Mohon tunggu...
Iin Andini
Iin Andini Mohon Tunggu... Guru - Pribadi

Guru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cintaku Tersemat pada Lelaki yang Mencari Jati Diri

27 Desember 2022   22:20 Diperbarui: 27 Desember 2022   22:22 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: http://dokterberpeci.blogspot.com/2013/09/dokter-cinta-hari-pertama-1.html

Sudah hampir lima tahun aku berada di sini, Negeri Gajah Putih. Aku menikmati hidupku dengan membantu para dokter menangani berbagai pasien-pasien yang akan melakukan operasi bedah plastik di beberapa klinik estetika. Berkat pengalamanku, sudah hampir tiga bulan aku bergabung di Yanhee Hospital, membantu Suhree mengurusi berkas-berkas pasien yang akan melakukan operasi ganti kelamin serta membantu dokter dr. Greenchart saat melakukan operasi.

Menggunakan seragam putih kebanggaanku, cap berwarna putih di kepala, dan name tag di sisi kanan seragamku. Aku setiap hari harus bertemu dengan para lelaki dan perempuan yang ingin menemukan jati diri mereka sesungguhnya. Sampai akhirnya, aku tak punya waktu untuk mencari cinta yang mampu menghapus jejak Mas Yanto di hatiku. Beragam celoteh yang muncul bersama ibu, bapak, adik-adik, serta teman-teman kuliahku lewat telepon menanyakan jodohku. Aku hanya bisa membalasnya dengan candaan. Aku merindukan mereka.

***

Aku memperhatikan data-data setiap pasien yang sudah berada dalam daftar tunggu. Kuperhatikan identitas mereka satu per satu yang kebanyakan berasal dari Malaysia dan Indonesia. Jika pada klinik estetika tempat aku bekerja sebelumnya, aku hanya membantu dokter menangani mereka yang akan menjalani operasi hidung, payudara, dan abdominoplasti, kali ini aku benar-benar membantu dr. Greenchart menangani laki-laki dan perempuan yang benar-benar ingin mengubah jati dirinya secara utuh.

Dari foto mereka, perempuan dan laki-laki yang akan melakukan operasi memiliki penampilan yang lumayan menarik. Selama bekerja di klinik estetika, aku kadang berpikir alasan mereka harus melakukan operasi dengan merasakan berbagai kesakitan fisik maupun mental. Gadis-gadis cantik yang terlihat sempurna, terus mencari kekurangan pada dirinya.

Kuperhatikan wajahku yang berbayang di monitor komputer. Hidungku kini terlihat simetris. Ya, dulu aku juga melakukan operasi hidung karena Mas Yanto. Selama berada di Bangkok, berbagai perawatan sudah kulakukan hanya karena rasa benciku pada Mas Yanto.

"Santi, silakan periksa data Marcel Dwi Antoro. Siang ini akan bertemu dengan Mr. Suhree," kata Cleo mengangetkanku.

"Oh, baik!" jawabku. Mendengar namanya aku yakin pasti orang Indonesia.  Aku langsung mencari data yang dimaksud. Kuperhatikan beberapa nama lelaki dan aku terhenti pada nama yang dimaksud Cleo, yaitu Marcel Dwi Antoro. Marcel memiliki rambut lurus panjang, bibir imut seperti artis-artis Korea, dengan senyuman yang manis. Dia sudah melakukan beberapa kali terapi hormon. Sudah pantas menjadi wanita sejati. Namun, akan lebih pantas lagi kalau dia menjadi lelaki sejati dan menjadi pacarku he-he-he. Gumanku dalam hati sambil senyum-senyum.

Sekitar pukul 2 siang, terlihat seorang gadis berjalan dengan anggunnya menggunakan celana panjang dan rambut panjang yang dibiarkan tergerai. Wajahnya yang manis dengan kulit sawo matang meyakinkanku dia adalah Marcel, didampingi staf khusus dari tempat kami yang akan membantunya berkomunikasi nantinya. Selain itu, ada gadis muda yang terlihat menemaninya. Aku menerka, mungkin itu adalah adiknya.

Aku langsung menyambut mereka. Marcel memperkenalkan diri dengan nama Marcelia menggunakan bahasa Inggris. Aku tersenyum dan memperkenalkan diri bahwa aku orang Indonesia asli. Marcel kaget dan tertawa dengan manisnya. Sementara itu, gadis muda di sebelah Marcel terlihat semringah. Percakapan kami berawal dari situ. Aku mengantarnya ke ruangan Suhree.

