Mohon tunggu...
iin nuraeni
iin nuraeni Mohon Tunggu... Guru - seorang ibu yang menyukai anak-anak, suka menulis, dan ingin terus belajar.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Unforgettable

24 Februari 2022   08:03 Diperbarui: 24 Februari 2022   08:05 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"ya....." bingung banget, aku belum hafal satu pun.

Aku pura-pura sakit kepala, untuk menghindari hafalan ini....he he he...ah masa itu.

kalau sudah gini ... Pak Ustadz akan menghubungi abahku yang kebetulan Ketua Yayasannya. Jadi Pak Ustadz gak bisa berbuat banyak mau marah takut...ha ha ha.

Masa itu yang terkenang dan masih terlukis indah yaitu, waktunya sholat ashar berjamaah, kita akan berlarian ke tempat wudlu dan bergurau sambil sirat-siratan air ... ah masa itu, dan waktu sholatpun adalah masa terindah juga, kita akan menikmati sholat berjamaah dan mendengar ceramah...seru banget.

Kenangan itu tak  berhenti di situ, pulang sekolah kita akan melewati lapangan bola, sambil berlarian, kadang pulang agak lambat kita akan bermain layangan (bukan menonton layangan putus lho). sampai menjelang maghrib tiba.

Menjelang maghrib kita sudah janjian lagi berkumpul di mesjid, sholat maghrib berjamaah lanjut mengaji, kalau sudah waktunya ngaji, kita biasa bermain di terasnya masjid main tebakan atau hafalan surat pendek bersama abahku, sampai waktu sholat isya tiba.

Banyak kenangan yang masih lekat dalam ingatanku, masa kanak-kanak masa yang begitu menyenangkan, bagaimana tidak, pada masa ini kita tidak terbebani tugas apapun kita kan merasakan bahagia dan ceria, kami menjalaninya tanpa ada perbedaan dan pertengkaran (kalau pertengkaran kecil pernah, dan gak lama akur lagi).

Masa itu, ketika kami masih kanak-kanak, kami belum terganggu oleh bermacam siaran tv, karena yang ada pada masa itu hanya siaran TVRI saja, itupun tayangnya tidak sepanjang hari. jadi keseharian kami bermain di alam terbuka.

Dan tibalah kami di masa kami harus melanjutkan sekolah sesuai dengan bakat minat dan cita-cita kami, maka persahabatan itu mulai ada jarak, aku yang meneruskan ke sekolah yang ada di kota kabupaten, ada juga yang melanjutkan ke sekolah di kota provinsi, dan ada pula yang sekolah di kota kecamatan, awal kami masih ada waktu untuk bertemu walau seminggu sekali, semakin lama, karena kesibukan yang padat  satu dengan lainnya, maka pertemuan itupun semakin jarang, lagi pula pada masa itu belum ada ponsel seperti sekarang ini, jadi kami hanya bisa bertemu pada waktu hari raya atau libur sekolah.

Kini kami sudah memilih jalan hidup masing-masing, Siti memilih menjadi Dosen, Agus menjadi tentara, Budi menjadi polisi, Winda memilih menjadi bidan (mengabdi di desa kami), dan aku sendiri berkiprah di dunia pendidikan.

Aku sangat khawatir dengan generasi saat ini, bagaimana tidak, bila kita sebagai orang tua tidak mempersiapkan putra-putri kita yang notabene generasi penerus kita, mereka tidak kita bekali dengan ilmu, iman, dan ihsan, mereka akan tergilas oleh zaman, bisa kita lihat sekarang, banyak orang tua yang menyerahkan pengasuhan kepada pengasuh karena kesibukan meniti karir, mereka hanya berusaha memenuhi kebutuhan materi saja, dan mengesampingkan kebutuhan spiritual, yang menyebabkan mereka melakukan hal-hal yang melanggar aturan agama, atau tidak memiliki karakter yang islami, jiwa mereka gersang, karena kurangnya siraman ilmu agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun