Di dalam UKS (unit kesehatan sekolah) tampak ramai. Ada beberapa guru dan suster terlihat sibuk mencari sesuatu. Dengan rasa penasaran, Â saya hampiri mereka dan bertanya ada apa.
"Iya, Endah (nama samaran) terluka ketika dalam perjalanan ke sekolah." Terlihat ada lebam, sayatan di telapak tangan, lutut, kaki, pergelangan tangan terkilir. Akibatnya sulit menggerakkan anggota tubuh. Untung ia tidak mengalami cedera serius.
Ternyata, sebuah motor yang dikendarai seorang laki-laki, bersama seorang perempuan dan anak balita menyerempetnya. Motor Endah oleng dan jatuh saat mengantre lampu merah. Rupanya pengemudi itu menerobos lampu merah. Dan kabur begitu saja tanpa menghiraukan korban. Takada ucapan permisi, maaf untuk menghargai orang lain.
Kasus kedua, pernah dialami guru perempuan lainnya. Ia pun korban tabrak lari pengendara tidak bertanggung jawab. Nahas, sebut saja Ani mengalami traumatis hingga kini saat menceritakannya kepada saya.
Sore hari, sepulang kerja dengan kecepatan 10 km/jam ia mengendarai motor. Wuus... ia terjatuh, tak sadarkan diri. Bau khas karbol rumah sakit membuatnya terbangun. Suara percakapan suami dengan dokter menyadarkannya apa yang terjadi.
Sang ibu bercerita bahwa polisi melakukan panggilan menggunakan telepon seluler miliknya. Â Memberitahu bahwa telah terjadi kecelakaan tabrak lari yang melibatkan pemilik telepon genggam.Â
Insiden ini membuatnya harus melakukan operasi plastik akibat rahang mulut yang bergeser. Beberapa buah gigi tanggal. Padahal ia sudah memakai helmet sebagai pelindung kepala. Dahsyat!Â
Hampir dua belas bulan ia harus puasa bicara dan hanya menyeruput sari makanan dan minuman tanpa serat. Penyebabnya adalah paska operasi, rahang mulut hanya menyisahkan celah berdiameter 3mm. Lebih kecil dari ukuran sedotan 5 mm dan tidak boleh digunakan sampai waktu yang ditentukan. Seperti ketika tangan atau kaki digips karena patah agar posisi tidak berubah.
Sejak itu Ani tidak mau lagi mengemudi motor dan mobil yang menjadi kesukaannya. Bersyukur ia masih dilindungi Tuhan YME. Â
Apa yang terjadi bila korban tidak memiliki anggota keluarga? Bagaimana jika hal itu menimpa anak, adik, kakak, ibu, ayah dan keluarga kita?
Otot dan emosi menjadi navigator