"Latihan penting untuk menjadi seorang pejuang."
"Pejuang apa?"
"Negara dan Agamaku. Aku sudah menunggu kesempatan ini selama setahun."
"Bagaimana caranya kamu berjuang untuk negara dan agamamu di sini?"Â
"Aku berjuang dengan menjaga guru-guruku yang datang sebagai tamu kehormatan di sini. Serta menjaga acara-acara keagamaan yang diadakan setiap bulannya. Keamanan keduanya menjadi tanggung jawab kami selaku anggota organisasi."
"Tapi aku mendengar ada sekelompok organisasi muslim yang tidak baik di dunia ini, bahkan mereka sangat berbahaya. Aku khawatir dengan keselamatanmu." Mimik wajahnya berubah, kali ini ia tampak serius.
"Nyonya, yang harus Anda pahami, kami bukan mereka. Kami justru bertentangan paham dengan mereka. Bisa dibilang mereka adalah musuh kami. Agama kami memang sama, yaitu Islam. Tetapi paham yang kami anut bertolak belakang. Inilah yang menuntut kami untuk berjuang demi menjaga nama baik agama kami dimana pun kami berada." Aku menjelaskan dengan tenang.
"Kalian sangat antusias sekali. Semoga kamu selalu dalam keselamatan. Kalau begitu, aku akan usahakan minggu depan kamu bisa libur."
"Terima kasih. Anda baik sekali." Aku tersenyum senang.
Satu hari sebelum Diklatsar berlangsung, aku mendapat pesan dari sahabat baikku,
"Kamu sudah lihat grup line, belum? Acara Diklat diundur minggu depannya lagi."