"Belum. Kemarin kami ke Yanhee Hospital hanya untuk berkonsultasi dengan Suhree. Kebetulan Kak Marcel ingin menyurvei tempatnya," jawab Sheila.
"Apakah kamu mengetahui hasil pemeriksaan Marcel sebelumnya?" tanyaku lagi. Sejenak Sheila terdiam.
"Menurut dr. Louise, Marcel tidak mengalami disforia gender. Cuma gangguan psikologis. Ditambah lagi, sudah terjerat cintanya Marco, teman SMA Marcel."
"Apakah salah satu penyebabnya adalah Marco sehingga berniat berganti kelamin?"
"Iya, salah satunya itu. Marco telah memberikan kenyamanan bagi Kak Marcel."
Setelah kami bercerita panjang lebar, aku menutup teleponnya. Dari penjelasan Sheila berarti Marcelia bisa disembuhkan. Â
Di sela-sela kesibukanku, kucoba menemui salah satu psikiater yang sangat fasih menggunakan bahasa Indonesia, dr. Julia. Aku menanyakan mengenai prosedur pergantian kelamin. Dr. Julia menjelaskan bahwa hal tersebut tidak muda. Walaupun mereka sudah mengonsumsi obat hormon dan menjalani kehidupannya sebagai seorang perempuan, tetapi tidak dinyatakan sebagai penderita Gender Identity Disorder, tetap tidak bisa operasi.
"Kenapa Nona Santi tiba-tiba menanyakan hal serius seperti ini? Apa kepincut dengan salah satu pasien dr. Greenchart?" tanyanya menggodaku.
Aku tiba-tiba sadar akan pertanyaan dr. Julia. Apakah aku melakukannya karena masalah kemanusiaan atau aku sedang memperjuangkan hidup Marcel?
"Tidak, Dok. Kebetulan ada teman yang menanyakannya," kataku berbohong.
"Teman atau teman. Banyak juga pasien yang gagal melakukan operasi MTF karena perjuangan orang-orang tercinta. Ya, bisa jadi kamu salah satunya he-he-he," ledeknya lagi. Aku hanya meresponsnya dengan senyuman karena bingung hendak menjawab apa.