"Ya, ada yang bisa saya bantu, Pak...?" jawabku setenang mungkin, meski rasa sakit hatiku masih menusuk-nusuk. Kejadian di area parkir kemarin siang masih membayangi pikiranku.
"Tania, maafkan aku ya, Aku tak bisa menghubungimu akhir-akhir ini, ponselku hilang dan kontakmu juga ikut hilang" lanjutnya dengan suara penuh harapan
"Ya, Pak sudah saya  maafkan...."
Aku tahan suaraku jangan sampai Dia tahu kalau aku sedih, sakit, dan berdarah-darah. Aku terluka dan hatiku terisis sembilu, Kau yang menanam, kau yang menyakiti, dan kau yang berjanji dan kau pula yang mengingkari.
"Bisakah Kita bertemu besok sore di kafe dekat  kampus? Aku ingin menjelaskan sesuatu," pintanya
"Mohon maaf, saya tidak bisa, besok pagi saya akan kembali dengan pemberangkatan kereta pagi" jawabku menjelaskan.
"Besok pemberangkatan jam berapa? tanyanya seolah ingin mengantarku.
Aku tepis semua harapan itu, aku harus nelupakannya. Dan akhirnya Aku putuskan untuk segera menutup obrolan malam itu, dan tarik nafas panjang untuk mengurangi kesedihanku, aku tepis bayang itu aku buang jauh, dan aku berharap esok ketika aku bangun Allah sudah menghapus Dia dari khayal dan anganku.
                                   ***
Aku termangu sambil aku lihat tiket di tangan, mungkin ini perjalanan terakhir dari dan ke Jogjakarta, ah jogja yang penuh kenangan manis dan dan sekaligus menyakitkan, Aku buka diary kecil dari tasku, Aku tulis sebuah puisi, 'Cintaku Tertinggal di Jogjakarta', semoga pada suatu hari Aku akan mendapatkan cinta kasih sayang dari seseorang yang tulus mencintaiku.
Suara petugas terdengar, kereta yang sesuai dengan jurusanku akan segera tiba.Aku berjalan perlahan memandang kiri kanan sebagai tanda selamat tinggal. Aku lihat dia memandangku dengan tatapan yang penuh penyesalan. Aku tak mampu menatapnya, aku palingkan wajah tanpa senyuman dan anggukan seolah aku tak melihatnya, aku tak mau luka ini kembali berdarah, aku harus melupakannya. Selamat tinggal Jogja, kutinggalkan cintaku di sana.