach dan murid sebagai coachee pada pembelajaran sosial emosional.
Saya merasa senang dapat mempelajari keterampilan coaching ini, agar saya dapat menggali potensi dan mengembangkan diri murid lebih baik lagi dan murid dapat menyelesaikan masalahnya sendiri dengan inisiatif yang mereka temukan dalam kegiatan coaching.
Selain kaitannya dengan materi modul 2.1 dan modul 2.2 PGP, keterampilan coaching juga berkaitan erat dengan modul 1.4 budaya positif, dimana guru menerapkan segitiga restitusi dalam membimbing murid berdisiplin positif agar menjadi murid merdeka.
Dan saya merasa sudah baik dalam mengimplementasikan pembelajaran diferensiasi dan pembelajaran sosial emosional yang merupakan pembelajaran yang berpihak pada murid. Dan kedepannya saya akan memperbaiki pembelajaran tersebut sesuai refleksi setiap selesai pembelajarannya untuk memadukannya dengan keterampilan coaching, sehingga saya mampu mnggali dan mengembangkan potesi murid, selain itu saya dapat melakukan coaching ini juga terhadap rekan sejawat saya.
Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran?Â
Keterampilan coaching menjadi pendekatan yang memberdayakan, karena berawal dari  paradigma berpikir coaching, yaitu fokus pada coachee, bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat dan mampu melihat peluang baru dan masa depan.
Kaitan keterampilan coaching dan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran adalah dimana guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu mengembangkan dirinya, baik murid maupun rekan sejawat. Dan pengembangan kompetensi di sekolah dengan rekan sejawat dilakukan melalui supervisi akademik. Supervisi akademik adalah serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk memberikan dampak secara langsung pada guru dan murid di kelas.Â
Supervisi akademik dapat dilakukan dengan efektif apabila dalam prosesnya mempraktikkan keterampilan coaching dalam menggali potensi guru, seperti kehadiran penuh, mendengarkan aktif dan mengajukan pertanyaan berbobot.
Dengan memiliki paradigma berpikir coaching, akan meningkatkan peranan pendidik di sekolah sebagai seorang supervisor. Supervisor yang dimaksud dapat diperankan oleh kepala sekolah, guru senior dan rekan sejawat.
Kegiatan supervisi akademik hanya memiliki sebuah tujuan yakni pemberdayaan dan pengembangan kompetensi diri dalam rangka peningkatan performa mengajar dan mencapai tujuan pembelajaran (Glickman, 2007, Daresh, 2001). Supervisi menjadi sebuah tagihan atau kewajiban para pemimpin sekolah dalam tanggung jawabnya mengevaluasi para tenaga pendidik.
Selama ini, supervisi akademik yang pernah saya alami dimana kepala sekolah hanya sebatas dalam mengobservasi kegiatan pembelajaran di kelas saja, tidak melakukan percakapan awal maupun akhir sebagai upaya menuntun, mengapresiasi dan penguatan.
Pada modul 2.3 ini, saya merasa tertantang untuk melakukan kegiatan coaching bersama rekan-rekan CGP saya. Kami dalam kelompok melaksanakan praktik coaching, dimana tiap kelompok terdiri dari 3 orang CGP. Saya berperan sebagai coach, rekan pertama berperan sebagai observer, dan rekan saya yg kedua berperan sebagai coachee.Â
Coach adalah orang yang memberikan pertanyaan-pertanyaan berbobot yang dapat menggali potensi, menuntun coachee menemukan solusi dan strategi untuk permasalahannya. Coachee orang yang memiliki permasalahan pembelajaran, dan ingin dituntun coach menemukan solusi terbaik dari permasalahannya. Dan observer yang melakukan pendampingan dan pengamatan atas proses coaching yang terjadi.
Awalnya kami ragu untuk melakukannya karena tidak ada pengalaman melakukan coaching, tapi dengan latihan sesuai dengan pendalaman dan mengikuti siklus supervisi klinis dari mulai pra observasi, observasi, pasca observasi dan tindak lanjut supervisi.Â
Ditambah dengan bimbingan dan masukan-masukan yang bermanfaat dari fasilitator, bagaimana melakukan coching supervisi akademik yang baik dan benar, kami dapat melakukan proses coaching dengan baik. Alhamdulillah, proses latihan menjadi pengalaman berharga, untuk dapat melakukan coaching pada kegiatan demonstrasi kontekstual.
Selanjutnya, coaching ini akan saya terapkan untuk dapat membantu permasalahan yang dihadapi rekan sejawat dan murid saya di sekolah, sehingga tercipta pembelajaran yang berpihak pada murid.
Salam dan bahagia....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H