Sam mengemudikan movil SUV hitamnya dengan santai, karena hari minggu- jalanan agak sepi. Dalam perjalanan, banyak hal yang dipikirkannya mulai bagaimana ia memasuki tempat yang disebut Arini hingga kenapa juga dia mau mendengarkan wanita itu.Â
Dia sudah tidak cinta Arini lagi, itu di ungkapkannya delapan tahun lalu. Namun, ketika mendengar suara wanita itu- Sam tidak bisa mengabaikannya. Arini terlalu kuat menariknya, hingga tempat bagi wanita lain seolah hilang.
Sam memijit pelipisnya, mengabaikan pikiran yang mulai menembakkan peluru-peluru yang bisa meruntuhkan pertahanan yang dibangunnya hampir Delapan tahun ini.
Arini, dia wanita gila. Yang membuat Sam gila hingga sebegininya. Â
***
Hari mulai gelap, saat Sam memasuki sebuah bangunan tua di tengah hutan. Dengan tololannya mau datang kesini, ia mendengar orang-orang di dalam sana sedang mengidung. Sial! Mereka mengidung. Dan lagu apa itu? Sam hanya mengamati belasan orang yang berdiri sambil menggerakkan tubuh ke kanan-ke kiri tampa berpindah. Di tengah, berdiri seorang pria jangkung memakai jubah putih seraya mengangkat tangan seolah memberi penghargaan kepada kaumnya. Aneh.
Sam masih mencari-cari keberadaan Arga, suami Arini. Dia sudah berkeliling di bangunan tua yang cukup luas ini, namun tak ada tanda-tanda kemunculan pria itu. Satu-satunya cara adalah melihat wajah para pria pengidung di seberangnya. Pasti salah satu dari mereka adalah Arga. Karena gelap, Sam mengendap-ngendap memastikan wajah Arga, namun nihil. Ia hanya bisa menunggu dan menyaksikan pementasan berlangsung.Â
Pandangan Sam teralih ketika pintu kayu besar yang kemungkinan mengarah ke ruang rahasia terbuka. Seorang pria menarik seorang gadis, gadis itu pucat, bibirnya biru, matanya sayu dan tubuhnya lunglai. Kalau bukan mabuk, berarti gadis itu baru saja diberi obat tidur, mungkin juga obat bius. Sam hanya mengamati apa yang hendak diperbuat sekte ini kepada gadis itu, gadis itu diangkat dan di dudukkan pada kursi tinggi. Tangan terikat, kaki terikat dan wajahnya ditengadah lalu disarungkan ditutup dengan kain. Ini tidak beres. Sam mulai bersiap-siap akan kemungkinan terburuk.Â
Ketika beberapa menit mengidung, para pria itu duduk melingkar di kursi tempat gadis itu di ikat. Dengan tangan mulai menjangkau kaki terikat gadis itu, gadis itu berteriak.Â
Ia menangis memohon pertolongan. Sedetik kemudian, pria-pria tersebut mengangkat tangan dan jelas terlihat belati di masing-masing tangan mereka. Mau apa mereka pada gadis itu? Sam masih menunggu untuk bergerak. Ketika pemimpin mereka menghujamkan belati ke arah gadis itu, gadis itu memekik keras. Darah segar mengalir melalui tangannya yang terikat di masing-masing lengan kursi. Dan di lanjutkan oleh pria berikutnya. Pekikan memilukan lolos dari bibir biru gadis itu. Sam tidak bisa menunggu lagi. Dengan kecepatan kilat ia meraih lilin di sudut ruangan dan melemparkannya ke arah tirai usang di dekat perapian. Api menjalar dengan cepatnya. Para pria di ruangan itu panik dan berlari tunggang-langgang. Sam melompat dari kobaran api, dan melepaskan tali ikatan gadis itu kemudian secepat yang ia bisa melemparkan gadis itu ke bahunya dan berlari menyusuri tangga berbelok. Keluar dari rumah sialan itu. Saat ia menjangkau ambang pintu ledakan dahsyat melemparkan tubuhnya keluar bersama gadis tak dikenalnya itu. Sam meringis, merasakan sakit pada tubuhnya. Sial, kenapa bisa meledak? Sam tak hanis pikir. Ia tak mengerti kenapa api dari lilin bisa meledakkan rumah? Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Ia mengangkat tubuh gadis itu, tangannya penuh darah. Namun, ia harus kembali ke mobil membawa gadis ini. Kemana? Sam tak sempat berpikir.
Saat ia bangkit, dan berbalik bangunan tua itu roboh dengan kobaran api disertai asap mengepul, kemudian sudah rata dengan tanah tinggal puing-puing.
Bersambung....