Mohon tunggu...
Iin Indriyani
Iin Indriyani Mohon Tunggu... Novelis - Penikmat Keheningan

Penulis dan Buruh Migran Taiwan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kembalinya Sebuah Rindu

28 Maret 2020   15:15 Diperbarui: 28 Maret 2020   15:12 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh; Iin Indriyani

"Turbin yang gagah." Aku menatap lekat kipas raksasa yang tinggi menjulang. Paling tinggi diantara turbin lainnya. Berdecak kagum. Begitu memesona.

"Lumrah. Pemandangan seperti ini jarang kita temukan di Indonesia." Dia membalas amat singkat. Laki-laki satu ini memang berbeda. Dia tidak menyukai apa yang aku sukai. Dia tidak mau melakukan, apa yang ingin aku lakukan. Bahkan untuk sekedar membuatku senang. Dia selalu menjadi dirinya sendiri. Pendiam, tapi berpendirian. Kesediaannya menemaniku sore ini hanya karena sebuah keterpaksaan yang dibungkus alasan "tidak enakan". Dia memang tak bicara, tapi aku tahu. Sangat tahu.

"Bagaimana penilaianmu tentang tempat ini?"

"Biasa saja."

"Kau serius?"

"Ya. Apanya yang istimewa? Mending tinggal di asrama, istirahat."

Jawaban itu keluar dari mulutnya begitu saja. 

Belum lima menit aku memutuskan untuk diam, dia kembali berdesis. "Tapi aku merasakan kerinduan menatap kapal-kapal nan jauh itu. Kerinduan masa mudaku dulu, sebagai seorang pelayar. Dulu aku anak tunggal yang begitu dimanja orangtuaku. Apapun yang aku minta, mereka selalu penuhi. Termasuk sekolah di jurusan pelayaran yang aku impikan. Tapi karena rasa tak sabarku, aku gagal."

Dia bicara panjang dengan mata lurus ke depan. Menatap kapal-kapal dari kejauhan. Aku dapat melihat ucapan itu meletup kuat dari dasar jiwanya. Bagai anak panah yang melesat dari busurnya. Kedua matanya membuat jarak antara kapal laut dan hatinya yang sekian lama terpisah kembali menyatu.

"Dan sekarang kau ingin melakukan hal yang sama?" Gumamku, mataku masih menatap kapal-kapal itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun