Mohon tunggu...
iip syafrudin
iip syafrudin Mohon Tunggu... Relawan - Warga negara RI. Penikmat pegunungan, matahari senja, pantai dan langit malam penuh Cahaya. Sungguh tak menyukai keributan !.

Hobby travelling, belajar, bekerja, berteman, pecandu kata-kata, puisi, musikalisasi puisi, film dan kesenian lainnya. Bagian dari penyuka physical touch, act of service, quality time dan words of affirmation.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Salah Kaprah Pemahaman Pasal Zat Adiktif pada RUU Omnibus Law Kesehatan

28 Mei 2023   20:38 Diperbarui: 28 Mei 2023   20:49 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media Indonesia.com

Ramai-ramai sedang tranding dan hot dibicarakan oleh berbagai kalangan terkait Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan. RUU ini sedang digodok oleh DPR RI dan kemungkinan dalam waktu dekat akan dilegislasikan oleh Pemerintah. 

Sekian banyak pembahasan dan permasalahan yang dibahas pada RUU ini nantinya akan menjadi aturan di Republik Indonesia khususnya tentang pembahasan kesehatan dan aturan-aturan lain yang mengiringinya.

Penulis ingin membatasi tulisan ini pada soalan tentang pasal "Pengamanan Zat Adiktif" yang tercantum dalam draft RUU ini, sebagaimana tercantum pada pasal 154 sampai dengan pasal 158 serta pasal 457. Jika pembaca searching dengan kata kunci "Zat Adiktif dan RUU Omnibus Law Kesehatan" maka akan tertera sedemikian banyak berita dan artikel pembahasan tentang hal ini, khususnya pembahasan pro dan kontra pasal 154 (ayat 3), yang bunyinya sebagai berikut:

"Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa: a. narkotika; b. psikotropika; c. minuman beralkohol; d. hasil tembakau; dan e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya".

Pasal ini yang oleh sebagian kalangan penganut, penikmat, organisasi pro dan produsen tembakau serta beberapa kalangan lainnya sangat dipermasalahkan. Seolah-olah bahwa dunia kiamat jika hasil tembakau disamakan/disetarakan dengan narkotika, psikotropika dan minuman beralkohol. Padahal, mari kita ulas dibawah ini.

Pengamanan Zat Adiktif

Khususnya pada bagian pembahasan Zat Adiktif pada RUU Omibus Law Kesehatan ini, justru menjadi salah satu upaya dan alat untuk mencapai Visi Indonesia Emas 2045. 

Saya menangkap sinyal-sinyal kepentingan industri rokok pada ramainya penolakan terkait draft RUU ini. Permasalahan konsumsi rokok dan produk hasil tembakau baik padat dan atau cair, sudah menjadi common sense bahwa sangat berbahaya dan menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak ketiga di dunia. Apa yang membuat berbahaya?. Saya kira fakta-fakta ilmiah dan ribuan penelitian cukup tersaji dan dapat dibaca.

Kembali kepada draft RUU ini, penulis dengan sangat yakin mengatakan bahwa maksud dari Kementerian Kesehatan sebagai pembuat draft RUU ini tidak lain dan tidak bukan adalah demi menjaga warga negara Indonesia dari serbuan beragam zat adiksi termasuk zat adiksi yang terkandung dalam asap rokok dan zat-zat racun lainnya.

Dalam draft RUU ini, pembahasan pasal 154 sampai dengan pasal 158 dan pasal 457 ini adalah bab tentang "Pengamanan Zat Adiktif". Ingat kata kuncinya, Pengamanan Zat Adiktif. Kita yakini, bahwa segala sesuatu zat yang masuk kedalam tubuh dan mengadiksi, sudah pasti sangat merugikan tubuh dan berbahaya jika digunakan dalam waktu tertentu. 

Menurut KBBI, "Adiksi adalah kecanduan atau ketergantungan secara fisik dan mental terhadap suatu zat". Jadi konklusinya adalah, segala sesuatu zat yang membuat adiksi (zat adiktif) maka proses produksi, distribusi, peredaran, pemakaian/konsumsi dan pemanfaatannya harus dan wajib diamankan, dijaga, diatur agar tidak merugikan masyarakat.

Lalu pertanyaannya, apakah zat adiksi rokok sama dengan zat adiksi yang terkandung dalam narkotika, psikotropika dan minuman alkohol..?. Saya jawab tegas, SAMA. Ya, sama-sama mengadiksi. Membuat adiktif bagi para konsumennya. Adakah konklusi ini dapat dibantah..?. Jadi sama sekali tidak ada yang salah jika draft RUU tersebut menyejajarkan atau menyebutkan bahwa zat adiktif itu adalah; a. narkotika, b. psikotropika, c. minuman beralkohol, d. hasil tembakau dan e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya.

