Seyogyanya sebuah pernikahan dilakoni sekali seumur hidup. Untuk bisa mencapai taraf itu, dibutuhkan aspek-aspek yang tidak bisa tidak harus ada. Salah satunya adalah kemapanan.
Apakah cinta saja tidak cukup?
Hanya Dilan yang bisa jawab iya. Karena ia hidup pada dua puluh tahun silam dalam sebuah kenangan.
***
Tentu saja yang saya maksud dengan aspek kemapanan di sini bukanlah memiliki rumah gedongan, mobil mewah atau tabungan bermilyar-milyar. Eh tapi ya syukur-syukur sih kalau memang bisa gitu ya.
Kemapanan disini lebih relatif, meski sebenarnya hampir semua orang yang pernah hidup bermasyarakat pasti mengerti dengan batasan definisi ini. Ya paling minimal adalah, jika seorang laki-laki berani beristri, ia tahu bagaimana caranya memenuhi kebutuhan hidup pasangannya kelak tanpa harus pakai embel-embel diajak hidup susah.
Bukan karena perempuan itu sok-sok an ndak mau diajak hidup susah. Tapi mbok ya'o bagi para laki-laki yang katanya cinta setengah mati, Gimana kalau njenengan itu berusaha labih keras dan kemudian membuktikan diri pada perempuan yang sangat anda cintai bahwa memang anda layak untuk diterima menjadi suaminya nanti.
Kalau belum memulai bahtera saja sudah pingin melibatkan kekasih hatinya dalam hidup yang susah, lha nanti gimana dalam perjalanan mengarungi lautan luas.
Padahal konon katanya semakin jauh perjalanan ke samudera, badai yang menerjang pun akan semakin ganas.
***
Mungkin banyak yang akan berkomentar bahwa saya salah besar, karena banyak sekali pasangan sukses yang dulunya juga mengawali pernikahannya dengan hidup susah.