"Perkenalkan, aku Sheila, adik Marcelia," kata gadis muda itu menyodorkan tangan kanannya dan aku pun membalasnya. Sesampai di depan ruang Suhree, kupersilakan mereka masuk.

Singkat cerita, sejak pertemuan kami saat itu, Sheila memberikan kontaknya. Setiap mereka ke Bangkok, Sheila selalu menghubungiku. Kami mengobrol banyak tentang kehidupan masing-masing.

***

"Maaf, kalau boleh tahu, kenapa Marcel berniat mengubah statusnya?" tanyaku hati-hati ketika kami bertemu di sebuah pusat perbelanjaan.

Sheila terdiam sejenak dengan raut wajah memerah. Perasaan bersalah pun menghampiriku. Kucoba meminta maaf dan mengalihkan pembicaraan.

"Enggak apa-apa, Kak. Justru aku ingin...," ucapnya tanpa menyelesaikan kata-katanya. Rasa penasaranku berkecamuk.

"Kenapa, Dik?" tanyaku. Sheila masih terdiam dan sepertinya takut mengungkapkannya.

"Dik, jika ada yang ingin disampaikan, sampaikan saja. Kakak siap mendengarnya," bujukku dengan mencoba menenangkannya. Kuperhatikan, tampaknya dia berusaha mengumpulkan keberanian mengungkapkannya.

"Gi-ni, Kak. Aku tidak ikhlas jika Kak Marcel harus benar-benar berubah menjadi perempuan."

Sontak saja aku kaget. Bukankah dia ke Bangkok menemani Marcel? Mengapa Sheila mengatakan tidak setuju. Aku tersentuh mendengar kata-katanya. Apa yang harus kulakukan? Ini 'kan privasi masing-masing orang menemukan kenyamanannya. Jika keinginan Marcel dibendung, bukankah akan menyiksa hidupnya?

Kupeluk Sheila erat-erat dan terus menenangkannya. Kubiarkan Sheila mengungkapkan semua harapannya tentang Marcel.

Sheila yang merupakan adik kandung Marcel semakin terbuka. Alasan dia mendampingi Marcel sampai ke Bangkok karena pesan alm. ayahnya dan tidak ingin masa depan kakaknya hancur.

"Aku mohon Kakak bisa membantu Kak Marcel keluar dari masalahnya," katanya memohon sebelum kami berpisah di pusat perbelanjaan itu.

***

Ucapan Sheila membuatku tidak tenang. Apalagi sampai mengirimkan beberapa foto Marcel. Aku bingung harus melakukan apa. Marcel memiliki bentuk wajah yang lonjong, kulit wajah yang mulus, serta hidung yang mancung. Foto dengan gaya cool membuat siapa pun tidak akan percaya bahwa Marcel adalah Marcelia. Lalu, aku bandingkan dengan beberapa foto yang lain. Terlihat dia sudah mulai memanjangkan rambut yang dibiarkan tergerai, tetapi pakaiannya masih menggunakan kemeja biru lengan panjang yang dibiarkan tidak terkancing dengan dipadukan kaos warna putih. Foto yang lain mengungkapkan jati dirinya sebagai Marcelia dengan riasan wajah seperti gadis-gadis Korea, anting besar bulat tergantung di telinganya, serta kaos hitam ketat melekat pada tubuhnya. Di sini aku seolah membayangkan dua sosok manusia, yaitu Marcel dan Marcelia.

 "Hai, lagi apa?" tanya Cleo mengagetkanku.

"Cleo, kamu kan sudah kerja lama di sini. Apa yang menyebabkan seorang cowok yakin untuk melakukan operasi kelamin?" tanyaku dengan tatapan serius.

"Operasi kelamin 'kan tidak gampang. Sangat banyak prosedur yang wajib diikuti. Apalagi di rumah sakit ini. Mengganti kelamin bukan semata-mata urusan vital, melainkan urusan jiwa. Memangnya kenapa?" tanya Cleo dengan senyum penasaran.

Ucapan Cleo membuat pikiranku terbuka. Apakah mungkin Marcel sudah didiagnosis psikiater sebagai penderita Gender Identity Disorder? 

"Woi! Kok melamun?" Cleo kembali mengangetkanku.

"Oh, tidak!" jawabku langsung berpura-pura menatap layar komputer di depanku.

***

 "Apakah Marcel sudah mendapatkan surat rekomendasi dari psikiater?" tanyaku pada Sheila lewat telepon.

"Belum. Kemarin kami ke Yanhee Hospital hanya untuk berkonsultasi dengan Suhree. Kebetulan Kak Marcel ingin menyurvei tempatnya," jawab Sheila.

"Apakah kamu mengetahui hasil pemeriksaan Marcel sebelumnya?" tanyaku lagi. Sejenak Sheila terdiam.

"Menurut dr. Louise, Marcel tidak mengalami disforia gender. Cuma gangguan psikologis. Ditambah lagi, sudah terjerat cintanya Marco, teman SMA Marcel."

"Apakah salah satu penyebabnya adalah Marco sehingga berniat berganti kelamin?"

"Iya, salah satunya itu. Marco telah memberikan kenyamanan bagi Kak Marcel."

Setelah kami bercerita panjang lebar, aku menutup teleponnya. Dari penjelasan Sheila berarti Marcelia bisa disembuhkan.  

Di sela-sela kesibukanku, kucoba menemui salah satu psikiater yang sangat fasih menggunakan bahasa Indonesia, dr. Julia. Aku menanyakan mengenai prosedur pergantian kelamin. Dr. Julia menjelaskan bahwa hal tersebut tidak muda. Walaupun mereka sudah mengonsumsi obat hormon dan menjalani kehidupannya sebagai seorang perempuan, tetapi tidak dinyatakan sebagai penderita Gender Identity Disorder, tetap tidak bisa operasi.

"Kenapa Nona Santi tiba-tiba menanyakan hal serius seperti ini? Apa kepincut dengan salah satu pasien dr. Greenchart?" tanyanya menggodaku.

Aku tiba-tiba sadar akan pertanyaan dr. Julia. Apakah aku melakukannya karena masalah kemanusiaan atau aku sedang memperjuangkan hidup Marcel?

"Tidak, Dok. Kebetulan ada teman yang menanyakannya," kataku berbohong.

"Teman atau teman. Banyak juga pasien yang gagal melakukan operasi MTF karena perjuangan orang-orang tercinta. Ya, bisa jadi kamu salah satunya he-he-he," ledeknya lagi. Aku hanya meresponsnya dengan senyuman karena bingung hendak menjawab apa.

***

Setelah mandi sepulang kerja, tiba-tiba ada panggilan telepon masuk. Sepertinya nomor telepon Indonesia. Aku mengangkatnya.

"Halo, dengan Santi!" suara laki-laki dalam telepon seperti emosi.

"Iya? Siapa ini?" tanyaku berusaha tenang.

"Kamu jangan ikut campur urusan hidupku. Tahu apa kamu tentang hidupku? Kamu jangan menghasut Sheila!" mendengar nama Sheila, aku yakin itu suara Marcel. Aku diam mendengarkan segala caci maki yang dilontarkannya. Marcel membahas kebebasan, pilihan hidup, dan kebahagiaan. Dia tidak memberikanku ruang berbicara alasan di balik semua ini. Hati nuraniku berkecamuk.

"Untuk apa?" teriaknya lagi dari telepon.

"Karena... karena aku peduli!" teriakku penuh emosi membayangkan wajah Sheila yang memohon kepadaku. Sejenak Marcel terdiam.

"Peduli? Cinta? Buta kamu!" katanya. Aku terdiam dan merenungkan kembali kata-kata yang kuucapkan. Caciannya membuat hatiku sakit. Mengapa aku harus berkorban untuk Marcel, menghubungi psikiater, membuat masalah dengan Marco. Aku telah merusak hubungan Marcel dengan Marco. Ini kulakukan demi Sheila. Apa iya karena Sheila? Bukan Marcel?

***

Sejak Marcel meneleponku, tiba-tiba Sheila jauh-jauh dari Jakarta menemuiku. Kusarankan tinggal di apartemenku. Dia meminta menjemputnya di bandara. Aku menuruti permintaannya walaupun aku sedikit lelah sepulang kerja. Kami memesan sebuah taksi menuju apartemen. Aku mencoba mengajaknya bercerita mengenai kondisi Indonesia dan mencoba membahas hal-hal yang lucu. Sheila tetap merespons, tetapi dengan raut wajah yang lelah.