Ingat, yang dibahas disini yaitu kesamaannya, sama-sama mengandung zat adiksi, jadi setiap produk yang dapat mengadiksi pantas disejajarkan dan disebutkan dalam RUU tersebut. Hal ini bukan berarti mensetarakan/menyamakan produknya. Tentu kita mafhumi, bahwa narkotika, psikotropika itu produk ilegal, sedangkan minuman alkohol dan rokok adalah produk legal yang produksi, distribusi dan peredarannya harus dibatasi dengan segala aturannya.

Sampai disini semoga dapat difahami, bahwa segala perdebatan mengenai zat adiktif yang terkandung dalam produk hasil tembakau dan atau zat adiksi yang terkandung NAPZA adalah sama. Sama-sama mengadiksi. Jadi permasalahannya bukan "menyejajarkan produk", tapi "Menyejajarkan zat (adiksi) yang didalam produk-produk tersebut".

Tak Perlu Perdebatan Karena hal ini Sesungguhnya Sederhana

Saya berulang kali garuk-garuk kepala tapi tidak gatal ketika membaca sedemikian banyak berita yang menuliskan pendapat narasumber dari kalangan industri dan juga organisasi yang pro tembakau/rokok. 

Dalam banyak berita tersebut dituliskan bahwa mereka keberatan dan menolak jika produk hasil tembakau disamakan dengan NAPZA. Jawaban saya, siapa yang mempersamakan produknya..?. Sekarang tolong tunjukan dalam draft RUU tersebut yang menyejajarkan bahwa rokok sama dengan NAPZA. Apakah ada redaksi/kalimat dalam draft tersebut pada intinya menuliskan "produk hasil tembakau adalah sama dengan NAPZA". Saya yakinkan, tidak ada.

Jadi sedemikian banyak narasumber tersebut dapat saya asumsikan, bahwa mereka memberikan statement tetapi tidak membaca secara utuh apa maksud dari bab "Pengamanan Zat Adiktif" pada draft RUU tersebut. Mereka kontra hanya karena ketakutan dengan asumsi subjektif serta kekhawatirannya sendiri, bahwa produknya dipersamakan dengan NAPZA. Padahal sama sekali tidak menyetarakan produknya. Hanya menyetarakan bahwa sama-sama mengandung zat adiksi.

Kemudian ada juga statemen yang menyatakan, bahwa zat adiksi yang terkandung dalam rokok/produk hasil tembakau tidak separah dan seberdampak seperti halnya NAPZA. Ini juga statemen yang tidak salah. Tapi tidak ada kaitannya dengan bab pengamanan zat adiktif dari RUU ini. Meski begitu, jangan sampai disepelekan zat adiksi dan kandungan racun yang ada pada rokok dan atau produk hasil tembakau tersebut.

Kepentingan Industri

Kesemua pendapat yang kontra dengan draft RUU tersebut khususnya pada bab pengamanan zat adiktif, saya meyakini bahwa mereka hanya berkepentingan subjektif juga sekaligus perpanjangan dari industri rokok. Yang mereka khawatirkan hanya kepentingannya sendiri, seolah-olah ketakutan bahwa produknya akan ditinggalkan oleh masyarakat, yang berimbas produknya tidak laku dan akhirnya industri akan kolaps. 

Padahal, bagi seorang yang memang sudah teradiksi oleh rokok dan atau hasil tembakau lainnya, segimanapun susahnya, seberapapun mahalnya, sesulit dan sesusah apapun cara untuk mendapatkan rokok, ya mereka akan tetap merokok, mengkonsumsi produk-produk mereka. Toh yang memproduksi, mengedarkan dan mengkonsumsi rokok/tembakau ini tidak dihukum.

Diakhir tulisan saya tentu memohon kepada Kementerian Kesehatan, tetaplah kuat dan bersepakat khususnya mengenai bab ini. Jikapun nantinya Legislator dengan kewenangannya merubah beberapa pasal-pasal yang tidak berpihak kepada kesehatan masyarakat, biarlah dicatat dan disaksikan oleh alam serta menjadi sejarah kelam, bahwa mereka, para pembuat UU tersebut, justru tidak pro kepada kesehatan warga negaranya, terutama kesehatan anak dan remaja yang harus dipersiapkan secara baik sehingga semoga kelak menjadi para pemimpin Indonesia yang sehat menuju Indonesia Emas 2045.

Wallahu'alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun