***
Triiing triiing triiing...
Sam masih bergelung di dalam selimut hangatnya, meski deringan ponsel mulai mengganggu.Â
Dengan enggan Sam meraih benda tersebut dari atas nakas, ia menyipitkan mata menatap layar persegi itu untuk melihat, siapa gerangan yang menghubunginya pagi-pagi begini.Â
Arini? Sam terlonjak bangkit.
"Halo? Arini?"
Hening...
"Halo? Maaf siapa disana?"
Masih tak ada jawaban.
Sam kembali menatap layar ponselnya, ia mulai bingung sambil menggaruk-garuk kepala yang tak gatal.
Mungkin salah sambung atau Arini yang ia kenal salah memencet nomor hingga wanita itu tidak sengaja menghubunginya.Â
Setelah hening sekian detik diujung telepon, Sam hampir memutuskan panggilan ketika Arini berbicara dengan nada bergetar.
"Halo Sam? Kamu dengarkan suaraku?" Arini memastikan.Â
"Iya, Rin. Ada apa?" Tanya Sam heran. "Sam, aku boleh minta tolong gak?" Terdengar suara krasak-krusuk di belakangnya "Minta tolong?" Sam mengulangi. "Iya Sam, please".Â
 Masih segar diingatan Sam, tatkala Arini melepasnya, berharap cinta lain yang lebih baik dari dirinya. Mengingat hal itu, ia bertekad membentangkan jarak selebar-lebarnya dengan Arini, agar rasa cinta yang teramat dalam mampu tergerus oleh waktu, meskipun harus memakan periode yang cukup panjang.  Jika  saja takdir dan kehendak wanita itu tidak memisahkan mereka, mungkin saat ini Arini-lah yang terbangun di samping Sam.
Sam tidak ingin lagi berurusan dengan Arini. Sungguh.
"Maaf, Rin. Aku cukup sibuk belakangan. Jadi, gak bisa. Maaf ya" Sam hendak menutup panggilan, namun suara isakan Arini menahannya
"Sam, kitakan teman. Masa gak bisa, ini demi hidup dan mati aku Sam. Kamu gak kasian sama aku?"Â
Teman? Sejak kapan Rin? Sejak kamu ninggalin aku demi laki-laki kaya itu?
"Emang masalah apa Rin? Suami kamu mana?" Tanya Sam penasaran. "Sam, suamiku menghilang sejak seminggu yang lalu," Arini terdengar menahan tangis "aku udah cari kemana-mana Sam tapi gak ada hasil. Teman-temannya juga gak tau".Â
Sam berhati-hati memilah ucapannya, ia dan wanita ini akan dapat masalah kalau berhubungan lagi. "Kamu dimana sekarang Rin?" "Aku di Skotlandia sekarang Sam, aku dapet telepon dari temen di indonesia kalau beberapa jam lalu Arga terlihat di bandara dengan temannya, aku mau pulang ke indonesia, tapi Alisha gak mungkin. Aku udah gak punya keluarga disana" nada ucapan Arini yang sangat meyakinkan membuat Sam luluh juga.
Ini yang terakhir. Sam memutuskan. Sam membuang nafas  sekali lagi sebelum menanggapi permintaan sahabat yang disayanginya itu.
"Oke," Sam mengingatkan lagi "tapi ini yang terakhir Rin. Aku sudah gak bisa lagi nolong kamu. Dan ini karena sangat urgen dan demi hidup dan mati kamu, ya kan?" "Iya Sam. Makasih ya. Aku sayang kamu" Sam tidak menanggapi, setelah menjelaskan kronologinya persis apa yang dibutuhkannya, Arini mengakhiri panggilan dengan Sam.Â
Sam mengemudikan movil SUV hitamnya dengan santai, karena hari minggu- jalanan agak sepi. Dalam perjalanan, banyak hal yang dipikirkannya mulai bagaimana ia memasuki tempat yang disebut Arini hingga kenapa juga dia mau mendengarkan wanita itu.Â
Dia sudah tidak cinta Arini lagi, itu di ungkapkannya delapan tahun lalu. Namun, ketika mendengar suara wanita itu- Sam tidak bisa mengabaikannya. Arini terlalu kuat menariknya, hingga tempat bagi wanita lain seolah hilang.