"Kamu tidak kuliah Sheila?" tanyaku berbasa-basi ketika taksi sudah hampir sampai di depan lobi apartemen.

"Hmm sudah tidak ada kelas, Kak. Tinggal menyelesaikan skripsi," jawabnya. Kami langsung turun dari taksi dan menuju tempatku.

***

"Malam itu, Kak Marco datang ke rumah mencari Marcel. Kebetulan Marcel sedang pemotretan di puncak. Marco mengancamku akan membunuh Marcel jika ada yang ikut campur," cerita Sheila sebelum kami tidur.

"Memang, sikap Marcel berubah saat Kakak menyatakan peduli padanya. Di saat itu juga, dia tersakiti karena Marco berselingkuh. Padahal, perubahan selama ini yang dilakukan Kak Marcel, sampai harus mengubah jati diri, semua demi Marco. Lewat kata-kata Kakak, hati Kak Marcel terbuka." Aku sengaja tidak memberikan respons agar Sheila leluasa bercerita.

"Apakah Kakak benar-benar mencintai Marcel dengan tulus? Bukan karena kasihan atas ceritaku kala itu?" tanyanya sambil membalikkan badan ke arahku.

 Pertanyaan Sheila membuatku bungkam. Aku berada di tengah kebimbangan. Aku takut perasaanku salah jika memang mencintai Marcel.

"Menghadapi Kak Marcel memang tidak muda. Tapi, Kakak sudah menyentuh hati kecilnya. Aku mendukung Kakak," ucapnya memegang tangan kiriku yang berada pada bantal guling. Ayo kita berjuang demi Kak Marcel." Aku terharu mendengar kata-kata Sheila.

           

***

Akhirnya, Sheila mendekatkanku lagi dengan Marcel. Aku kembali bersemangat menggagalkan operasi yang akan dijalani Marcel. Aku berkomunikasi dengan psikiater di Jakarta dan mencarikan solusi untuk Marcel. Secara psikologis, Marcel tidak mengalami disforia gender. Dr. Loiuse menceritakan bahwa Marcel langsung datang menemuinya, menceritakan apa yang aku lakukan di malam itu.

"Marcel terjerumus pada jalan yang salah karena ibunya. Semua juga karena ada penyebabnya. Ibunya kehilangan anaknya, yaitu kakak kandung Marcel yang masih berusia 5 tahun. Ibunya sangat terpukul sampai akhirnya mengalami gangguan jiwa. Sampai akhirnya Marcel lahir dan dianggap sebagai Marcelia yang dilahirkan kembali; memperlakukan Marcel seperti anak perempuan. Marcel mengalami tekanan batin yang sangat dalam. Sementara Marco memang mengalami kelainan biologis. Karena Marco mengetahui kondisi keluarga Marcel dari Nita yang merupakan tetangganya, Marcel memanfaatkan situasi ini," jelas dr. Louise lewat telepon.

Beberapa hari kemudian, tiba-tiba Marcel menemuiku di rumah sakit. Aku kaget. Dia datang dengan penampilan yang berbeda. Dia menggunakan kemeja cokelat yang dipadukan dengan warna putih. Dokter Greenchart yang kebetulan lewat tersenyum melihat kami. Aku mengajaknya ke kafe di dekat rumah sakit.

"Aku minta maaf atas segala kelancanganku," kataku.

"Tidak apa-apa. Justru aku berterima kasih telah menyentil hatiku." Aku hanya terdiam mendengar ucapannya. Tiba-tiba dia memegang kedua tanganku. Jantungku berdegup.

"Maukah engkau mengajariku menjadi lelaki yang sejati?" pertanyaan itu membuatku terharu. Itulah pertanyaan yang kutunggu selama ini. Aku menjawabnya dengan senyuman.

Pada akhirnya, aku menyematkan cinta pada lelaki yang mengajakku menemukan jati dirinya. Sebenarnya, aku juga berterima kasih pada Marcel yang mampu menutup luka masa laluku bersama Mas Yanto. []

*Ide cerita hanya fiktif belaka sesuai dengan deskripsi yang diberikan Kurnia Efendi ketika mengikuti kelas menulis cerpen pada ruang belajar cerpen di NAD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun