Kami berlima sudah berteman dari Sekolah Menengah. Kini, masing-masing diantara kami memiliki kesibukan sendiri. Aku punya perusahaan kecil-kecilan. Ya gak kecil kuga sih, gesung bertingkat dengan ribuan karyawan. Giopun begitu. Ari bekerja di Bank, Mbak Erika dan Shinta membuka butik.
Gio sudah menikah dan sudah tahu kan dia punya dua anak, dia sangat bahagia ketika memamerkan betapa sempurna kehidupannya. Meskipun sedikit menyindirku.Â
Ari dan Mbak Erika adalah suami istri. Mereka belum memiliki momongan. Dan mereka masih berjuang untuk memperoleh keturunan sekarang. Sementara Shinta, Dia lebih banyak diam dan tertutup soal asmara.Â
Aku? Hanya pria tua yang tak ada seorangpun berminat. Tapi walaupun ada memang yang berminat, aku menolak. Alasannya belum sreg aja. Entahlah, apa yang kucari. Tapi memang tak ada yang singgah di hatiku, seperti misalnya perasaan yang membuat aku merasakan debaran saat bersamanya. Tak ada sama sekali yang seperti itu. Teman kencan banyak, cuma sebentar yang tahan terus ganti lagi.Â
"Kenapa senyam-senyum Bro. Sekarang tiup lilinnya" ucap Ari membuyarkan kan lamunanku.
"Ok siap ya, gue tiup lilinnya"
Huuuuff huuuff huuufff
Gila lilinya susah sekali di padamkan.Â
Dengan sekuat tenaga disertai urat kening yang kian menonjol dan muka merah padam. Ku tiup lilin itu mati-matian dan tiupan terakhir lilinnya pun padam.
"Alhamdulillah" ucapku lirih. Akhirnya kami semua bertepuk jidat, eh maksudnya tepuk tangan.
Kami menghabiskan makan malam spesial di hari ulang tahunku. Semarak dan penuh canda tawa. Kami berbincang-bincang hingga tak sadar semakin malam, akhirnya kami berpisah dan beranjak dari restoran.Â