Sam memijit pelipisnya, mengabaikan pikiran yang mulai menembakkan peluru-peluru yang bisa meruntuhkan pertahanan yang dibangunnya hampir Delapan tahun ini.
Arini, dia wanita gila. Yang membuat Sam gila hingga sebegininya. Â
***
Hari mulai gelap, saat Sam memasuki sebuah bangunan tua di tengah hutan. Dengan tololannya mau datang kesini, ia mendengar orang-orang di dalam sana sedang mengidung. Sial! Mereka mengidung. Dan lagu apa itu? Sam hanya mengamati belasan orang yang berdiri sambil menggerakkan tubuh ke kanan-ke kiri tampa berpindah. Di tengah, berdiri seorang pria jangkung memakai jubah putih seraya mengangkat tangan seolah memberi penghargaan kepada kaumnya. Aneh.
Sam masih mencari-cari keberadaan Arga, suami Arini. Dia sudah berkeliling di bangunan tua yang cukup luas ini, namun tak ada tanda-tanda kemunculan pria itu. Satu-satunya cara adalah melihat wajah para pria pengidung di seberangnya. Pasti salah satu dari mereka adalah Arga. Karena gelap, Sam mengendap-ngendap memastikan wajah Arga, namun nihil. Ia hanya bisa menunggu dan menyaksikan pementasan berlangsung.Â
Pandangan Sam teralih ketika pintu kayu besar yang kemungkinan mengarah ke ruang rahasia terbuka. Seorang pria menarik seorang gadis, gadis itu pucat, bibirnya biru, matanya sayu dan tubuhnya lunglai. Kalau bukan mabuk, berarti gadis itu baru saja diberi obat tidur, mungkin juga obat bius. Sam hanya mengamati apa yang hendak diperbuat sekte ini kepada gadis itu, gadis itu diangkat dan di dudukkan pada kursi tinggi. Tangan terikat, kaki terikat dan wajahnya ditengadah lalu disarungkan ditutup dengan kain. Ini tidak beres. Sam mulai bersiap-siap akan kemungkinan terburuk.Â
Ketika beberapa menit mengidung, para pria itu duduk melingkar di kursi tempat gadis itu di ikat. Dengan tangan mulai menjangkau kaki terikat gadis itu, gadis itu berteriak.Â
Ia menangis memohon pertolongan. Sedetik kemudian, pria-pria tersebut mengangkat tangan dan jelas terlihat belati di masing-masing tangan mereka. Mau apa mereka pada gadis itu? Sam masih menunggu untuk bergerak. Ketika pemimpin mereka menghujamkan belati ke arah gadis itu, gadis itu memekik keras. Darah segar mengalir melalui tangannya yang terikat di masing-masing lengan kursi. Dan di lanjutkan oleh pria berikutnya. Pekikan memilukan lolos dari bibir biru gadis itu. Sam tidak bisa menunggu lagi. Dengan kecepatan kilat ia meraih lilin di sudut ruangan dan melemparkannya ke arah tirai usang di dekat perapian. Api menjalar dengan cepatnya. Para pria di ruangan itu panik dan berlari tunggang-langgang. Sam melompat dari kobaran api, dan melepaskan tali ikatan gadis itu kemudian secepat yang ia bisa melemparkan gadis itu ke bahunya dan berlari menyusuri tangga berbelok. Keluar dari rumah sialan itu. Saat ia menjangkau ambang pintu ledakan dahsyat melemparkan tubuhnya keluar bersama gadis tak dikenalnya itu. Sam meringis, merasakan sakit pada tubuhnya. Sial, kenapa bisa meledak? Sam tak hanis pikir. Ia tak mengerti kenapa api dari lilin bisa meledakkan rumah? Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Ia mengangkat tubuh gadis itu, tangannya penuh darah. Namun, ia harus kembali ke mobil membawa gadis ini. Kemana? Sam tak sempat berpikir.
Saat ia bangkit, dan berbalik bangunan tua itu roboh dengan kobaran api disertai asap mengepul, kemudian sudah rata dengan tanah tinggal puing-puing.
Bersambung....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H